BAB II

57 23 5
                                    

Zafran pun menangis sambil berdoa dipinggir trotoar jalan, tepatnya didepan rumah sakit.

Tiba-tiba ada sebuah mobil yang berhenti tepat didepannya, kemudian si pengemudi membuka pintu mobil dan turun dari mobil untuk menghampiri Zafran.

"ada apa nak? Ada yang bisa saya bantu?." tanya seorang pengemudi.

"tolong ibu saya pak, ia butuh pertolongan. Rumah sakit ini tidak ingin membantu saya, karna saya hanya memiliki sedikit uang." jawab Zafran.

"segera bawa ibumu kedalam, saya yang akan menanggung semua biayanya." gumam seorang pengemudi.

"terimakasih pak." sahut Zafran sambil berlutut di kakinya dengan isak tangis yang mereda.

Akhirnya alat bantu pernafasan untuk ibunya sudah terpasang, denyut jantungnya terlihat sangat nyata. Zafran tetap saja menangis, tidak menyangka akan terjadi seperti ini.

Pintu ruang IGD terbuka, sepertinya pemeriksaan ibu Zafran telah selesai. Suara sepatu yang terdengar jelas, membuat Zafran terbangun dari tempat duduknya. Seorang dokter keluar dari ruangan dan berdiri tepat dihadapannya.

"dimana keluarga pasien?." tanya seorang dokter

"dok bagaimana keadaan ibu saya?." tanya Zafran.

"ibumu sudah baik-baik saja, ia hanya membutuhkan banyak istirahat nak." Ucap seorang dokter yang menepuk punggung Zafran.

"boleh saya lihat kedalam?." gumam Zafran.

"silahkan nak." ucap dokter.

Dalam beberapa hari ibu Zafran dirawat dirumah sakit. Sudah banyak Zafran merepotkan seorang pengemudi itu selama ini, Zafran sudah bernazar untuk mengganti uangnya disaat ia sudah memiliki uang yang cukup banyak sesuai total uang yang ia gunakan.

Walaupun seorang pengemudi itu tidak meminta kembali uangnya. Hutang adalah hutang, Zafran tidak ingin hutang itu terbawa sampai akhirat untuk ibunya.

                                 •••

Perutnya yang terasa lapar membuat ia terpaksa mengais-ngais tempat sampah dipinggir jalan. Nasi basi yang sudah nampak lama ditempat sampah, kini dimakan lahap oleh Zafran.

"alhamdulillah masih bisa makan." ucap Zafran sambil tersenyum.

Zafran kembali menjalankan rutinitasnya, seperak dua perakpun selalu ia sisihkan.

Ibu Zafran yang terbangun dari tidur melihat keadaannya yang berbaring dirumah sakit, dan ia berfikir. "siapa yang membawaku kesini? Siapa yang akan membayar biaya rumah sakit ini? Dimana Zafran?." pertanyaan itu selalu berputar-putar didalam kepalanya.

Ibu Zafran langsung melepaskan infusan ditangannya dan berdiri menuju pintu ruangan untuk keluar dari rumah sakit yang akan menyiksa anaknya terus-menerus untuk bekerja.

Terlihat ibu Zafran menyeret-nyeret kakinya yang masih terasa lemas, tubuhnya membungkuk menahan rasa sakit, pandangannya yang buram mengalihkan jalan untuk keluar. Rasanya seperti memiliki tiga dunia didalam pandangan, berbayang.

Langit sudah nampak menggelap, rumah sakit pun sudah terasa sunyi. Suster yang menemukan ibu Zafran terjatuh pingsan, kini sudah membawa ibu Zafran ke dalam ruang rawat tadi. Air infus yang bertetesan detik demi detik, membuat ibu Zafran menangis.

"bukan kah semakin banyak air infus yang menetes, semakin banyak pula pengeluaran? Apakah anakku sanggup? Kenapa sampai sekarang anakku tidak kunjung datang." ucap ibu.

Terdengar ada yang mengetuk pintu ruangan dari luar, ternyata Zafran. Dengan pakaiannya yang compang camping, membawa sebungkus roti yang baru dibelinya seusai bekerja.

Zafran mencium tangannya dan menyuapkan sedikit demi sedikit roti untuk ibunya. Hanya roti kecil, tetapi rasa syukur Zafran tetap ada didalam dirinya.

Mereka saling bertatap, saling berlinang air mata, mulut bungkam seakan membisu, tubuh yang kaku tidak bergerak. Membuat seolah-olah hidup ini dan detik-kan waktu berhenti.








Note:
Sesudah membaca jangan lupa untuk vote dan commentnya ya.

⬇️ ⭐️             ⬇️💬



berjuang untuk hidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang