"Karkhi..."
Aku menoleh ke Ruly yang baru saja menyadarkanku dengan tepukan pelan di bahuku.
"Ada apa...?", tanya Ruly begitu berhati-hati. Dia seakan tahu kalau saat ini aku menyimpan sesuatu yang membuatku sesak.
Aku kembali menatap sedih ke arah pintu ruang operasi itu setelah menoleh sekilas ke Ruly yang duduk tepat di sampingku.
Aku hanya bisa terdiam sambil menghembuskan napasku yang rasanya semakin berat. Aku bingung harus menjawab apa ke Ruly. Saat ini aku belum sanggup untuk mengungkapnya!.
Melihat aku yang tak kunjung menjawab pertanyaannya, Ruly lalu ikut menghembuskan napasnya begitu dalam dan kembali menepuk bahuku.
"Aku siap kapan pun jika kamu bersedia berbagi", ucap Ruly pelan.
"Terima kasih bro", jawabku lirih masih dengan menatap lekat ke arah pintu operasi itu.
Ruly lalu beranjak meninggalkanku sendiri setelah mengatakan kalau dirinya akan membeli minuman di kedai depan rumah sakit yang buka 24 jam.
Sudah 2 jam lebih lamanya para tim dokter berusaha menangani luka yang dialami oleh Lia. Sementara Donny sudah berhasil keluar ruang operasi sejam yang lalu dan kini sudah dipindahkan ke ruang perawatan dan ditemani oleh mamanya.
Sebelum sampai di rumah sakit tadi, bang Ruly sudah terlebih dahulu mengabari keluarga Donny terkait insiden yang dialami anaknya. Dan selang 30 menit, tante Hannah mamanya Donny tiba di rumah sakit dengan mata sembab.
Beliau lalu menemui kami dan meminta penjelasan kronologis kejadian perkara. Namun aku dan Ruly belum bisa menjelaskan dengan detail, karena hanya Donny dan Lia sendirilah yang lebih tahu seperti apa kejadian yang sebenarnya.
Sementara keluarga Lia baru aku hubungi sebelum Lia masuk ke ruang operasi.
Lia hanya memiliki seorang tante yang merupakan adik kandung dari ayahnya yang tinggal di luar kota. Sementara kedua orang tua Lia sudah meninggal dan sejak itulah hanya tantenya yang mengurus segala kebutuhan Lia hingga dia bisa mandiri seperti sekarang.
Tante Wina, tantenya Lia mengatakan kalau dirinya akan segera mencari tiket penerbangan malam ini juga.
Namun karena operasi terhadap Lia mendesak untuk segera dilakukan, maka tante Wina mempercayakan aku untuk menandatangani surat persetujuan yang diajukan oleh pihak rumah sakit sebelum Lia masuk ke ruang operasi.
Diriku hampir saja memejamkan mata karena rasa kantuk dan lelah yang menderaku, namun tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka.
Sontak aku melihat ke arah pintu ruang operasi yang sudah terbuka dan muncul seorang dokter senior yang bernama dokter Yahya. Aku pun segera bangkit dan langsung menghampiri dokter tersebut.
"Gimana keadaan rekan kami dokter?"
Dokter laki-laki itu terlihat begitu lelah karena baru saja melakukan operasi selama 2 jam lebih yang tentunya menguras banyak tenaga dan pikiran untuk menyelamatkan pasiennya.
Dia lalu menepuk bahuku...
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, kini kita serahkan kepada Allah untuk kesembuhannya", ucap dokter itu penuh hikmat.
"Pasien selamat, namun maaf... kondisinya masih koma".
Kalimat terakhir ini berhasil membuatku shock dan tanpa bisa kucegah kini mataku berembun.
"Mohon sabar yah, dan tetap berdoa untuk kesembuhan rekan Anda", ucap dokter Yahya lalu pamit untuk berlalu dari hadapanku.
Belum usai rasa shockku, kini Lia sudah didorong keluar dari ruang operasi menuju ruangan ICU karena kondisinya yang masih koma.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hair
Short StoryKarkhi Masaid Hanif, polisi tampan keturunan Arab. Gentle dan jago karate, tapi suka ngeri dengan rambutnya sendiri karena trauma masa lalunya. Ketika dia dipertemukan dengan gadis cantik Vivianne Mataya Syarif yang notabene memiliki rambut yang sam...