Wang ZhuoCheng bersama Xuan Lu berjalan berdampingan. Mereka habis dari administrasi untuk membayar biaya rumah sakit Xiao Zhan. Dua orang tersebut hanya diam satu sama lain. Jangan tanya ke mana pria yang tadi muncul bersama Xuan Lu, ia ada urusan mendadak di kantornya jadi harus pergi duluan.
Kakak beradik itu sampai di depan pintu masuk ruangan di mana Wang YiBo dan Xiao Zhan berada.
Saat ingin menggapai gagang pintu dan mendorongnya, Wang ZhuoCheng berhenti.
Matanya menangkap kejadian Wang YiBo tengah membungkuk dengan bibir yang menempel di atas bibir Xiao Zhan. Pupil itu membesar melihat adegan tersebut.
"ZhuoCheng, kenapa berhenti?"
Wang ZhuoCheng tidak menyahuti pertanyaan wanita tersebut, membuat Xuan Lu mengernyit tak paham. Ia mencoba menyingkirkan bahu adiknya, ingin melihat apa yang pemuda itu lihat, tapi sebelum ia benar-benar melihat keadaan di dalam, Wang ZhuoCheng telah lebih dulu berbalik badan menatapnya.
"Jiejie, sebaiknya kau temani aku ke kantin rumah sakit ini ... emh, aku tiba-tiba merasa lapar."
Wang ZhuoCheng tersenyum lebar, yang malah membuat wanita tersebut tambah heran.
"Kau kenapa? Kenapa tiba-tiba ingin makan? Gelagatmu membuatku curiga," ucap Xuan Lu heran.
Wang ZhuoCheng langsung merengek.
"Ayolah, Jiejie, aku mohon! Aku sangat lapar! Nanti kalau maagku kambuh bagaimana? Jiejie tidak mau, 'kan?"
Wajah memelas bak seorang yang terhakimi, memohon agar dapat bebas dari jerat hukuman.
Oke, baiklah, jangan berlebihan.
"Baiklah, ayo."
Akhirnya tipu dan wajah memelas Wang ZhuoCheng ampuh juga. Membuat ia tersenyum senang. Dalam hati menghela napas karena sang kakak mau dibodohi agar mata wanita itu tidak terkontaminasi oleh apa yang dilakukan kedua orang di dalam sana.
"Awas saja kau, YiBo! Kubunuh kau!" gumam Wang ZhuoCheng.
"Kau bicara denganku?" tanya Xuan Lu saat telinga menanggap suara sang adik yang bergumam.
Wang ZhuoCheng menggeleng. "Tidak."
"Ya sudah, baiklah. Ayo, katanya kau lapar?"
Pemuda itu hanya membalas 'Ya'. Keduanya pergi dari sana untuk menuju kantin.
***
Xiao Zhan tiba-tiba mendorong bahu Wang YiBo, membuat pemuda dominan terdorong menjauh. Ia menatap Wang YiBo.
"Apa-apaan kau ini? Kenapa kau ... kau menciumku?!"
Wang YiBo pikir Xiao Zhan tidak menolaknya karena pemuda itu sama-sama menyukainya, tapi ternyata?
"Pergi dari sini, YiBo."
Wang YiBo bungkam, mata itu tanpa berkedip menatap Xiao Zhan tanpa bicara. Keduanya diam, saling memandang satu sama lain. "Aku bilang pergi!"
Pemuda Wang mengerjap sekali, lalu tanpa diperintah ketiga kalinya, ia pergi dari sana. Membuat pemuda yang terbaring terperangah dengan bibir yang gemetar.
Wang YiBo tak menoleh lagi, benar-benar pergi menuruti permintaan Xiao Zhan.
Xiao Zhan menolehkan wajah ke samping membiarkan air mata mengalir dari pelupuknya. Pipi dalam ia gigit, mengalihkan rasa sakit di dada agar tidak begitu ia rasakan. Tangan yang terinfus pun mengepal meremas selimut yang tersampir sebatas pinggang.
Pemuda itu tidak tahu kenapa ia menangis dan kenapa menyuruh Wang YiBo pergi. Ia tidak paham kenapa hatinya sakit melihat tatapan tak percaya yang tersirat di balik manik kelam milik Wang YiBo tadi padanya.
"Tuhan, aku mohon, jangan sampai Wang YiBo punya perasaan padaku. Aku mohon, Tuhan," lirih Xiao Zhan dengan mata basah.
***
Wang YiBo berjalan di lorong sendiri, melangkah dengan raut dingin tanpa ekspresi. Matanya masih terlihat kosong saat pikirannya kembali terjatuh pada saat di mana Xiao Zhan mendorong dan menyuruhnya pergi.
Ia pikir Xiao Zhan mempunyai rasa yang sama dengannya. Ia pikir Xiao Zhan juga merasakan debaran yang sama, tapi ternyata dugaannya salah.
Pemuda itu tidak ada rasa apapun padanya, tidak memiliki debaran kencang setiap kali berdekatan, tidak memiliki apa yang Wang YiBo rasakan untuknya.
Haruskah Wang YiBo menyerah untuk Xiao Zhan? Haruskah Wang YiBo mundur perlahan untuk Xiao Zhan yang tidak peka akan rasa yang ia miliki? Haruskah Wang YiBo tidak memperjuangkan atau mempertahankan rasa ini sendiri agar kelak Xiao Zhan sadar kalau ia mempunyai perasaan lebih?
Kaki berhenti melangkah, tangan terkepal sampai memutih di buku-buku jari lalu dengan segenap rasa di hati yang bertumpuk, ia menonjokkan tangan ke dinding hingga berbunyi menyakitkan.
Tidak ada ekspresi sakit atau meringis di wajah tampan tersebut, hanya mata yang perlahan memerah dan rahang yang mengetat.
"Aku benci seperti ini."
Suaranya dalam dan lirih. Tampak serak dan menyeramkan.
Oh, haruskah perasaannya tidak terbalaskan lagi untuk kedua kalinya pada orang yang berbeda? Hanya cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Itu sangat-sangat sakit.
-
-
-Tbc.
YOU ARE READING
A Good Friend [YiZhan] (Hiatus)
FanfictionXiao Zhan terjebak dalam rasa yang tak ingin ia adakan di hati untuk Wang YiBo. Pemuda bergigi kelinci bimbang dengan apa yang ada untuk Wang YiBo-Si Tampan berwajah dingin-ia tak tahu kalau 'teman baik'nya menyimpan sejuta rasa untuknya. Di saat Wa...