DIAA-5

7.5K 536 10
                                    

Sabina menahan sesak ketika keluar dari kelas. Ia tidak menyangka, seluruh teman kelasnya akan bersikap tidak menyenangkan. Bagaimana bisa, saat ia berusaha untuk datang dengan cara baik-baik--mereka justru membuli dirinya. Seolah, kedatangannya di kelas XII IPA itu adalah kesalahan.

Andai bisa jujur di depan mereka, masuk ke kelas IPA bukanlah keinginannya. Ia sempat berpikir setelah kejadian pembulian tadi, kemungkinan Bu Erika sengaja mengirimnya ke kelas IPA yang merupakan sekelas dengan Elang--agar Elang mau melindunginya. Jangankan melindunginya, Elang justru membulinya juga.

Dengan kepala menunduk Sabina keluar dari kelas. Sepertinya, semua murid di sini sudah tau bahwa ia adalah pembantu Elang. Apa yang Elang katakan tadi pasti cepat sekali tersebar, rasanya ia tidak tau harus bagaimana.

Pelan-pelan ia melangkah melewati murid-murid yang julid kepadanya. Bahkan ia sampai menempelkan badannya ke dinding-dinding kelas agar tidak terlalu berdekatan dengan mereka. Bukan apanya, ia sadar diri, mereka tidak mau dekat-dekat dengan dirinya.

Sampailah ia di tangga yang Brent maksud, cowok itu sudah menunggu dengan duduk di pertengahan anak tangga. Terlihat sendirian, Brent seperti sudah menyiapkan waktunya untuknya.

Sabina sampai di anak tangga, ia berdiri di belakang Brent dengan jarak satu anak tangga. Ia memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk memastikan apakah ada orang yang memperhatikannya. Sudah cukup ia dibuli perihal statusnya, ia tidak mau lagi dibuli tentang dirinya yang dekat dengan Brent. Sebisa mungkin ia mengatur jarak.

"Brent," panggil Sabina pelan.

Brent yang sedang duduk membelakanginya sembari memperhatikan murid-murid lewat--berbalik. Ia mundur dua langkah berdiri di samping Sabina, bersejajar. Brent langsung menoleh, ia menangkap raut wajah Sabina yang tidak seperti tadi pagi.

"Lo kenapa, Na?" Brent masih menilik raut muka Sabina.

"Ah, gak papa Brent. Kita jadi keliling sekolahan ini kan?" tanya Sabina mengalihkan percakapan. Ia juga sesekali mengalihkan wajahnya ke arah lain agar Brent tidak bisa menilik raut mukanya. Sabina mengulas senyum selembut mungkin.

"Yaudah ayok," putus Brent, meski sebenarnya ia masih ragu.

***

Bersih dan sejuk. Itulah kesan pertama yang Sabina dapatkan setelah berkeliling sekolahan Barrek ini. Para penjaga sekolah di sini juga sangat ramah. Dua satpam yang bernama Paijo dan Sugeng itu amat ramah kepada Sabina begitupun kepada Brent.

Sabina suka berada di sini. Walaupun ia agak belum terbiasa dengan hal-hal mewah, tapi semuanya terasa indah dipandang mata dan ia akan mencoba beradaptasi.

Ia dan Brent sudah mengunjungi beberapa tempat, salah satunya adalah kelas seni. Di sana,  ada beberapa lukisan yang bisa memanjakan mata. Tidak heran, para murid di sana diajar dengan sangat baik, itu kata Brent. Bahkan setiap minggunya terkadang mengadakan acara seni. Kelas seni yang sering membuat sekolah Barek ramai.

"Nah, kalau yang ini ruang perpustakaan. Dari luar emang sepi, tapi kalau udah masuk ... beeh!! Makin sepi," kata Brent sambil terkekeh, Sabina tau Brent mencoba melucu, untungnya ia juga ikut terkekeh karenanya.

Sekarang, mereka berdua sudah berada di depan pintu Perpustakaan. Letaknya di lantai 3, karena ini perpustakaan khusus untuk kelas 3 saja. Setiap tingkatan kelas memiliki ruang perpustakaannya sendiri. Untuk kelas 1 dan 2 berada di lantai mereka masing-masing.

Dua Istri Abu-abu(Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang