Ekspektasi yang Sia-Sia

1.5K 211 22
                                    

**✿❀ ❀✿** **✿❀ ❀✿**

—Mark and his hateful being

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—Mark and his hateful being.
"Donghyuck."

"Ya, kak?"


-

Gelak tawa menderu dari balik telinga Mark. Suara genta angin di luar dan roda sepeda menjadi fokus Mark buat beberapa menit setelahnya. Seperti biasa, pasti ada Donghyuck yang lagi bertamu dan ngajak adeknya untuk bersepeda. Dan kronologi kedatangan Donghyuck di depan pagar rumahnya selalu sama.

Dimulai dari Jeno mencubit pipi Donghyuck.

"AW!"

Donghyuck berkeling.

"Ih! Apaan, sih, Jeno! Sakit tau!"

Lalu, Jeno bilang..

"Habisnya pipinya gendut!"

Lagi, Donghyuck angkat bicara.

"Aku gak gendut!"

Pembelaan terakhirnya...

"Ya kan tadi aku bilang sendiri pipinya yang gembul, bukan kamu!"

"Tetep aja!" Donghyuck ngedengus sambil nyilangin tangannya. Sebelum ngeliat Mark bersama Ibu lagi merhatiin mereka berdua, "Jeno.. kakak kamu gak mau ikutan?"

"Enggak. Dia cemen, gak suka keluar rumah."

"Ya udah, yuk. Jangan lama-lama, entar kesorean."

Mark ngelanjutin pekerjaan merajutnya setelah suara sepeda itu pudar dari telinga. Bersama si Ibu yang level ketelitiannya lebih dari level 100. Mark harus kerja ekstra untuk membuat rajutan yang bakal dipajang bersama rajutan lainnya di rumah. Udah banyak hasil rajutannya—yang cukup sulit buat dilakuin anak 10 tahun—pake tangan kosongnya. Ibu udah ngajarin Mark dari dia masih berumur lima, masih ngegunain rajutan mainan yang gak bermakna apa-apa.

Lama-lama, Mark berpikir-pikir lagi. Suara Ayah yang mengiang di telinga, lagi-lagi jadi buah masalah yang buat dia gagal fokus. 'Kamu cowok, kok, mainannya sama kayak cewek.' Dengan kopi dan korannya, genap di halaman 10. Tangannya jadi kaku seketika, putih kayak bibir bawahnya yang digigit.


"Kak?" Panggil Ibu, tangannya menyentuh ujung tangan Mark dengan sayang, ngebuah sang pemilik tangan langsung terbangun ke realita seketika.

"Ya?"

"Kamu kenapa bengong? Yuk, lanjut," Ibunya nepuk tangannya lagi sebelum melanjutkan.

Adapun Mark yang kasih senyuman walaupun senyuman itu gak ada apa-apanya. Kosong. Rasanya cuma buat menyambut Ibu yang sendirian untuk bersapa; gak ada Ayah, gak ada Jeno. Beneran tawar.

-

Mark adalah anak sulung dari seorang ayah yang menjunjung tata tertib dan kuatnya fisik dengan ibu yang tidak bisa mendendam. Statusnya sebagai anak pertama, membuat dia jadi contoh buat adeknya, Jeno. Walaupun begitu, Mark gak sekuat Jeno dalam hal fisik. Cowok tersebut memang gak dilatih sejak kecil karena dia lahir lebih awal dari normalnya.

Haru BIRU [Mark Lee & Lee Donghyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang