Cara Menyikapi

1K 91 15
                                    

Kembali lagi.

Bersama Chamel.

4,3k words, ay.

[R-13+; curse words, violence.]

-

"Chaeng mana, deh? Kok gak ikutan piket?"

"Ngejar proposal dia."

Mark yang lagi beberes bagian dokumen di loker atas langsung mengerutkan alis.

"Loh, kenapa gak dari kemaren aja? Bukannya kepsek gak ada kerjaan di luar?"

Hendery mengedikkan bahunya, "tau, dah. Keknya gegara kemaren yang ngasih kagak ada Chaengnya, tapi kepsek cuma mau nerima proposal kalau ada dia."

"Ribet amat!"

"Kepsek lu itu, goblok."

"Kepsek lu juga, lah, tolol."

Yena lagi sapu bagian depan ruang MPK, tapi jiwanya untuk membacot rasanya gak afdol kalau gak ikut-ikutan. "Yaelah. Kepsek permintaanya banyak banget, najis. Padahal cuma nandatanganin doang susah banget."

Mark dan KOOR komisinya, Hendery, punya jadwal piket bersihin ruang MPK. Hari ini yang mengurus ruangan seharusnya gak cuma mereka; ada dua anak kelas sepuluh dan Chaeyoung, KOOR komisi empat.

Tapi cewek itu lagi gak bisa hadir. Dia lagi disibukkan dengan drama kejar-kejarannya bersama kepala sekolah soal proposal acara yang akan dilaksanakan sebentar lagi. Jadi yang gantiin piketnya adalah ketua komisi dua, Yena.

Dan anak kelas sepuluh yang dimaksud adalah anak buah Yena, Nana dan anak komisi empat, yang lagi mengurus proposal bareng Chaeyoung.

Jadi yang ada di ruangan tersebut cuma ada Mark, Hendery, Yena, dan Nana.

"Emang, Yen," Mark menyetujui perkataan temannya. Dia lagi memilah-milah formulir bersama angket-angket. Kertas yang berada di ruangan ini cukup banyak, jadi Mark butuh banyak waktu untuk rapihin kumpulan kertas itu. "Gak cukup kayaknya dia ngerobek proposal acara bedah buku kemaren. Sampe susah-susah anak komisi gue ikutan bantuin anak komisi Chaeng," Mark menggeleng-geleng gak suka.

"Namanya aja mau bikin drama, lur. Kagak asik kalau ngasih tanda tangan doang terus selesai!" kelit Hendery yang lagi mengelap kaca jendela.

"Ya lu juga jangan normalisasi tindak kayak gitu, lah, Nder. Alasan pak kepsek gak ada yang konkret. Alasannya gak jelas. Kurang kapital, kek, kurang panjang, kek. Tapi doi gak mau bayar print-outnya. Uang gue bisa abis cuma gegara dia doang," Mark tersulut amarah. Kertas di tangannya jadi bahan pelampiasan.

"Udeh, udeh. Jangan meledak di sini, Mark. Males lagi gue rapihinnya." Kalau gak ada Yena, mungkin kertas itu pada robek semua. Untung cuma Mark urak-urakin.

Hendery yang sering ngeliat Mark kayak gitu, cuma bisa menghela nafas.

"Ya habisnya..."

"Jangan ngomongin kepsek lagi, ah. Beresin dulu, tuh, kertas-kertas lu," potong Hendery sambil menunjuk-nunjuk kertas di bawah meja dengan dagu.

Mark mengikuti perintah Hendery. Dia langsung mengambil kertas-kertas di bawah meja sambil mengecek satu-persatu; mana yang perlu dibuang dan mana yang disimpan.

Mark gak sengaja nemu salah satu kertas yang berbeda dari yang lain. Kertas binder A5 warna kuning pastel itu berada di tumpukan kertas saran. Rapat sebelumnya memang membicarakan perihal kelemahan MPK, tapi kertasnya udah disiapin, kok. Mungkin gak sengaja terkumpul sama Herin, soalnya waktu itu memang lagi buru-buru karena udah menjelang malam.

Haru BIRU [Mark Lee & Lee Donghyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang