Tentang Jeno

630 52 11
                                    

✿✿✿✿✿✿

—"Saya gak butuh cerita, kan, ya?"Kalau cerita soal keluarga, saya juga gak tau mau mulai darimana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

—"Saya gak butuh cerita, kan, ya?"
Kalau cerita soal keluarga, saya juga gak tau mau mulai darimana.

Donghyuck
Gue gak bakal bisa habis bercerita jika itu menyangkutpautkan Jeno. Dia adalah salah satu manusia terkuat yang pernah gue temui. At least dari mata gue.

Dulu pas masih kecil gue itu cengeng. Hidup gue cuma ikut-ikut aja. Kalau gue dirundung sama anak-anak kompleks atau kampung sebelah, gue gak pernah mau ngelawan. Gue selalu mikir hal itu jadi bagian hidup gue aja yang bakal hilang akhirnya. Tapi entah kenapa Jeno gak bisa ngeliat itu.

Dia gak bisa ngeliat orang yang dia kenal jadi bahan olokan atau bahan ledekan. Meski itu hal sekecil 'kulitmu hitam' dan 'badanmu gemuk' sekalipun. Jeno merasa itu melanggar aturan yang udah dia terapkan di otaknya. Dia selalu jadi pionir pertama melawan kata-kata kasar pada gue atau pada siapapun yang dianggapnya sayang. Jeno memang bukan orang yang baik penuturan katanya seperti sang kakak, tapi dia punya beribu aksi untuk menjaga orang-orang terdekatnya.

Pernah satu kali gue ke rumahnya. Di sebuah kompleks yang gue kenal seperti gue mengenal diri gue sendiri. Gue waktu itu kabur dari apartemen. Mamah kena tantrum lagi dan Bibi gak lagi disana untuk menenangkan, jadi gue kabur. Waktu itu gue bingung mau kabur kemana dan ke rumah siapa. Gue malas bercerita soal keluarga gue lagi and it takes time for me—mentally and psychically—buat ngasih tau latar belakang gue yang masih seragaman hujan-hujanan keluar dari rumah. Jadinya gue berlari ke rumah Jeno.

Rumah Jeno merupakan rumah yang sama anehnya dengan tempat yang gue panggil rumah. Sebelum gue mengetuk pintu kayu berpahat rapi itu, gue mendengar sayup-sayup amarah dan barang-barang pecah-belah yang terlempar. Gue juga mendengar sebuah ringisan dan tangisan entah punya siapa. Dan karena gue terlalu larut dalam kesedihan, gue dengan egoisnya mengetuk pintu tanpa ampun.

Pintu tinggi itu terbuka sedikit setelah gue mengetuk puluhan kali, ketukan gue juga memberhentikan keributan yang ada di dalam.

Awalnya yang muncul bukan Jeno, melainkan sosok berseragam putih abu-abu dengan besetan di wajahnya. Gak cuma gue bertemu dengan Jeno, taunya gue bertemu dengan kakaknya juga.

Gue yang masih SMP hanya bisa terbujur kaku, memandang kak Mark yang udah lama gak gue temui. Kak Mark sama berantakannya dengan gue. Rambutnya basah, bahkan gue bisa melihat ada darah yang sedikit terkucur dari dahinya.

Sebelum gue memulai berbicara soal tujuan gue datang ke rumahnya malam-malam, kak Mark dengan segala intuisinya memanggil nama Jeno dari dalam.

Gue yang sedikit mengintip ke dalam, mendapatkan Jeno yang berdiri diam di atas tangga, menyaksikan apa yang terjadi di lantai bawah.  Tiga kali panggilan dari suara kak Mark yang serak, matanya baru menangkap mata gue. Dirinya terbirit ke ruang tamu, lalu mendorong pelan kak Mark sebelum mengkhawatirkan gue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Haru BIRU [Mark Lee & Lee Donghyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang