Sejak kejadian meja makan terburuk itu, seluruh asisten rumah tangga, penjaga, dan para tukang kebun dikerahkan untuk mencegah adanya artikel bodoh yang masuk ke dalam rumahku. Meskipun keluargaku sudah berhenti berlangganan surat kabar politik, tetapi ada saja oknum yang melemparkan surat kabar ke dalam rumah dengan artikel yang berisi sindiran. Tindakan pemusnahan surat kabar dilakukan setiap hari tanpa pandang bulu. Segala macam layanan TV kabel dilarang penggunaannya di dalam rumah. Ayahku juga menyewa beberapa pesuruh untuk membayar editor dan jurnalis agar berhenti memberitakan dirinya. Menggantinya dengan topik yang cukup segar untuk dibaca, seperti uji coba tanaman hidroponik, kompor elektrik yang dapat mendengarkan perintah, dan yang paling menarik adalah keran air pemancar otomatis. Seolah mengingatkan pembaca agar tidak lupa dengan tragedi yang terjadi di rumahku. Harus kuakui usaha ayah memang berakhir sia-sia.
Ayah sekarang hanya terbaring di kamarnya. Kondisinya sedikit membaik walaupun sebelumnya tak sadarkan diri akibat kelakuan tolol Amelia. Sehingga beberapa kali ibu menelepon dokter langganan untuk datang ke rumahku dan mengecek kondisi kesehatan ayah. Sementara Amelia, ia tidak diperbolehkan oleh ibuku untuk masuk ke dalam kamar ayah hingga kondisi ayah membaik, khawatir ia akan mengingat soal artikel itu lagi. Jadi salah satu langkah terbaik untuk mengantisipasinya adalah Amelia hanya diperbolehkan beternak telur angsa di belakang rumahku.
Ibu memintaku untuk menemani ayah di kamar karena dirinya harus melakukan perawatan ringan pada wajahnya. Selama beberapa bulan belakangan ini, ibu mengeluh bahwa wajahnya sedikit kusam dan garis-garis halus di wajahnya mulai tampak, kemungkinan karena terlalu lama mengurung diri di rumah. Sehingga ia memutuskan untuk pergi dan berpesan kepadaku agar segera menghubunginya apabila terjadi sesuatu pada ayah. Apapun itu bentuknya, membuatku jijik dengan bagaimana cara ibu memanjakan ayah mengingat kondisinya sedang tidak baik.
"Jaga baik-baik ayahmu, anak nakal!" kata Ibu sambil mencubit hidungku.
Aku menggeram, "bu, aku bukan anak kecil lagi!" kataku mengingatkannya seraya menepis tangan Ibu yang mencoba mencubit kembali hidungku tetapi gagal.
"Ya, tapi keteledoranmu terkadang membuat Ibu kesal, Marthin. Segera hubungi Ibu apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kau mengerti?"
Dan aku mengangguk. Seolah berpikir bahwa jika dengan begitu, Ibu akan cepat pergi dari rumah.
"Bagus. Ibu kembali pukul sepuluh. Ingat! Jangan nakal!" Ibu meledek lagi, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan aku dan ayah di kamar tidur.
Ibu berjalan meninggalkan aku dan ayah dari kamar tidur. Ia berangkat menuju salon termahal dekat rumah dengan penampilannya yang super modis, heels-nya nampak sangat cocok dipadu-padankan dengan blus berjumbai yang dikenakannya. Kakinya jenjang sehingga dalam beberapa detik ia melangkah, suara langkah kakinya sangat cepat menghilang. Ini adalah kali pertama Ibu pergi ke salon terdekat setelah beberapa bulan ia mengurung diri di rumah akibat berita miring itu. Sebelumnya ia hanya melakukan perawatan di dalam rumah dengan memanggil beberapa stylist terkenal, melakukan diet sehat secara rutin dan berkala, dan tak lupa memperbanyak senam yoga. Tapi baginya hal itu sia-sia saja selama ia masih mengurung diri di rumah, karena sejatinya berdiam diri di dalam rumah hanya akan membuat wajahnya semakin kisut dan menambah beban pikiran bagi wanita seusianya.
Suasana begitu sunyi senyap walaupun beberapa kali panggilan telepon berdering masuk dari ponsel ayah. Tak lain dan tak bukan dari beberapa rekan kerjanya yang mencoba menghubunginya. Sesekali panggilan itu berdering lagi, aku hanya membalasnya dengan, "kenapa, sih ayah tidak buat pesan suara saja?" Kemudian tahu akan tidak direspon, mereka mengirimi beberapa pesan untuk ayah dan bertanya soal kabar kesehatannya dan kapan ia akan mulai bekerja lagi. Namun sekali lagi hal itu sia-sia. Justru membuat beberapa diantara mereka datang dengan tujuan untuk menjenguk ayah, meskipun kuakui, bukan untuk niat yang benar-benar baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marthin
Teenfikce[BUKU KEDUA DARI SERI VENDELA] [ON GOING] "Aku mewariskan seluruh harta kekayaan milik ayahku." Mungkin terdengar seperti menakjubkan, apalagi sebenarnya ayahku adalah pemilik perusahaan paling besar di Asia dan menanggung lima negara kecil yang mi...