BAGIAN 5

605 23 0
                                    

Begitu mendapat perintah dari si Jari Maut, lima puluh orang yang mengepung Rangga langsung berlompatan menyerang. Berbagai macam bentuk senjata, berkelebatan di sekitar tubuh Rangga. Sehingga, pemuda berbaju rompi putih itu harus terpaksa berjumpalitan sambil meliuk-liukkan tubuh menghindari serangan yang datang dari segala penjuru.
Setiap kali memiliki kesempatan, Rangga tidak menyia-nyiakannya. Cepat dilepaskannya pukulan maupun tendangan yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Jeritan-jeritan melengking mulai terdengar saling sambut, disusul bertumbangannya tubuh-tubuh berbaju merah menyala.
Memang tidak mudah menjatuhkan Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan untuk mendekati saja, sulit setengah mati. Pertahanan Rangga memang kuat. Terlebih lagi, ayunan pukulan dan tendangannya yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Benar benar sulit untuk dihindari. Hingga dalam waktu tidak berapa lama saja, sudah hampir separuh pengeroyok yang ambruk bergelimpangan, tak mampu bangkit lagi.
"Mundur...!" seru Jari Maut tiba-tiba. Seketika itu juga, orang-orang berbaju merah berlompatan mundur menjauhi Pendekar Rajawali Sakti. Dan belum juga Rangga sempat menarik napas lega, tiba-tiba saja ratusan anak panah berhamburan menghujaninya.
"Setan...!" rutuk Rangga.
"Hiyaaat..!"
Rangga terpaksa harus berjumpalitan menghindari serbuan anak panah yang datang bagaikan hujan. Kedua tangannya berkelebat cepat menghalau anak-anak panah yang berhamburan di sekitar tubuhnya. Serbuan anak panah itu demikian gencar, membuat Rangga sukar menarik napas.
"Lemparkan jaring...!" teriak si Jari Maut tiba-tiba.
Bet! Wuk...!
Seketika itu juga, beberapa orang melemparkan jaring berwarna hitam ke arah Rangga, tepat saat hujan anak panah berhenti. Pendekar Rajawali Sakti tidak sempat lagi menghindar, sehingga tubuhnya seketika terbungkus jaring hitam yang kuat dan sangat kenyal. Pemuda berbaju rompi putih itu jatuh bergulingan di tanah, berusaha keras melepaskan diri dari belitan jaring hitam yang semakin kuat. Namun usahanya sia-sia belaka. Jaring itu semakin bertambah kuat, membuat gerakan Rangga jadi menyempit.
"Ha ha ha...!" Jari Maut tertawa terbahak-bahak melihat Pendekar Rajawali Sakti tak berdaya lagi, terkurung jaring-jaring hitam.
Rangga yang merasa tidak ada gunanya melawan, langsung menghentikan usahanya membebaskan diri dari belitan jaring di tubuhnya. Namun otaknya terus berputar, mencari jalan agar bisa terlepas dari jaring ini. Tapi dia jadi mendengus. Ternyata beberapa orang lagi bergegas berlompatan, dan langsung mengikat Pendekar Rajawali Sakti dengan tambang yang sangat besar dan kuat.
"Huh! Aku harus memberi tahu Rajawali Putih, sebelum iblis keparat ini mencincang tubuhku," dengus Rangga dalam hati.

***

Sementara itu, jauh dari Lembah Kunir. Tepatnya di atas tebing yang cukup tinggi, Pandan Wangi masih menunggu bersama Rajawali Putih. Gadis itu terus memperhatikan daerah tempat Rangga menghilang dari pandangannya tadi. Tapi pepohonan yang sangat lebat, membuat pandangannya jadi terhalang.
"Ke mana saja Kakang Rangga? Kok lama sekali, sih...?" Pandan Wangi mulai tidak sabaran menunggu terus.
"Krrrhhh...!"
"Jangan bercanda, Rajawali Putih!" dengus Pandan Wangi saat merasakan punggungnya didorong-dorong Rajawali Putih.
Tapi burung rajawali raksasa itu terus mendorong-dorong punggung Pandan Wangi, sambil memperdengarkan suara mengkirik. Pandan Wangi jadi berbalik. Ditatapnya burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu dalam-dalam. Tapi, keningnya jadi berkerut juga melihat Rajawali Putih nampak gelisah.
"Ada apa, Rajawali Putih?" tanya Pandan Wangi.
Rajawali Putih menoleh ke belakang lalu mematuki punggungnya. Pandan Wangi menyipitkan matanya, mencoba untuk mengerti. Dia mengeluh dalam hati, karena tidak tahu maksud bumng rajawali ini.
"Ada apa dengan punggungmu?" Pandan Wangi malah bertanya.
"Khrrrk..!"
"Hm.... Kalau tidak salah, Kakang Rangga pernah mengatakan kalau Rajawali Putih mematuki punggungnya, aku harus naik," Pandan Wangi bergumam sendiri dalam hati.
Sebentar dipandanginya burung rajawali raksasa yang terus mematuki punggungnya sendiri. Pandan Wangi jadi ragu-ragu untuk naik ke punggung Rajawali Putih. Bukannya dia tidak mau mengerti. Tapi untuk menunggang Rajawali Putih sendirian rasanya keberaniannya masih belum cukup.
"Kau memintaku naik, Rajawali Putih?" tanya Pandan Wangi.
Rajawali Putih mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kenapa?" tanya Pandan Wangi lagi.
Rajawali Putih kelihatan tidak sabaran. Seketika kepalanya dijulurkan untuk menjepit ujung baju Pandan Wangi dengan paruhnya yang besar. Lalu, gadis itu ditarik sehingga Pandan Wangi terpekik kaget. Dan belum juga hilang rasa terkejutnya, mendadak saja Rajawali Putih melontarkan Pandan Wangi ke udara.
"Hei...?!" Pandan Wangi terpekik kaget. Pada saat tubuh si Kipas Maut itu berada di udara, dengan cepat Rajawali Putih meluncur ke angkasa. Disambarnya Pandan Wangi, tepat dengan punggungnya. Pandan Wangi tersentak, begitu terjatuh di punggung burung rajawali raksasa itu. Cepat-cepat gadis itu berpegangan pada bulu-bulu burung raksasa ini Tubuhnya tertelungkup, tak sanggup diperbaiki lagi. Sedangkan Rajawali Putih terus meluncur tinggi ke angkasa, dan langsung menuju Lembah Kunir.
"Mati aku...," keluh Pandan Wangi dalam hati. Pandan Wangi buru-buru memejamkan matanya ketika merasakan Rajawali Putih menukik cepat laksana kilat. Dan begitu matanya dibuka, gadis itu tersentak kaget. Ternyata di bawah sana tampak Rangga tak berdaya terkurung jaring yang membelit tubuhnya. Sedangkan di sekitarnya tampak orang-orang berbaju merah memegangi ujung tambang yang mengikat tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
"Khraaaghk...!"
Pandan Wangi bergegas memperbaiki letak tubuhnya, meskipun dengan perasaan masih takut. Angin yang menerpa tubuhnya demikian kencang, seakan-akan ingin melemparkan dirinya dari punggung burung rajawali raksasa ini. Sementara binatang raksasa ini, terus meluncur ke bawah.
"Khraaaghk...!"
Pada saat itu, Jari Maut baru saja hendak memerintahkan murid-muridnya untuk membunuh Pendekar Rajawali Sakti. Tapi belum juga perintahnya terlontar, mendadak saja terdengar suara serak yang keras dan parau dari angkasa. Ketika kepalanya mendongak ke atas, matanya langsung terbeliak melihat seekor burung rajawali raksasa menukik deras ke arahnya.
Demikian pula orang-orang berbaju merah. Sebagian dari mereka sudah berhamburan berlari. Malah enam orang yang memegangi tambang yang mengikat tubuh Rangga, cepat-cepat berlari, tak mempedulikan tugasnya lagi
"Khraaaghk...!"
Wusss!
Bagaikan kilat, Rajawali Putih menyambar Rangga yang tergeletak tak berdaya lagi, dengan seluruh tubuh terbungkus jaring hitam dan terikat tambang Rajawali Putih menyambar Rangga dengan cakarnya, lalu cepat membawanya pergi ke angkasa tanpa ada seorang pun yang menyadari.
"Binatang atau dewakah dia...?" desah Jari Maut tanpa sadar.
Laki-laki setengah baya itu jadi terbengong, menyaksikan seekor burung rajawali raksasa menyambar Rangga dengan kecepatan seperti kilat. Sementara Rajawali Putih sudah begitu tinggi, hingga menembus awan. Lalu burung raksasa itu kembali menukik cepat menuju atas tebing. Begitu cepatnya, sehingga dalam waktu sebentar saja sudah mendarat kembali di tanah berbatu di atas tebing yang cukup tinggi ini.
Rangga bergelimpangan begitu terlepas dari cengkeraman cakar Rajawali Putih. Sedangkan Pandan Wangi bergegas melompat turun, dan segera menghampiri Pendekar Rajawali Sakti. Dibukanya ikatan tambang yang membelenggu Rangga. Juga, dibukanya jaring-jaring hitam yang berlapis-lapis itu.
"Hhh...!" Rangga menghembuskan napasnya kuat-kuat begitu terbebas. "Terima kasih...."
"Bagaimana kau bisa berada di sana, Kakang?" tanya Pandan Wangi langsung.
"Panjang ceritanya. Aku sendiri hampir tidak percaya," sahut Rangga, lagi-lagi dibarengi hembusan napas panjang dan kuat.
"Ceritakan, Kakang. Nanti aku akan bertukar cerita denganmu," pinta Pandan Wangi sedikit mendesak.
"Kau juga menemukan sesuatu tadi?" tanya Rangga.
"Ya! Dan kau juga tidak akan percaya kalau kukatakan," sahut Pandan Wangi.
"Aku tidak percaya.... Jari Maut merencanakan sesuatu yang besar. Bahkan hendak membunuhku tadi," agak mendesah suara Rangga.
"Membunuhmu...?! Kurang ajar! Lalu, apa yang direncanakannya, Kakang?" tanya Pandan Wangi.
Pandan Wangi begitu geram mendengar Pendekai Rajawali Sakti akan dibunuh si Jari Maut. Memang, dia tadi sempat melihat. Meskipun tidak begitu jelas, namun keadaan Rangga yang sudah tidak berdaya tadi sudah menyiratkan nasibnya yang sudah di ujung tanduk. Tadi, Pandan Wangi melihat si Jari Maut berdiri di atas pondoknya, bersama beberapa orang muridnya. Mereka tertawa-tawa melihat penderitaan Pendekar Rajawali Sakti. Makanya Pandan Wangi begitu geram.
"Dia merencanakan hendak meruntuhkan Karang Setra," jelas Rangga.
"Apa...?!" Pandan Wangi terkejut setengah mati. Dipandanginya Pendekar Rajawali Sakti itu, seakan-akan tidak percaya dengan pendengarannya barusan. Jari Maut hendak menghancurkan Karang Setra...? Mana mungkin bisa terjadi? Sedangkan sejak si Jari Maut dikalahkan Rangga, tidak ada satu perselisihan pun yang terjadi. Bahkan laki-laki berusia setengah baya itu berjanji hendak mengabdikan dirinya pada Karang Setra. Tapi apa itu mungkin...? Pandan Wangi masih sukar mempercayai.
"Bagaimana mungkin dia bisa punya pikiran seperti itu...?" Pandan Wangi seperti bertanya pada dirinya sendiri.
Rangga hanya diam saja. Pandan Wangi juga jadi ikut terdiam. Entah apa yang sedang dipikirkan, sehingga cukup lama juga mereka berdiam diri.
"Perasaanku mengatakan kalau dia bukan si Jari Maut," ujar Rangga perlahan, seakan-akan bicara pada diri sendiri.
"Maksudmu..., dia si Jari Maut palsu?" tebak Pandan Wangi langsung.
"Aku tidak tahu pasti, Pandan. Itu hanya perasaanku saja yang mengatakannya. Perlu dibuktikan lebih dulu," sahut Rangga, masih terdengar pelan suaranya.
"Siapa pun orangnya, jika mempunyai rencana menghancurkan Karang Setra, tidak bisa didiamkan! Kita harus mendahului, sebelum dia membuat kerugian yang besar," tegas Pandan Wangi.
"Aku juga sudah berpikir begitu, Pandan. Tapi...."
"Tapi kenapa, Kakang?"
"Sulit..," desah Rangga seraya menggeleng-gelengkan kepala. "Sulit untuk menghindari keterlibatan prajurit dalam hal ini, Pandan. Karena bukan hanya si Jari Maut sendiri. Tapi ada orang dalam yang terlibat. Dan itu harus didahulukan sebelum si Jari Maut dihancurkan."
"Aku tahu siapa orang dalam itu, Kakang," ungkap Pandan Wangi langsung.
"Kau tahu...?!" Rangga terkejut juga mendengarnya.
"Itu yang hendak kukatakan, Kakang. Aku melihat Panglima Durangga di hutan sebelah sana. Tepat, di tempat kau menghilang dan penglihatanku. Dia pergi bersama empat orang berpakaian merah," tutur Pandan Wangi
"Ya! Memang Panglima Durangga dan Jari Maut yang merencanakan semua ini, Pandan. Bahkan mereka yang menculik Sangkala. Aku belum tahu pasti, untuk apa Sangkala diculik," kata Rangga.
"Sebaiknya kita segera kembali ke Karang Setra, Kakang. Kita bersihkan dulu dari dalam, lalu kembali lagi ke sini untuk menghadapi si Jari Maut," usul Pandan Wangi.
Rangga tersenyum dan menepuk punggung gadis itu. Kemudian, mereka menghampiri Rajawali Putih yang sejak tadi diam dan mendengarkan saja.
"Antarkan kami ke Karang Setra, Rajawali Putih," pinta Rangga.
"Khraghk...!" sahut Rajawali Putih seraya mengangguk-anggukkan kepala.
"Ayo, Pandan."
Tak berapa lama kemudian, Rajawali Putih sudah mengangkasa lagi sambil membawa Rangga dan Pandan Wangi di punggungnya. Jika bersama Rangga, Pandan Wangi tidak begitu takut. Lain halnya jika harus menunggang Rajawali Putih sendirian.
"Langsung ke istana, Rajawali Putih...!" seru Rangga agak meminta.
"Khraaagkh...!"
"Kau akan membawa Rajawali Putih ke istana, Kakang?" tanya Pandan Wangi.
"Benar! Biar cepat sampai. Aku tidak ingin persoalan ini berlarut-larut," sahut Rangga.
"Tapi...."
"Jangan khawatir, Pandan. Rajawali akan menurunkan kita di belakang tembok istana. Jadi, tak ada yang bisa mengetahui"
Pandan Wangi terdiam. Dia tahu kalau di bagian belakang tembok istana, tak pernah ada seorang pun yang lewat. Karena, tempat itu merupakan jurang yang cukup dalam. Dan hanya sedikit saja tepiannya. Itu pun sangat licin berbatu. Sehingga, tak ada seorang pun yang sudi melintasinya. Bahkan prajurit pun enggan untuk ke sana.
"Lebih cepat lagi, Rajawali Putih!"
"Khraaaghk...!"

54. Pendekar Rajawali Sakti : Pembalasan MintarsihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang