Rangga cepat melompat turun dari punggung Rajawali Putih, begitu binatang raksasa itu mendarat di tepi Lembah Kunir. Pandan Wangi bergegas mengikuti. Mereka sama-sama mengedarkan pandangan ke sekitarnya, mengamati keadaan yang tampak sunyi. Lembah ini memang selalu sepi, seperti tidak pernah disinggahi orang.
“Hati-hati, Pandan. Kesunyian merupakan bahaya terbesar,” Rangga memperingatkan.
“Kita ke pondok itu, Kakang?” tanya Pandan Wangi sambil menunjuk ke pondok kecil tidak jauh di depan mereka.
“Aku saja yang ke sana dan kau tunggu di sini,” ujar Rangga.
“Kenapa tidak sama-sama saja?”
“Sendiri lebih baik daripada celaka berdua, Pandan,” sahut Rangga.
Pandan Wangi tidak bisa memaksa. Rangga menepuk pundak gadis itu, kemudian cepat berlari menuju ke pondok kecil tempat tinggal si Jari Maut. Gerakannya begitu lincah dan ringan, seperti seekor kijang yang sedang berlari.
Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti, sehingga sebentar saja sudah berada di depan pintu pondok. Suasananya tetap sunyi. Tak terlihat seorang pun di sekitar pondok kecil ini. Perlahan-lahan Rangga mendorong pintu yang ternyata tidak terkunci. Bunyi berderit terdengar, begitu daun pintu bergerak terbuka.
Rangga mengayunkan kakinya hendak memasuki pondok. Namun baru saja sebelah kakinya melewati ambang pintu, mendadak saja dari balik dinding di samping pintu berkelebat sebilah golok berkilatan.
Wuk!
“Uts...!”
Cepat Rangga menarik tubuhnya ke belakang. Pada saat itu, berlompatan dua orang berbaju merah menyala yang langsung merangsek Pendekar Rajawali Sakti. Mereka menggunakan golok yang berkelebatan cepat di sekitar tubuh Rangga. Sehingga, pemuda berbaju rompi putih itu harus berjumpalitan menghindarinya.
“Hiyaaa...!”
Begitu mendapat sedikit kesempatan Rangga cepat melepaskan dua pukulan beruntun ke arah dua orang penyerangnya. Begitu cepat serangan balik yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga dua orang berbaju merah itu tidak dapat lagi meng-hindar. Dan pukulan yang dilepaskan Rangga tepat menghantam dada mereka.
Des!
Buk!
Kedua orang itu menjerit keras, dan langsung terpental jauh ke belakang sampai menghantam dinding papan pondok hingga jebol. Pada saat itu, beberapa tombak berhamburan ke arah dua orang berbaju merah itu. Tombak-tombak itu seperti bermunculan dari dinding. Tak pelak lagi, tubuh mereka terhunjam tombak yang berjumlah puluhan. Jeritan panjang melengking terdengar saling sambut
“Gila...! Rupanya mereka sudah menyiapkan jebakan di pondok ini,” desis Rangga dalam hati.
Sebentar Rangga memperhatikan dua orang berbaju merah yang tergeletak di dalam pondok, dengan tubuh tertembus beberapa tombak. Pendekar Rajawali Sakti melangkah perlahan menghampiri pondok itu. Sadar kalau di dalam pondok dipasangi jebakan, Rangga merasa harus lebih berhati-hati lagi. Dikerahkannya ilmu meringankan tubuh begitu kakinya terayun masuk ke dalam pondok.
Satu persatu, setiap ruangan yang ada dimasuki. Tapi, tak juga dijumpai seorang pun di sana. Sampai mencapai bagian belakang, juga tidak ditemui seorang pun. Rangga terus melangkah mendekati pondok satunya lagi. Sikapnya semakin berhati-hati. Dugaannya, di dalam pondok itu pasti juga dipasangi jebakan.
Sebentar Rangga berhenti di depan pintu, lalu perlahan-lahan mendorong pintu pondok ini. Tak ada seorang pun dijumpai. Pondok yang tidak memiliki kamar ini pun dalam keadaan kosong. Tak perlu Rangga melangkah masuk. Kakinya mundur beberapa langkah. Pandangannya beredar ke sekeliling, dan terhenti begitu melihat Pandan Wangi masih menunggu bersama Rajawali Putih.
“Pandan, ke sini..!” seru Rangga.
Tanpa diminta dua kali, Pandan Wangi bergegas berlari cepat menghampiri Sedangkan Rajawali Putih tetap diam menunggu di tempatnya. Sebentar saja gadis berbaju biru muda itu sudah berada di depan Rangga.
“Kau periksa sebelah sana, Pandan. Aku ke sini,” ujar Rangga.
“Baik,” sahut Pandan Wangi
Mereka berpisah lagi Rangga berjalan ke arah kiri, sedangkan Pandan Wangi ke sebelah kanan. Pendekar Rajawali Sakti mendekati mulut gua yang tertutup semak belukar. Dia tahu, gua itu menembus langsung ke hutan di kaki tebing batu, tepat di perbatasan Kota Karang Setra sebelah Selatan.
“Hm..., banyak jejak kaki di sini,” gumam Rangga begitu mendapatkan jejak-jejak kaki yang memasuki gua.
Pendekar Rajawali Sakti jadi tertegun beberapa saat, kemudian tersentak. Bergegas dia berlari menghampiri Pandan Wangi yang berjalan belum seberapa jauh.
“Ada apa?” tanya Pandan Wangi, begitu Rangga berada di sampingnya.
“Kita ke perbatasan, Pandan,” ajak Rangga seraya menarik tangan gadis itu.
“Hei?! Kenapa ke sana?” tanya Pandan Wangi. “Mereka sudah ada di perbatasan,” sahut Rangga sambil terus saja berlari cepat menghampiri Rajawali Putih.
Pandan Wangi tidak bertanya lagi. Diikutinya Pendekar Rajawali Sakti. Mereka berlari cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh, sehingga sebentar saja sudah berada dekat dengan Rajawali Putih. Tanpa berkata-kata lagi, Rangga melompat naik ke punggung rajawali raksasa itu. Pandan Wangi mengikuti, lalu duduk di depan Rangga.
“Cepat ke perbatasan Selatan, Putih!” perintah Rangga.
“Khraaagkh...!”
KAMU SEDANG MEMBACA
54. Pendekar Rajawali Sakti : Pembalasan Mintarsih
AçãoSerial ke 54. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.