K

326 22 0
                                    

"Sial, aku ingin melihat kapan aku mati!" gerutu remaja yang tengah sibuk berjalan di pinggiran trotoar.

"Tapi mengapa, malah dia yang mati? Brengsek!"

Remaja itu menendang kaleng air minum hingga menimbulkan bunyi kelontong di malam hari yang sudah agak sepi.

Wajahnya agak memelas. Cara jalannya terburu-buru dan kadang gontai. Tubuhnya begitu rapuh, tersembunyikan oleh jaket tebal yang ia kenakan.

Di balik jaket itu, kulit tangannya yang lembut ternodai oleh goresan-goresan luka yang lama maupun baru. Silang menyilang. Sangat tak beraturan.

Kadang, hanya dengan peniti, silet, atau bahkan pisau dan gunting. Lain kali, jika tak ada satu pun yang memungkinkan, ia bisa memecahkan kaca di rumah mana pun yang bisa ia temui. Mengambil sedikit pecahan kaca untuk menyayat pergelangan tangannya.

Dengan begitu, ia bisa sedikit tenang dan terhibur. Dan hanya itulah satu-satunya cara untuk bisa meredakan emosinya yang semakin kacau.

Ia menggerutu di sepanjang jalan. Ingatannya masih segar akan rencana bunuh diri yang gagal. Gara-gara orang bodoh itu. Ya, gara-gara orang bodoh itu!

Gara-gara orang itulah, sekarang ia masih hidup dan lagi-lagi, harus menjalani hidup yang menyebalkan kembali. Laki-laki itu mati saat mencoba untuk menolong dirinya. Ia sama sekali tak merasa kasihan. Malah yang ia lakukan sekarang mengutuki laki-laki brengsek itu.

"Sialan, sial betul hidupku ini!" desisnya dengan geram.

"Mati pun tak boleh. Hidup pun cuma macam ini! Hah!"

Kakinya tersandung batu dan nyaris saja kepalanya terbentur tiang listrik akibat kehilangan keseimbangan. Semakin geramlah ia, menyumpah, dan menendang-nendang tiang tak bersalah itu dengan kedua kakinya.

Setelah agak kelelahan, ia pun kembali berjalan sambil menatap kosong pada jalanan yang lengang.

Sesekali kendaraan melewatinya. Sesekali juga, seseorang berjalan melewatinya dari arah yang berlawanan.

Ia memandangi langit yang ternyata masih bisa menampilkan satu dua bintang yang agak cerah.

Menoleh ke belakang. Lalu tertawa layaknya orang gila sambil berjalan tak tentu arah.

Ia berhenti saat berada tepat di depan palang kereta. Menunggu kereta lewat. Mengambil permen yang tersisa di dalam sakunya. Mengunyahnya.

Daaaaaaaaaaaaaaaaar ....

Seorang pengendara motor tergeletak tepat di depan kakinya. Tubuhnya mengejang. Busa bercampur darah keluar dari mulutnya. Darah juga berceceran dari wajah dan kepalanya. Matanya terbelalak.

Tampak kehidupan sebentar lagi akan pergi dari tubuh yang tak karuan ini.

Motor orang ini menghantam dinding dan hancur berantakan. Ah, ia mendesah pelan. Melihat dari kejauhan asap yang mengepul dan api yang mulai membesar.

Ia menatap laki-laki sekarat tak beraturan dengan tatapan yang entah. Pikirannya berkelebat dalam ketidakjelasan. Mulutnya nyaris tak bisa digerakkan seperti biasanya. Hatinya sangat tenang dan kemarahan dalam dirinya mendadak lenyap.

Suara kereta mulai terdengar semakin mendekat. Juga lolongan anjing dari kejauhan. Angin berembus tiba-tiba. Suasananya begitu menenangkan dan jalanan yang begitu kosong, membuat seketika ingin tertawa terbahak-bahak.

Hanya saja, ia tak juga bisa tertawa. Sekeras apa pun dirinya mencoba. Air matalah yang malah keluar.

Begitu deras. Bukan untuk orang mati yang ada di bawah kakinya. Tapi untuk dirinya sendiri.

DUNIA YANG BENAR-BENAR ANEHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang