Bagian 4

13 0 0
                                    

"Kenapa?" tanya ibu yang menyadari sikap ku.

"Tidak, tidak ada." Aku kembali menatap jalan, menghela nafas cukup panjang. 'kumohon jangan, kali ini tidak lagi. Biarkan aku tenang.'

Rasanya kali ini awan mendung datang lagi. Mencari celah untuk tenang ternyata sulit. Otakku tak berfungsi kali ini, hanya ada rasa takut yang mengerubungi. Yaa aku takut, lagi.

Tak banyak yang ku lakukan hari ini, sudah kubilang rasanya otakku tak berfungsi. Yang bisa ku lakukan hanya melamun dan menunggu kabar orang yang ku lihat siang tadi. Sambil berharap orang yang ku tunggu memberi ku kabar yang baik.

Walaupun aku tahu bahwa sesungguhnya berharap pada manusia adalah sesuatu yang jauh dari kata baik.

Drrrtttt

Rey..

"hallo.."

"Hei honey, maaf baru menghubungimu, client ku kali ini membuatku gila.. dia benar-benar menyita waktuku.."

"Yaa.."

"Kau marah?"

"Tidak. Rey.."

"Yes honey?"

"Bawa aku pergi."

Rey hanya diam memandang jalan sambil sesekali melihat ke arahku, sedari ia menjemputku ia tahu bahwa keadaan sedang tidak baik-baik saja. Ia terus bertanya dan tak melepas genggamannya dari tanganku. Aku suka tapi tidak mengurangi rasa takutku.

Ia menepikan mobilnya di pinggir jalan yang sepi. Aku tahu kalau dia juga tidak tahu mau membawa ku kemana. Memposisikan tubuhnya menghadap kearah ku yang masih menatap lurus jalanan sepi itu. 'kenapa?' adalah kata yang sedari tadi ia ucapkan. Rey masih menungguku bicara, tapi rasanya aku bingung harus memulai dari mana. Aku ini hanya takut, dan tidak seharusnya begini.

"Aku hanya takut.." menatap matanya yang dipenuhi tanda tanya.

"Apa yang kau takuti?"

"Entahlah.."

"Bicaralah Aeera.."

"Jangan tinggalkan aku." Ucapku memeluknya. "Setidaknya sampai aku benar-benar siap menerimanya."

"Aku tidak akan meninggalkanmu, sayang."

Dan bulan berikutnya aku baru menyadari bahwa kata-kata Rey malam itu hanya sebagai penenang. Aku membencinya. Sangat membencinya.

~~

Emil, Sasa dan Arya mengunjungiku diwaktu yang bersamaan, rasanya ini hal yang paling menyenangkan. Ku kira begitu. Acara kecil ini sebenarnya Rey buat untukku, entah tujuannya untuk apa aku juga tidak tahu. Pesta minuman yang ia buat bukan hanya sekedar dibuat untuk kesenangan tapi juga kekecewaan.

"Bolehku pinjam Aeera kalian?" Kata Rey pada Emil dan juga Sasa. Konyol, ia selalu bisa membuat orang lain tertawa dengan kebodohannya.

"Silahkan tuan." Jawab Sasa dan Emil tertawa sambil berlalu pergi.

"Ada apa tuan?"

"Aeera.."

Aku masih menunggunya dengan senyuman dengan ia yang terlihat diam memikirkan sesuatu.

"Aku akan ke New York minggu depan."

"Berapa lama?"

Ia hanya menggeleng kepalanya, wajahku berubah 180 derajat. Apa maksudnya? Ia ingin meninggakanku disini?

"Kau tahu client ku mengajakku untuk bekerja sama di salah satu perusahannya yang ada di NewYork, dan mau tidak mau aku harus pergi kesana untuk menjalankannya."

"Bagaimana denganku?"

"Kau ikut denganku." Sambil menggenggam tanganku.

"Kau tahu aku tidak akan pergi kemana-mana Rey, kau sangat tahu itu!." Kataku yang sudah menaikan nada bicara ku. "Apa client yang kau maksud itu Andita Tara Pranova?"

Aku tahu ia terkejut mendengar nama itu, yaa ia wanita yang waktu itu pergi ke sebuah toko perhiasan bersama Rey. Dia seorang model internasional dari Indonesia, siapa yang tidak kenal dia. Aku bukan wanita bodoh yang diam saja saat orang lain menyakitiku, mempermainkanku. Tapi ku kira itu hanya pikiran bodohku saja. Tapi ternyata tidak, hari ini dia membuktikan bahwa semua itu benar. Tara adalah anak konglomerat dari Yohan Aditya Pranova pengusaha terkenal yang namanya sudah melalang buana ke kancah internasional.

"Kau ingin menikahinya disana? hah?"

"Aeera dengarkan aku, ini hanya masalah pekerjaan. Sudah ku bilang kau bisa ikut bersamaku."

"Untuk dijadikan asisten pribadimu? Menyiapkan pernikahan untukmu? Begitu?". Aku benar-benar muak dengannya.

"Aku menyayangimu Ra, sangat."

"PERGI DAN BAWA SAYANGMU ITU, BAJINGAN."

Semua mata tertuju padaku. Aku meninggalkan tempat itu menyisakan Rey yang diam terpaku serta orang-orang yang terlihat bingung kearahku.

Brengsek. Nyatanya, tidak ada manusia yang benar-benar siap menerima kekecewaan.

AeeraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang