(10). Berawan

826 80 26
                                    


























































Hari-hari Irene sebagai guru pembimbing Seulgi rasanya telah banyak mendung. Kehadiran YooA yang setia di samping murid bimbingnya itu tentu membuat Irene sedikit tidak nyaman. Bukan Irene tidak menyukai YooA, bukan. Irene tidak akan mungkin tidak menyukai YooA dengan karakter ceria nan hangatnya itu. Hanya saja celotehan dan cerewetnya gadis berponi ini sedikit membuat Irene kacau.

Fokusnya banyak terbagi. Antara terganggu, kurang suka, dan entahlah, Irene merasa YooA menyukai Seulgi. Terlihat bagaimana cara gadis itu selalu saja punya banyak cibiran yang sayangnya lembut kepada Seulgi. YooA sering kali memberikan perhatian lebih pada sipit berandal itu. Dan bahkan gaya menatap YooA bagi Irene bermakna dalam.

Oh! Irene merasa pusing. Adanya YooA menambah penuh beban pikirnya.

"Gi!! Kok gitu!?"

Suara pekikan YooA betul-betul menyentak Irene dari khayalnya di siang hari itu. Irene menoleh, wajahnya sedikit masam tanpa senyum. Tingkah ajaib gadis ini suka membuat jantungan. Irene tidak mengerti YooA lagi. Pusing rasanya.

"B aja kali ah! Tuli lama-lama gue nih." Kernyitan Seulgi cukup dalam memang ketika memandang YooA. Tapi Irene tahu benar, Seulgi tidak bisa memarahi gadis itu. Seolah ada sebab yang tidak bisa dijelaskan, diatas sikap Seulgi yang teramat dingin dan tidak bersahabat.

Irene merasa hatinya semakin berawan. Memikirkan Seulgi dan YooA, hanya menimbulkan rasa sesak di dalam dadanya. Irene sungguh tidak mengerti, kata Seulgi mereka hanya berteman, tidak ada hubungan lebih. Tetapi seolah ada sesuatu yang membuat kerja pikir dan hatinya saling bertolak belakang, Irene jadinya semakin terikat bimbang.

Seulgi bagi Irene sangat sulit bersosialisasi. Teman kumpulnya sejauh ingatan Irene, hanya Junel dan Riza. Berlandas karakter ngeri yang terpasang di wajah itu, membikin banyak manusia sedikit enggan berteman. Mereka takut akan perangai keberandalan Seulgi.

Ketika kemudian YooA tiba. Berceloteh banyak, ceria dan sikap manja. Realitanya Seulgi tidak terusik. Irene mengangkat alis tak habis pikir. Ada hembus napas lelah menguar. Semua rasanya tidak masuk akal.

"Ya elo sih mageran. Diajak makan ga mau, dasar pemalas!" YooA menjewer telinga Seulgi. Irene sampai terkejut, mata bulatnya membola. Hanya YooA manusia satu-satunya yang membuat Seulgi bungkam tanpa balasan. Tanpa amarah. Tanpa makian khas seorang Kang Seulgi.

Ya sudah, Irene lelah dan terlalu letih hati mencerna semua. Ia ingin istirahat sebentar. Suara nyaring YooA sering membuat telinganya berdengung. "Gi, pelajaran sampe disini dulu buat hari ini. Aku pulang ya?" Irene ingin meraih kedua tongkat bantunya yang tergeletak di samping. Tatkala kemudian Seulgi mengambilnya terlebih dulu. Seolah menahan keinginan Irene untuk pergi.

Seulgi mengangkat alis, memandangi guru pembimbingnya sedikit bingung. "Cepet amat pulangnya? Ga biasa. Kenapa?" Tanya Seulgi, bergerak berpindah duduk di samping Irene. Tak peduli banyak pada YooA yang mencebik  menatapnya.

Irene mendebas, sorot matanya terlihat kurang minat. "Nggak kenapa-kenapa. Bener kata YooA, mending kamu pergi makan dulu, udah siang hari lohh ini" kata Irene sedikit menyindir Seulgi. Entah kalau si sipit ini menyadarinya atau tidak.

"Makan bisa sebentar. Tapi mapel matem harus tetep lanjut. Udah bagian sin sin kalo ga salah"

Irene menggeleng, berusaha sabar. "Masih bisa belajar hari lain kan? Lagian kamu udah lumayan ngerti beberapa rumus"

Seulgi mengernyit, decak tak senang hati. "Lo ga boleh makan gaji buta. Tugas lo belum kelar" Seulgi berjalan sedikit jauh, dan dengan kurang ajarnya meletakkan tongkat bantu Irene disana. Ia berniat membuat Irene tak berdaya pada keadaan. Dan kembali duduk di samping guru pembimbingnya dengan sangat tenang. Seulgi menarik buku ajar matematika dari Irene.

Meski sebenarnya tak bergairah, Seulgi tetap membacanya.

Irene melengos. Memandangi taman belakang sekolah tiada semangat. Gadis mungil itu kembali menoleh pada Seulgi di sampingnya. Mencuri pandang lebih dalam melihat keadaan YooA yang ternyata sibuk bersama ponselnya. Sedikitnya Irene merasakan ketenangan.

"Ck! Susah Rene. Ada huruf sama angka kuadrat gajelas dari mana"

Irene tiba-tiba saja tersenyum menatap Seulgi. Wajahnya sudah terlalu suntuk menatap rangkai angka rumit dalam buku. Meski begitu, Seulgi tampak menggemaskan. Pipi yang suka menggembungnya mencuat lagi. Irene disambar gemuruh ceria. Semakin mengenal Seulgi, semakin Irene tidak percaya manusia sipit ini adalah si berandalan ngeri.

Irene menyerong tubuh, agak terkejut ketika Seulgi tanpa diminta mendekatinya lagi. Kemudian menunjuk-nunjuk isi buku bersama kening mengernyit. Mungki sebentar lagi akan kesal. Ya, Seulgi sependek itu sumbu emosinya.

"Coba lo liat, masa awalnya huruf malah totalnya angka. Terus itu lagi, ngapain kuadrat pake nyempil? Di awal ga ada kan ya? Bener-bener ga masuk akal"

Irene tertawa kecil. Menuai tolehan tak mengerti dari Seulgi. Lantas saja Irene mendorong dahi Seulgi pelan. "Sembarangan ga masuk akal." Irene tertawa lagi, memandangi buku. "Ibarat punya masalah, kamu harus tau dulu, apa penyebab dari masalahnya ini. Ngapain ngomel-ngomel ga jelas gitu?" Irene tertawa lagi.

Tidak mengerti kenapa, Seulgi malah salah tingkah. Suara tawa Irene sedikit mendebarkan. Karena semakin banyak gadis itu tertawa, Irene menjadi lebih cantik. Manis senyumnya, indah lengkung matanya, juga pesona gadis ini, betul-betul membuai Seulgi. Demi apapun, Irene menciptakan keheningan terhadap Seulgi. Sibuk menikmati anugerah indah yang Tuhan titipkan pada salah satu mahluknya ini.

"Jangan bengong he, liat disini. Aku jelasin" kata Irene dan memulai penjelasannya.

Tetapi Seulgi tetap saja tak mengerti. Meski Irene sendiri telah menjelaskan tiga kali banyaknya. Namun otak Seulgi tak merespons cepat. Kurang berkompromi. Membuat Irene terpaksa menarik buku dan memeluknya erat. Mendirikan tameng agar murid bimbingnya tak menarik sembarangan dan berbuat semena-nya.

Seulgi sudah tentu mengernyit. Terkejut ketika Irene terlihat menyerah, bukan suatu kebiasaan guru pembimbingnya. "Lohh, kok udahan?"

"Nanti aja. Kamu ga fokus. Pasti laper" Irene menatap Seulgi menuntut.

Seulgi berpikir sejenak, dan berucap santai, "Yaudah, yuk makan"

YooA yang mendengarnya jadi mendelik, tidak terima. "Tadi aja gue ajak gamau."

Seulgi berdecak. "Yaudah bertiga kita"





Irene tadinya sudah mulai cerah, justru dengan  mudahnya Seulgi membuatnya kembali merasakan mendung.















TBC...

Sori untuk chapt kali ini jikalau tak memuaskan. Seriussss weh ga tau mau nulis dari mana, bingung🌚 tapi semoga kalian tetep suka😌



FiraMokoagow_  here 😊☝️

Frontal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang