(11). Tuai Rindu

599 57 15
                                    





































































Terlalu pagi, sekitar pukul enam lewat Junel telah sampai di sekolah. Sebenarnya ada alasan berarti di sana. Tepat pada dasar tangga lorong kelas yang setiap harinya Jisoo lewati. Junel tak bisa menahan, ia ingin melihat Jisoo. Menjadi tumpuan perlu gadis manis itu, ingin, teramat sangat. Karena jangan Riza, Junel tahu teman pemabuk tak terhentikan seperti Riza tidaklah pernah serius dalam hubungan layaknya berpacaran.

Baiklah, maafkan Junel. Maafkan dengki yang bersifat cemburunya itu. Tapi, Jisoo telah ada, merasuk paksa dalam hunian hatinya, sejak kali pertama gadis itu mencapai matanya, Junel telah jatuh. Rela menunggu pagi, dan cepat keluar kelas demi bisa bersama Jisoo.

Gadis itu, Junel rindukan.

"Nak Junel, kan?"

Kepala Junel berpindah dari layar ponsel. Suara bariton tenang menarik atensinya. Rupanya, papa dari gadis yang mencampur-adukan rasa hati seorang Junel, kini ada di depannya. Tersenyum ia, ramah sekali.

"Oh iya ini Junel. Om Kim, kan?" Cowok pemilik senyum yang katanya termanis seantero siswa SMA Garuda itu terkekeh kecil. Tak memungkiri kalau sebetulnya, Junel gemas ingin bertanya, sebab tak ada Jisoo disamping papanya.

Junel terkepung debar risau, rindunya untuk bertemu sepertinya belum kesampaian.

"Iya ini Om, kirain kamu lupa." Kekehan papanya Jisoo menyembur pelan. Pria yang punya beberapa titik seduplikat Jisoo itu lanjut bicara, "Om mau tanya, kamu sekelas sama Jisoo ga?"

Junel menggeleng, "Enggak om, Junel IPA B, kalo Jisoo A" katanya bersama jereng gigi yang belum runtuh.

Papanya Jisoo berohria. Pria dewasa itu tersenyum lepas, sambil merogoh sesuatu dalam saku celananya. "Om mau kasih ini, boleh ga titip di kamu?"

Ada sepucuk surat yang demi apapun memutus segala harapan Junel agar bisa bertemu Jisoo. "Jisoo sakit, om?" Sayangnya cowok ini tidak bisa menahan rasa penasarannya. Junel meringis ketika sadar ia terlalu ikut campur.

"Iya nak. Demam. Jadi ga napsu makan dari kemarin dia, jadi om mau titip surat izin sakit ini ke kamu, boleh kan?"

Memang, surat izin yang papa Jisoo percayakan pada Junel berpulang tanpa rusak pada wali kelasnya. Tapi cowok itu sungguh tak berniat menunggu Jisoo untuk sembuh agar dapat bertemu.

Junel segera pulang sebelum waktu tetap sekolah. Perangai manis dan ceria akan sosok Junel tak pernah menjaminnya untuk tak berbuat kenakalan. Sebab, berteman dengan jagoan tawuran layaknya Seulgi, serta si raja botol seperti Riza, tidak akan membuat Junel sebaik kelihatannya, meski ulahnya tak sama luar-biasanya dengan dua temannya itu.

Junel tidak pulang ke rumahnya. Tapi rumah Jisoo. Gadis itu sempat mengatakan di mana alamat tempat tinggalnya sewaktu mereka bersama saat istirahat.

Cuma, suasana rumah Jisoo dengan pagar putih rendah itu terlalu lengang menurut, Junel. Tidak ada satu dari beberapa jendela yang membuka pada rumah bertingkat itu. Belum lagi pagar rendah putih rumah Jisoo, ada slot besar menggantung. Gorden tidak terlihat disibak. Seperti tidak ada orang.

Junel mencoba mengecek alamat rumah Jisoo sekali lagi, namun tidak ada yang keliru. Alamat itu benar, sesuai dengan yang Jisoo ucapkan tempo hari. Apa gadis itu berbohong?

Tapi tidak mungkin.

"Eh pak, permisi," Seseorang melintas dihadang Junel cepat. Junel sempat melirik rumah bercat krem, lantas ia bertanya. "Ini benar kan alamat rumah keluarga, Kim? Yang anaknya Kim Jisoo?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Frontal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang