Chapter 4 (End)

940 103 60
                                    

Jinling terbangun sambil memekikan suara “SIZHUI!!”

“A-Ling kamu tidak apa-apa?”

Jinling menoleh dan memandang orang itu. “Jiu jiu...” Panggilnya pada paman Jiang Cheng.

“Sizhui mana hah...” Jinling mulai panik.

“Tenang dulu A-Ling lihat paman!” Jiang Cheng memegang pundak keponakannya itu.

“Tidak! SIZHUI......dimana SIZHUI....” Jinling berdiri dan mulai histeris, dia memanggil Sizhui di setiap sudut kamar.

“Sizhui gee dimana kamu jangan bercanda padaku SIZHUI.....SIZ....”

PLAKK!! Tamparan Jiang Cheng mendarat di pipi Jinling.

“BISA TENANG TIDAK DENGARKAN PAMAN....!” Teriak Jiang Cheng.

Jiang Cheng memegang bahu Jinling dan mengoyang-goyangkan tubuhnya, Jinling mulai menangis dan paman Jiang Cheng memeluknya erat.

Jinling melihat layang-layang matahari buatan Sizhui untuknya di atas meja, dia langsung mengambil layang-layang itu dan memeriksanya lebih teliti lagi di bagian paling bawah tepatnya di ekor layangan. Diekor layangan tersebut terdapat rangkaian huruf yang bertuliskan,  “Matahari kecilku Jin Ling.” Membaca itu Jinling makin menangis tersedu-sedu.

Paman Jiang Cheng hanya bisa menghela nafas dan mengelus-elus kepala keponakan yang hancur lebur hatinya.

“Karena kau sudah bangun mari kita ke aula Gusu disana jasad Siz....”
Belum sempat paman Jiang Cheng menyelesaikan bicaranya Jinling sudah berhambur keluar dan berlari sekuat tenaga menuju aula Gusu yang ada di atas sana.

Jinling menaiki tangga batu satu demi satu dengan menangis tanpa henti, dulu dia bisa melaluinya bersama Sizhui dengan mudah tapi hari ini begitu berat bahkan kakinyapun terasa berat.

Sesampainya di puncak dengan terengah-engah Jinling berjalan dengan langkah gontai, tampak suasana berkabung melingkupi aula Gusu Lan. Jinling membuka pintu kayu besar itu tampak disana Jingyi dengan perban di kepala dan badannya, Hangungjun yang tampak penuh luka dan beberapa murid senior gusu yang terluka berat.

Tampak paman Wei Wuxian mendekatinya dan langsung memeluknya erat, tapi Jinling segera melepaskanya. “A ling...” Wei Wuxian hanya bisa membiarkan Jinling terus melaju menuju peti jenazah itu.

“Ling-ling...” Terdengar suara Jingyi yang hanya bisa menunduk dan tak kuasa melihat adegan itu.

“Jin Ling....” Dengan suara datar Hangguang Jun menatapnya.

“A-Ling...” Terdengar suara lembut paman Ayao yang bahkan tak ada senyum palsunya disana.

“Tuan Muda Jin." Zewujun pun ikut menyumbangkan suaranya.

“Tu...tuan mu...muda Jin.....Ling..” Paman Wenning terbata-bata.

“A-LING..” Paman Jiang Cheng berhasil mengejar Jinling sampai ke aula.

Jinling terus berjalan, langkah kakinya berat, hatinya sakit, otaknya kosong, suaranya sudah hilang, untuk bernafaspun enggan dia lakukan. Sedikit demi sedikit dia menuju peti untuk orang mati itu. Bulir-bulir air matanya makin deras mengalir hingga memburamkan penglihatannya. Ketika pada akhirnya dia tepat berada di depan peti mati yang tidak di tutup itu. Dia menghapus air matanya, mengelap ingusnya dan  memberanikan diri melongok ke dalam peti mati itu.

Seakan dihujam oleh puluhan pedang dan ratusan anak panah hati Jinling sakit, sangat sakit. Tangan kanannya mencengkeram kening dan sebelah matanya. Air matanya tak terbendung lagi mengalir deras melihat wajah pucat Sizhui yang tenang di dalam peti itu.

A Butterfly Waiting For Its Little Sun To DisappearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang