Berita virus Corona sudah menyebar dan menggemparkan setanah air. Komplek Bigjyp, yang biasanya seramai pasar, kini jadi sesepi kuburan. Walaupun penghuninya sedikit—tentu kalian tahu komplek ini diisi oleh oknum-oknum yang memiliki tingkat kewarasan dibawah rata-rata.
Namjoon, selaku Pak RT resmi di blok A komplek Bigjyp menghimbau agar para penghuni setempat diharapkan tidak keluar dari rumah ketika libur. Percuma kalau sudah diberi libur tapi malah dipake jalan-jalan. Nyari penyakit itu namanya!
Para penghuni komplek Bigjyp menyepakati berbagai aturan dari Namjoon; mulai dari tetap diam di rumah, jangan sering berkumpul bersama, menjaga kesehatan dan kebersihan, tidak lupa mencuci tangan setelah melakukan aktivitas tertentu. Mereka juga serempak jadi waras menghadapi kondisi saat ini.
Tapi kondisi begini benar-benar membosankan bagi Sana, nyonya Anawarma. Saking waspadanya dari virus bernama covid-19 tersebut—Sana sampai nggak terlalu banyak interaksi dan skinship dengan suaminya, Daniel.
Bahkan sekarang, tidur di satu ranjang aja mereka jadi dibatasi sama guling.
Padahal biasanya mereka lebih dari sekadar nempel.
Ehm... Jangan berpikir aneh-aneh.
Berkali-kali Sana mencoba memejamkan mata, namun gagal maning gagal maning. Efek nggak dikelonin suaminya; makanya Sana susah tidur. Daniel sendiri yang meminta supaya untuk sementara mereka tidak terlalu sering bersentuhan, sebab Daniel sedang flu. Daniel hanya tidak mau sakitnya menular pada istrinya, juga sebagai bentuk waspada kalau-kalau dia kena virus mematikan tersebut...
Suami yang baik. Sebenarnya Sana sama sekali tak masalah. Sana rela tertular virus apapun, asal Daniel yang menularkannya. Bertahun-tahun Sana kan sudah tertular virus cinta Daniel.
Dasar mereka, orang tua bucin.
Sana melirik Daniel di sampingnya yang sudah terlelap dengan pulas sejak satu jam yang lalu. Wajah tampannya tampak begitu damai. Pemandangan yang selalu Sana syukuri setiap harinya.
Biar Sana ular berbisa, ibu-ibu satu ini cinta banget sama suaminya.
Sana akhirnya memilih beranjak dari tempat tidur, lalu berjalan keluar pintu kamar menuju dapur. Di sana, wanita itu menyeduh secangkir teh hangat dicampur madu, minuman kesukaannya. Sepertinya malam ini dia akan begadang dengan menonton film saja.
Setelah membuat teh hangat, Sana hendak melenggang ke ruang tamu, dan sempat melewati kamar putri bungsunya, Yuna. Sayup-sayup Sana mendengar suara nyanyian dari kamar anak itu. Entah mengapa Sana jadi parno—berpikir bagaimana jika yang menyanyi itu hantu? Tetapi, enggak mungkin, sepertinya memang Yuna yang bernyanyi. Daripada berspekulasi negatif lebih jauh, Sana memutar knop pintu kamar Yuna, dan langsung bernapas lega ketika melihat rupanya benar Yuna. Anak itu masih terjaga, terbeliak tertangkap basah oleh ibunya sedang tengkurap di atas tempat tidur sambil menonton music video di laptopnya.
"Adek, kenapa belum tidur?" Sana melipat tangan di dada, menatap dengan pandangan menuntut pada putrinya.
Yuna segera menegakkan posisi tubuhnya, lantas meringis, "lagi nonton, Mih. Maaf, lagipula besok kan, libur. Dua minggu lagi."
"Oh, iya. Mimi lupa kamu besok libur."
"Mimi sendiri kenapa belum tidur?"
"Nggak bisa," jawab Sana sambil berjalan mendekat, lalu duduk di tepi tempat tidur Yuna. "Mimi nggak bisa tidur kalau nggak dikelonin Pipi. Gara-gara virus ini Mimi nggak bisa banyak nempel-nempel Pipi kamu. Nyebelin," bibirnya mengerucut, "Corona bikin merana."
Lucu sekali melihat raut wajah ibunya yang memelas. Yuna curiga ibunya pakai formalin sehingga tetap awet muda—tampak seperti remaja. Sama sekali tidak terlihat jika beliau sudah memiliki tiga anak yang sudah besar. Yuna terkekeh, kini dia tahu dari siapa sifat manjanya menurun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Masa Gitu?
FanfictionRated: 14+ Jangan buka cerita ini. Kalau nggak mau humor kamu rusak.