Panjat Pagar

106 21 4
                                    

Mending gue muncak ke gunung deh daripada harus manjat pagar gini cuma gara-gara lo!

"Jangan pergi! Kasihan nyokap di rumah masih sayang sama lo. Woy, lo denger gue ngomong gak?" Albert berteriak pada pria berkacamata yang perkiraan umurnya 3 tahun di atasnya.

"Tuli gue," Ujar pria yang sedang didebat oleh Albert.

Rahangnya mengeras. Belum sempat tinjuan Albert mengenai pelipis pria itu, bogeman telak lebih dulu mengenai perutnya.

Buugghhhhh.

"Segitu doang kan kekuatan lo? Pantes Nyokap lo lebih nurut sama gue daripada lo, karena gue yang lebih bisa ngelindungin dia. Hah, tau gua!"

"Banyak bacot lo!"

Buuughhhhh.

"Stoop! Stooopp! Kak berhenti mukulin kakak yang itu?" Seorang cewek berusaha menarik lengan baju pria yang berkelahi dengan Albert dari belakang.

"Kak stopp! Kakak itu bisa mati!" Dengan sekuat tenaga, cewek itu menarik tubuh kekar pria yang sedang menindih tubuh tak berdaya Albert, hingga ia yang terjungkal ke belakang karena dorongan dari si pria.

Buuughhh.

"Bangsat lo! Berani cuma nyakitin cewek! Gue tau lo selama ini cuma manfaatin Nyokap gue. Cowok murahan lo!" Seru Albert ketika ia berhasil kembali berdiri dengan pondasi yang kokoh.

"Heh, gue manfaatin Nyokap lo? Oke gue terima. Tapi apa kabar sama lo yang jadi penyebab bokap sendiri meninggal?"

"Jaga mulut lo!"

"Udah ya kak. Jangan berantem lagi!" Bujuk Cewek yang bernama Resya.

"Lo mending gak ikut campur!" Ujar Albert dingin dan tanpa menoleh sedikitpun ke arah Resya.

"Maaf."

"Pergi dari sini sekarang atau gue lapor ke polisi karena tuduhan pencemaran nama baik?" Bentak Albert menunjuk ke arah pria yang masih tegap berdiri di depannya.

"Cowok brengsek!" Cibir pria itu sebelum berbalik tubuh.

"Pergi lo!"

Albert menoleh ke samping dan mendapati cewek tadi yang menunduk dalam-dalam. Bahunya sedikit bergetar.
"Lo kenapa?" Hanya gelengan kepala singkat yang diperoleh Albert.

Bukan Albert namanya, jika ia masih tetap bertanya tanpa melakukan apapun. Ia memegang dagu Resya dan mendongakkannya. Mukanya memerah dan ada air mata. Dia menangis?

"Lo nangis?" Tanya Albert.

"U... Udah tau nangis ma... masih ditanya," ucap Resya menahan air matanya yang ingin keluar.
"Kakak bisa gak sih gak pake ngebentak-bentak? Suara kakak kalo gitu tuh serem tau nggak?"

"Gak tau," ucap Albert tak acuh. Ia berjalan meninggalkan Resya yang masih terdiam, menyadari bahwa seragam sekolah yang ia kenakan sama dengan yang dikenakan cowok itu.

"Kak tunggu. Gue boleh bareng gak?" Gue gak tau jalan ke sekolah."

Albert menghentikan langkahnya dan menatap Resya dengan saksama, "Lo sekolah di?"

"SMA Gravero kak. Kakak juga kan?" Tanya Resya berusaha sopan.

"Hm."

"Gue bareng ya kak."

"Cepet! Telat," peringat Albert dingin.
Ia mengenakan helm dan menaiki motornya.
"Jadi gak?"

"Eh, iya kak jadi." Resya menaiki motor cowok yang sama sekali belum dikenalnya, bahkan sekedar nama pun ia belum tau.

ALSYA [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang