BAGIAN 4

674 29 0
                                    

"Kakang, lihat...!" tunjuk gadis berbaju biru sambil menghentikan kudanya.
Dua orang penunggang kuda itu bergegas berlompatan turun. Gerakan mereka sungguh indah dan ringan. Hanya sekali lesatan saja, mereka sudah sampai di dekat mayat yang tergeletak di tengah jalan. Kening mereka jadi berkerut begitu mengenali mayat ini.
"Kakang, bukankah dia yang menggertak kita di kedai tadi...?" pelan sekali suara gadis itu.
"Hm...," pemuda berbaju rompi putih hanya menggumam perlahan saja.
"Kenapa dia bisa sampai mati di sini? Ke mana yang seorang lagi, ya...?" gadis itu seperti bertanya pada diri sendiri.
"Tampaknya ada yang tidak beres di sini. Pandan," ujar pemuda berbaju rompi putih itu, agak menggumam suaranya.
Gadis yang dipanggil Pandan itu hanya menggumam saja. Dia memang Pandan Wangi, yang lebih dikenal berjuluk si Kipas Maut. Sedangkan pemuda berbaju rompi putih yang berdiri di sebelah kanannya adalah Pendekar Rajawali Sakti, yang nama sebenarnya adalah Rangga. Beberapa saat mereka terdiam membisu.
Rangga menekuk lututnya hingga berjongkok di samping mayat Jaran Kadung. Sebentar diperiksanya luka yang membelah dada laki-laki berusia sekitar tiga puluhan ini. Agak berkerut juga keningnya melihat ada guratan biru kehitaman di sekitar luka yang menganga cukup lebar di dada itu.
"Ada apa, Kakang?" tanya Pandan Wangi setelah Rangga bangkit berdiri.
"Sepertinya, aku kenal dengan tanda luka seperti ini," ujar Rangga agak menggumam.
Pandan Wangi hanya memandangi saja wajah Pendekar Rajawali Sakti yang keningnya jadi berkerut cukup dalam. Kemudian, gadis itu ikut berjongkok dan memeriksa luka di dada Jaran Kadung. Namun sebentar kemudian dia sudah berdiri lagi, dan langsung menatap wajah Rangga yang masih kelihatan sedang berpikir keras.
"Luka itu dari Jurus 'Seribu Racun Ular Berbisa', Kakang," kata Pandan Wangi.
"Benar," sahut Rangga. "Tapi apakah mungkin...?"
"Aku tidak yakin kalau Pertapa Goa Ular yang melakukan ini, Kakang," tandas Pandan Wangi, seperti bisa membaca jalan pikiran Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku memang pernah datang ke tempatnya, Pandan," jelas Rangga, agak perlahan suaranya.
"Ya, aku tahu. Kau sudah menceritakannya padaku," sahut Pandan Wangi.
"Dia menginginkan aku agar menjadi muridnya. Tapi kepandaian yang dimilikinya dapat kutandingi dengan jurus-jurus yang kuperoleh dari Satria Naga Emas. Bahkan orang tua itu langsung menyatakan takluk setelah kukatakan kalau ilmu-ilmu yang kumiliki sebagian berasal dari Satria Naga Emas. Dia mengakui kalau semua yang dimilikinya belum seberapa besar dibanding dengan ilmu-ilmu Satria Naga Emas. Bahkan aku diminta memberikan beberapa jurus. Dan salah satunya adalah jurus 'Seribu Racun Ular Berbisa' Ini," Rangga menceritakan pertemuannya dengan Pertapa Goa Ular, meskipun Pandan Wangi sudah mendengarnya.
"Apa tidak sebaiknya kita menemuinya, Kakang," saran Pandan Wangi.
Namun belum juga Rangga sempat menjawab, tiba-tiba saja terdengar derap langkah kaki kuda menuju ke arahnya. Tak lama kemudian, terlihat sekitar dua puluh orang berkuda mendatangi. Tampak berkuda paling depan adalah seorang pemuda mengenakan baju warna kuning. Seutas cambuk hitam berduri tampak tergenggam di tangan kanannya.
"Siapa mereka, Kakang?" tanya Pandan Wangi seperti bertanya pada dirinya sendiri.
Rangga tidak menjawab pertanyaan itu. Sedangkan orang-orang yang berkuda itu sudah demikian dekat, dan langsung berlompatan turun. Kedua pendekar muda dari Karang Setra itu jadi tertegun melihat dua puluh orang ini langsung saja mengepung rapat dengan senjata terhunus.
"Hati-hati, Pandan. Tampaknya mereka datang bukan untuk bersahabat," ujar Rangga memperingatkan.
"Besar juga nyali kalian," desis pemuda berbaju kuning yang memegang cambuk. Pemuda itu salah seorang pembantu utama Iblis Tombak Baja. Namanya, Prabawa.
"Serang...!"
"Eh! Tunggu...!" sentak Rangga.
Tapi orang-orang itu tidak mempedulikan, dan seketika sudah berlompatan menyerang. Rangga dan Pandan Wangi terpaksa berjumpalitan menghindari serangan-serangan yang datang begitu cepat dari segala penjuru. Sedangkan Prabawa hanya memperhatikan saja dari punggung kudanya.
"Lumpuhkan saja mereka, Pandan!" seru Rangga.
"Baik, Kakang!" sahut Pandan Wangi. "Hiya.....!"
Seketika itu juga Pandan Wangi melakukan gerakan-gerakan yang begitu cepat luar biasa. Kedua tangannya bergerak berkelebatan cepat, menyambar orang-orang yang mengeroyoknya. Rangga juga melakukan hal yang sama. Tubuhnya berlompatan sambil mengebutkan kedua tangannya dengan cepat.
Keluhan-keluhan tertahan terdengar saling sambut, disusul bergelimpangannya tubuh-tubuh yang lemas tertotok jalan darahnya. Rangga dan Pandan Wangi memang sengaja membuat para pengeroyoknya lumpuh saja. Dan sebentar saja, dua puluh orang itu sudah bergelimpangan semua tanpa mampu lagi melakukan serangan.
"Setan...!" desis Prabawa menggeram sengit. Hampir tidak dipercayainya kalau dua puluh orang anak buahnya bisa ditaklukkan begitu mudah. Mereka tidak tewas, tapi hanya dibuat pingsan dengan jalan darah tertotok untuk waktu yang tidak terlalu lama.
Ctar!
Prabawa mengebutkan cambuknya disertai pengerahan tenaga dalam yang tinggi ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Tapi pemuda berbaju rompi putih itu tidak bergeming sedikit pun. Bahkan ketika ujung cambuk hitam berduri itu hampir sampai di dada, cepat sekali Rangga mengebutkan tangan kanannya menangkap ujung cambuk itu.
Rrrt! "Eh...?!"
Bukan main terkejutnya Prabawa begitu Rangga membetot cambuk yang berhasil ditangkapnya. Dan Prabawa tak kuasa lagi bertahan, sehingga jatuh bergulingan dari punggung kudanya. Tapi dia cepat bangkit berdiri dan langsung menyentakkan cambuknya. Pada saat yang sama. Rangga melepaskan cekalan pada ujung cambuk hitam berduri itu. Begitu kuatnya Prabawa menyentakkan cambuknya, sehingga tidak bisa lagi menguasai diri.
"Akh.....!" Prabawa Jadi terpekik. Tubuhnya terpental deras ke belakang akibat dorongan tenaganya sendiri yang berbalik arah. Begitu kuatnya terpental, sehingga keras sekali punggungnya menghantam sebatang pohon. Prabawa mengumpat dan memaki sambil bergegas bangun. Pemuda berbaju kuning itu melompat beberapa tindak ke depan, dan menyemburkan ludahnya sambil mengumpat geram. Sedangkan Pandan Wangi jadi tertawa terkikik melihat muka Prabawa memerah geram dipermainkan begitu rupa.
"Setan belang...! Tunggu pembalasanku!" dengus Prabawa geram setengah mati.
Setelah berkata demikian, dia langsung saja melompat naik ke punggung kuda, dan cepat menggebahnya. Kuda itu meringkik keras, lalu berlari kencang secepat angin. Sedangkan Pandan Wangi jadi tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah Prabawa seperti tikus kecebur got melihat kucing.
"Ayo, Pandan. Kita tinggalkan tempat ini," ajak Rangga.
"Kenapa tidak ditunggu saja, Kakang? Dia pasti datang lagi dengan kekuatan besar," sergah Pandan Wangi.
"Kita belum tahu permasalahannya. Pandan. Ayo, jangan cari kesulitan dulu," ajak Rangga seraya menarik tangan gadis itu.
Pandan Wangi tidak berkata lagi, dituruti saja ajakan Pendekar Rajawali Sakti. Mereka berlompatan naik ke punggung kuda masing-masing. Sebentar saja kedua pendekar muda itu sudah melaju di atas punggung kuda meninggalkan tempat itu. Sementara, dua puluh orang yang menggeletak pingsan mulai siuman kembali begitu Rangga dan Pandan Wangi sudah tidak terlihat lagi. Mereka bergegas menghampiri kuda masing-masing, dan cepat-cepat meninggalkan tempat itu.

59. Pendekar Rajawali Sakti : Dewi Goa UlarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang