BAGIAN 6

620 25 0
                                    

Rangga cepat menggerinjang bangkit begitu cahaya matahari menghangati raganya. Pandangannya langsung diarahkan ke tempat Swani tidur semalam. Tapi Pendekar Rajawali Sakti jadi terkejut, karena tidak mendapati Swani di sana lagi. Bergegas kakinya melangkah mendekati Pandan Wangi yang masih tidur di bawah pohon.
"Pandan...," Rangga mengguncang bahu Pandan Wangi.
Sebentar Pandan Wangi menggeliat, lalu menggerinjang bangun.
"Kau tidak melihat Swani?" tanya Rangga langsung.
"Swani...?"
Pandan Wangi segera melayangkan pandangan ke tempat Swani tidur. Tapi putri tunggal Ketua Padepokan Pedang Perak itu sudah tidak ada lagi di sana. Pandangan Pandan Wangi beralih ke wajah Rangga.
"Maaf, Kakang. Aku terlalu lelap...," ucap Pandan Wangi.
"Sudahlah, Pandan. Aku juga ketiduran," selak Rangga cepat.
"Lalu, ke mana dia pergi, Kakang?" tanya Pandan Wangi.
"Hhh...! Swani mengalami guncangan berat. Dia bisa saja berbuat nekat seperti kemarin." desah Rangga agak mengeluh.
"Apa tidak mungkin kembali ke tempat Iblis Tombak Baja...?" lagi-lagi Pandan Wangi bertanya seperti untuk diri sendiri.
"Dia sudah menghancurkannya. Pandan. Jadi, tidak mungkin ke sana lagi," bantah Rangga.
"Kalau tidak ke sana. lalu ke mana perginya....?"
"Desa Menjangan."
"Terlalu nekat kalau ke sana, Kakang."
"Swani bisa berbuat apa saja untuk melampiaskan dendamnya, Pandan. Bahkan bisa membantai satu persatu orang yang terlibat dalam menghancurkan padepokan ayahnya."
"Hm... Bisa-bisa dia dianggap pembunuh tak berperikemanusiaan, dan dimusuhi banyak pendekar, Kakang."
"Itulah yang tidak kuinginkan, Pandan. Tidak semua pendekar bisa menelaah dengan benar. Bahkan bukannya tidak mustahil langsung main tuduh saja, tanpa menyelidiki lagi sebabnya."
"Lalu, apa yang harus kita lakukan...?" tanya Pandan Wangi lagi.
"Kita harus segera menemuinya, sebelum dia bertindak sesuatu yang dapat merugikan diri sendiri."
"Ke mana kita mencarinya, Kakang?"
"Kita lihat dulu ke Goa Ular. Kalau dia tidak ada di sana, lalu langsung ke Desa Menjangan," Rangga cepat memutuskan.
"Ayo, Kakang. Jangan buang-buang waktu lagi," ajak Pandan Wangi
Mereka bergegas berlompatan naik ke punggung kuda masing-masing. Tapi belum juga kuda mereka digebah, mendadak saja dari balik pepohonan bermunculan orang-orang bersenjata panah yang siap dilepaskan dari busur. Rangga dan Pandan Wangi jadi saling berpandangan. Sebentar saja, tempat ini sudah terkepung begitu banyak orang bersenjata terhunus.
Pandangan mereka kemudian tertumbuk pada seorang laki-laki tua berjubah biru. Dia juga didampingi empat orang bersenjata yang beraneka macam bentuknya. Sedangkan orang tua berjubah biru itu menggenggam tombak pendek bermata dua pada kedua ujungnya. Melihat senjata di tangan laki-laki tua itu, Rangga langsung bisa mengenali. Terlebih lagi, di antara mereka terlihat Prabawa yang sempat bertarung sebentar dengan Pendekar Rajawali Sakti.
"Mereka itu orangnya, Eyang." bisik Prabawa seraya menatap tajam, penuh dendam pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm...," laki-laki berjubah biru itu hanya menggumam saja.
Laki-laki tua itu mengayunkan kakinya beberapa tindak ke depan. Sinar matanya begitu tajam, menyorot langsung ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti yang masih tetap duduk di punggung kuda hitamnya yang tinggi dan tegap berotot. Rangga turun dari punggung kudanya, diikuti Pandan Wangi. Kakinya melangkah beberapa tindak ke depan. Sedangkan Pandan Wangi masih tetap berdiri di depan kudanya yang berbulu putih bersih bagai kapas.
"Tindakanmu sudah melewati batas, Anak Muda. Untuk apa membunuh orang-orangku, dan membakar habis tempat tinggalku?!" terasa dingin sekali nada suara Eyang Gorak yang lebih dikenal dengan sebutan Iblis Tombak Baja.
"Maaf, aku tidak mengerti maksudmu, Kisanak," sergah Rangga mencoba ramah.
"Jangan berlagak bodoh kau, Bocah!" sentak Eyang Gorak sengit.
"Aku rasa di antara kita tidak ada persoalan," elak Rangga masih dengan suara kalem.
"Kau telah membuat persoalan denganku, Bocah! Sayang, aku tidak bisa lagi memberimu pengampunan. Kau harus mati karena telah mencampuri urusanku. Dan aku tidak suka pada orang yang senang mencampuri urusanku! Kau harus mampus, Pendekar Rajawali Sakti...!" terdengar lantang suara Eyang Gorak.
Setelah berkata demikian. Eyang Gorak menjentikkan ujung jarinya, dan secepat itu pula melompat ke belakang. Maka sekitar dua puluh orang yang sudah mementang panah pada busurnya, melepaskan anak-anak panah ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Pandan, lepaskan kuda-kuda...! Hup.... Yeah...!"
Rangga langsung berlompatan di udara menghindari hujan anak panah yang meluruk deras ke arahnya. Sementara Pandan Wangi menggebah kudanya, agar pergi jauh dari tempat ini. Kedua kuda itu meringkik keras. Lalu berlari cepat menerjang kepungan beberapa orang. Tampak kuda hitam tunggangan Pendekar Rajawali Sakti yang bernama Dewa Bayu sempat menerjang tiga orang sekaligus, hingga berpelantingan dan tak mampu bangun lagi.
Sementara Rangga terus berjumpalitan menghindari serbuan panah yang datang bagaikan hujan di sekitar tubuhnya. Meskipun tidak menggunakan senjata, tapi kedua tangan Pendekar Rajawali Sakti bagaikan sepasang senjata yang sangat ampuh dan sukar dicari tandingannya. Dengan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega', Pendekar Rajawali Sakti berhasil merontokkan panah-panah yang menghujaninya.
Pada saat yang bersamaan, tampak empat orang bersenjata golok mencoba meringkus Pandan Wangi. Tapi gadis yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu bukanlah gadis sembarangan yang bisa mudah diringkus begitu saja. Sebelum empat orang bersenjata golok itu bisa menyentuhnya, si Kipas Maut sudah bergerak cepat melepaskan beberapa pukulan beruntun disertai pengerahan tenaga dalam penuh.
Jeritan-jeritan panjang melengking tinggi terdengar, disusul ambruknya empat orang yang mencoba meringkus Pandan Wangi. Mereka bergelimpangan dan tak mampu bangkit kembali. Mendengar jeritan-jeritan itu. Rangga sempat melirik ke arah kekasihnya. Maka cepat dia melompat ke arah gadis itu, dan langsung menyambar pinggangnya.
"Auwh...!" Pandan Wangi terpekik kaget.
Dan sebelum Pandan Wangi sempat menyadari apa yang terjadi. Rangga sudah melesat cepat bagaikan kilat melewati beberapa kepala yang mengepung tempat ini. Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Rangga, sehingga dalam sekejapan mata saja sudah lenyap dari pandangan.
"Setan...! Kejar mereka..!" perintah Eyang Gorak lantang menggelegar.

59. Pendekar Rajawali Sakti : Dewi Goa UlarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang