BAGIAN 6

557 29 0
                                    

Sementara itu sepuluh orang yang telah dilihat Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi terus memacu cepat kudanya. Mereka memang anak buah Gagak Ireng yang dikenal berjuluk Penyamun Bukit Tengkorak. Seperti yang diduga Pandan Wangi, di antara mereka memang terdapat Rapasak, adik angkat Gagak Ireng. Dan dari arah yang dituju, jelas kalau mereka hendak ke Bukit Gantang.
Tapi tiba-tiba saja Rapasak menarik tali kekang kudanya, sehingga kuda putih yang ditungganginya berhenti seketika seraya meringkik keras. Sembilan orang yang berkuda di belakangnya, kontan menghentikan lari kudanya. Tampak tidak jauh di depan mereka berdiri seorang pemuda berbaju rompi putih, didampingi seorang gadis cantik mengenakan baju warna biru ketat.
"Pendekar Rajawali Sakti...," desis Rapasak langsung mengenali penghadangnya.
Meskipun Rapasak belum pernah bertemu, tapi dari ciri-cirinya, dia sudah bisa mengetahui kalau penghadangnya adalah Pendekar Rajawali Sakti. Rapasak segera memerintahkan orang-orangnya turun dari punggung kuda. Tanpa diperintah dua kali, sembilan orang yang berada di belakang pemuda itu segera berlompatan turun, dan langsung berdiri berjajar di depan Rapasak yang masih duduk di punggung kudanya. Sembilan orang itu menyandang golok yang terselip di pinggang.
"Kuharap kau tidak membuat kesulitan, Kisanak," kata Rapasak, agak dingin nada suaranya.
"Aku rasa kalian sendiri yang sudah membuat kesulitan," balas Rangga tidak kalah dingin.
"Hm...," Rapasak berkerut keningnya.
"Apakah kalian akan ke Bukit Gantang?" tebak Rangga, langsung.
"Itu bukan urusanmu, Pendekar Rajawali Sakti!" bentak Rapasak lantang.
"Adanya kalian di Kadipaten Wadas Lintang ini, sudah merupakan urusanku," tetap dingin suara Rangga.
"Setan...!" desis Rapasak langsung geram.
Tapi pemuda itu belum juga memerintahkan anak buahnya bergerak. Dia jadi teringat kata-kata Gagak Ireng. Ternyata kekhawatiran Gagak Ireng beralasan sekali, dan sekarang menjadi kenyataan. Pendekar Rajawali Sakti sudah muncul begitu cepat. Dan tampaknya, pemuda berbaju rompi putih itu sudah mengetahui semua yang terjadi di Kadipaten Wadas Lintang ini.
"Kuperingatkan pada kalian semua, tinggalkan kadipaten ini! Dan jangan coba-coba bermimpi untuk menguasainya," tegas Rangga, bernada mengancam.
"Keparat...! Kau tidak bisa menggertak kami begitu saja!" geram Rapasak jadi gusar.
"Aku hanya memperingatkan kalian saja. Tapi jika tetap membandel, kalian harus berhadapan dengan jago-jago dari Karang Setra!" gertak Rangga lagi. "Terutama untuk si Penyamun Bukit Tengkorak...! Katakan padanya! Kalau tetap berada di kadipaten ini sampai besok, dia akan berhadapan denganku!"
"Setan...! Serang dia...!" seru Rapasak menggeram marah mendengar gertakan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiyaaa...!" "Yeaaah...!" Sembilan orang itu langsung berlompatan sambil mencabut golok. Mereka meluruk menyerang Rangga dan Pandan Wangi.
Tak ada lagi kesempatan bagi Rangga untuk mencegah. Sembilan orang itu sudah cepat menyerangnya. Lima orang menyerang Pendekar Rajawali Sakti, dan empat orang mengeroyok Pandan Wangi. Begitu gencarnya serangan-serangan yang dilancarkan, sehingga membuat kedua pendekar muda dari Karang Setra itu harus berjumpalitan menghindari golok-golok yang berkelebatan di sekitar tubuh.
"Hiyaaat...!" Bet! Tring!
Cepat sekali Pandan Wangi mencabut kipasnya, dan langsung dikebutkan untuk menangkis golok yang hampir saja membelah dadanya. Golok itu seketika jadi patah menjadi dua bagian tersabet kipas baja putih yang terkenal maut itu. Dan sebelum pemilik golok itu sempat menyadari, Pandan Wangi sudah mengirimkan satu tendangan keras menggeledek disertai pengerahan tenaga dalam yang hampir mencapai kesempurnaan.
"Yeaaah...!"
Des!
"Aaakh...!" Jeritan keras melengking tinggi terdengar, disusul terpentalnya satu orang yang mengeroyok si Kipas Maut itu.
Sementara itu Rangga juga sudah menjatuhkan dua orang lawannya. Sedangkan, Pandan Wangi kembali melancarkan serangan dengan kipas baja putihnya. Jeritan-jeritan panjang melengking tinggi terdengar saling sambut. Gerakan-gerakan yang dilakukan Pandan Wangi dan Rangga begitu cepat sekali. Sehingga, orang yang mengeroyoknya tidak bisa lagi membendung. Mereka berpentalan terkena pukulan dan tendangan keras dua pendekar muda itu.
Mereka memang bukanlah tandingan Pendekar Rajawali Sakti dan Pandan Wangi. Sehingga dalam waktu tidak berapa lama saja, sudah tidak ada lagi yang sanggup berdiri. Sembilan orang itu bergelimpangan di tanah sambil merintih dan menggeliat kesakitan.
Sementara Pandan Wangi sudah menghampiri Rangga yang berdiri tegak dengan tenangnya. Pandan Wangi membuka kipas mautnya di depan dada. Mereka sama-sama memandang tajam pada Rapasak yang masih berada di atas punggung kudanya. Adik angkat Penyamun Bukit Tengkorak itu tampak terlongong melihat sembilan pengikutnya roboh dalam waktu singkat saja.
"Pergilah, sebelum pikiranku berubah!" dengus Rangga dingin menggetarkan.
Rapasak hanya menatap geram. Sementara sembilan orang anak buahnya sudah bisa berdiri. Tapi mereka tidak memiliki senjata lagi. Semua golok mereka berpatahan, berserakan di tanah. Sembilan orang itu bergegas naik ke punggung kuda, begitu Rapasak memutar kudanya berbalik.
"Katakan pada Gagak Ireng, jika tidak segera angkat kaki dari sini, harus berhadapan denganku!" ujar Rangga lantang.
"Setan...! Hiyaaa...!" Rapasak hanya bisa merutuk saja, lalu cepat menggebah kudanya. Sembilan orang pengikutnya juga memacu kudanya dengan cepat, kembali ke Kota Kadipaten Wadas Lintang.
Sementara Rangga dan Pandan Wangi hanya memandang sampai mereka jauh, dan hilang di tikungan jalan.
"Apa maksud mereka ke Bukit Gantang, Kakang?" tanya Pandan Wangi seperti untuk diri sendiri.
"Mudah-mudahan saja mereka tidak berniat membumihanguskan Desa Gantang," desah Rangga perlahan.
"Apa tidak sebaiknya kita mendahului mereka, Kakang?" usul Pandan Wangi.
"Tunggu saja dulu perkembangannya, Pandan. Aku ingin tahu sikap Gagak Ireng dulu," sahut Rangga.
Pandan Wangi hanya mengangkat bahunya saja. Mereka kemudian melangkah ringan meninggalkan tempat itu. Sementara, malam terus merayap semakin larut. Kedua pendekar muda itu terus melangkah ringan tanpa berbicara lagi.

62. Pendekar Rajawali Sakti : Tuntutan Gagak IrengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang