Naruto mengecup kening istrinya lembut, mereka baru saja mengucapkan ikrar perkawinan didepan seorang pendeta shinto disebuah kuil tua.
Hanya mereka berdua, tak ada orang tua, ataupun kerabat yang hadir disana. Ditengah musim dingin dengan salju lebat ini, mereka menikah.
"Hinata, maafkan aku tidak bisa memberikan pernikahan yang layak untukmu." Naruto memegang pipi Hinata dan menatapnya dalam.
"Tidak apa-apa, aku mengerti." Hinata memegang punggung tangan suaminya itu.
Ia sepenuhnya mengerti akan kondisi Naruto, tentu ini bukan masalah uang. Namun saat ini, Naruto sedang dicari oleh para samurai istana. Tidak mungkin mereka menggelar upacara pernikahan seperti pada umumnya, akan terlalu menarik perhatian.
"Terima kasih sudah mengerti." Naruto mengecup bibir manis itu sekilas.
Mereka menikah, tepat seminggu setelah kejadian ditebing itu.
"Terima kasih atas segala bantuannya." Ujar Naruto pada seorang pendeta dikuil itu. Pendeta itu adalah orang yang sudah membantunya menyiapkan upacara pernikahan sederhana ini.
Naruto dan Hinata membungkuk berterimakasih sebelum pergi dari sana.
"Berbahagialah." Jawab pendeta itu seraya membungkuk sambil menatap kedua pasangan yang baru menikah itu.
"Ayo." Naruto merangkul pinggul isterinya keluar kuil dan melanjutkan perjalanannya.
Naruto memeluk pinggang Hinata erat, memacu kudanya dengan kecepatan sedang. Salju sedang turun dengan cukup lebat, sebentar lagi malam tiba, jadi tak ada waktu untuk sekedar beristirahat. Mereka harus segera sampai ketempat tujuan secepatnya.
"Kau sudah menjadi istriku sekarang." Naruto mengecup pipi Hinata yang dingin.
Hinata tersenyum lembut, dan mengusap lengan Naruto pelan.
Sudut bibir Naruto tertarik keatas, ia bahagia. Sungguh dirinya benar benar jatuh cinta pada Hinata "malam ini, kita akan bermalam di onsen." Naruto mengeratkan pegangannya pada tali kekang kudanya
"Persiapkan dirimu." Bisiknya seduktif, kemudian memacu kudanya lebih cepat.
Hinata diam saja, ia meneguk ludahnya kasar. Benar, malam ini akan jadi malam pertama mereka. Dadanya bergemuruh, tidak menyangka kalau pertemuan singkat mereka waktu itu akan berakhir dengan pernikahan.
.
.
Naruto membawa beberapa barangnya dan Hinata masuk kekamar yang telah disewanya, kamar sederhana dengan futton untuk dua orang dan ada onsen pribadi didalamnya yang dibatasi oleh pintu geser.Naruto meletakan barangnya di pojok ruangan, ia membuka kimononya yang basah dan meletakannya dikeranjang pakaian disudut ruangan.
"Kutunggu di onsen." Ujar Naruto pada istrinya yang sedang berdiri membatu memandangnya yang sedang membuka pakaian.
"B-baiklah." Hinata membalikan tubuhnya, ia belum terbiasa melihat dada telanjang Naruto.
Naruto membuka hakama yang dipakainya dan menyeburkan kaki ke kolam air panas pribadi dikamar itu, rasanya sangat nyaman setelah berkuda hampir seharian diudara dingin penuh salju. Kemudian ia duduk, menyamankan diri selagi menunggu istrinya mempersiapkan diri. Sudut bibirnya terangkat, ia tidak menyangka akan menikahi Hinata secepat ini.
Hinata mengikat rambutnya dengan sebuah tali agar tidak kebasahan nanti. Jantungnya berdegup cepat, ia sudah membuka kimononya dan kini hanya mengenakan nagajuban putih. Ia menarik napas dalam dan membuka pintu geser yang memisahkan kamar dengan sebuah onsen pribadi.
Mata Naruto melihat setiap gerak gerik istrinya, yang membuka pintu geser itu. Rambutnya diikat tinggi memperlihatkan leher putih mulus yang biasa tertutup. Ia tidak mengatakan apapun, dan Hinata mulai membuka nagajubannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
FanfictionPREKUEL DESTINY Hinata Tidak ada hal lain yang diinginkannya, selain hidup tenang bersama dengan Naruto, namun keinginan itu sepertinya harus dibayar mahal olehnya. Naruto Sebesar apapun cintanya pada Hinata. Hinata tidak akan pernah bisa menghalan...