Funeral

2.9K 306 64
                                    

Hinata kembali mengusap air mata dipipinya, namun tiba-tiba saja ia merasa dadanya sakit.

"Khookh." Hinata terbatuk keras, dadanya terasa sesak dan sakit sekali, ia tidak mengerti kenapa rasanya pedih sekali.

Hinata tersungkur, rasa sakitnya semakin menjadi seiring dengan hembusan napasnya.

'Ada apa ini?'

Ia mencoba bangkit dan kembali mencoba membuka pintu.

"N-naruto-kun, kumohon buka pintunya.." Dadanya sesak dan terasa pedih

Ia menggedor pintu itu pelan, berharap ada seseorang yang sudi membukakan pintu ini.

"A-argh" Tiba-tiba saja perutnya terasa panas dan tertekan. Hinata kembali jatuh tersungkur dilantai, airmata berjatuhan kepipinya.

Hinata memegangi perut berisi janinnya.

"N-naruto-kun..." Hinata merangkak kearah meja kecil disudut ruangan, mencari sebuah kuas dan kertas atau kain untuk menulis sebuah surat. Untuk berjaga-jaga jika hal buruk terjadi padanya.

Perasaannya tidak enak, ada yang aneh pada tubuhnya. Sepertinya sesuatu hal yang buruk akan benar -benar terjadi. Namun ia belum sempat menyampaikan beberapa hal pada suaminya.

"Arghhh." Hinata memejamkan mata dan menggigit bibir kuat.

Rasanya seperti tertusuk katana tak kasat mata, ia tak bisa berpikir jernih karena rasa sakitnya.

Hinata memegang sebuah kuas dengan tangan gemetar hebat. Air mata telah berjatuhan kewajahnya sejak tadi.

"S-sakit s-sekali...." Hinata meremas perutnya, ia merebahkan kepalanya diatas meja dan memejamkan mata erat.

Kemudian ia menarik napas dalam dan mencoba menekan rasa sakitnya, lalu ia mulai menuliskan kata demi kata diatas sebuah kertas yang ia temui didalam laci.

Seluruh tubuhnya terasa dikuliti, perut dan dadanya sakit sekali, seperti tertusuk benda tajam.

"Hokkk hhkh" Hinata memuntahkan darah dari dalam mulutnya.

Air mata kian deras mengalir dipipinya, ia tak tahu ada apa pada tubuhnya.

"N-naruto-kun, tolong aku...." Hinata jatuh tergeletak setelah melipat surat yang ditulisnya dan memeluk surat itu dalam dekapannya.

"N-naruto-kun sakit sekali....." Hinata tidak kuat lagi, ia merangkak pelan kearah futton. Rasanya seperti ia akan mati saat ini.

Dengan sisa tenaga yang ia punya, Hinata merebahkan diri diatas futton itu. Jika ia mati malam ini, ia ingin mati diatas peraduannya dengan Naruto.
.
.
Naruto memacu kudanya dengan sangat cepat, rasanya ia hampir terlempar dari kuda saking terburu-burunya.

Tiba-tiba saja ia teringat Hinata, dirinya telah pergi meninggalkan mansion sejak siang hari, dan mengunci istrinya itu didalam kamar, yang artinya Hinata belum makan dan minum sejak siang hari.

Kenyataan itu menohok hatinya yang siang tadi bahkan tidak memikirkan hal itu sama sekali.

"Hinata, maaf..." Naruto berucap lirih, ia menyesali perbuatan kasarnya siang tadi.

Bahkan ia menampar Hinata, hingga istrinya itu tersungkur dilantai. Sungguh ia tidak memahami emosi dalam dirinya. Dalam keadaan sadar, ia akan berpikir jutaan kali untuk melakukannya.

Naruto terus memacu kudanya cepat, meninggalkan para samurai yang tertinggal jauh dibelakangnya. Ia menunggang kuda seperti tak sadarkan diri, kepalanya berdenyut hebat.
.
.
Naruto masuk kedalam mansion gelap itu, melangkahkan kaki cepat kekamarnya, membuka rantai yang membelit pintu, jantungnya berdegup kencang.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang