Slaughter

2.3K 267 16
                                    

"Hinata, bagaimana bila besok kita kemakam orangtuaku?" Ujar Naruto lembut, memeluk tubuh mungil yang memunggunginya itu, menempelkan pundak Hinata pada dadanya.

"Baiklah." Jawab Hinata pelan.

Setelah percintaan panas malam ini, Naruto mengajaknya kemakam orangtuanya. Ia sangat terharu, baru kali ini Naruto mengajaknya untuk kemakam orangtuanya. Jujur saja, selama ini Naruto cukup tertutup jika membicarakan mengenai keluarganya.

Yang Hinata tahu, hanya sekedar orangtua Naruto telah meninggal saat Naruto masih berusia sebelas tahun dan ia hidup bersama pamannya.

"Kau baik-baik saja?" Naruto melihat pundak Hinata yang berbaring membelakanginya bergetar.

"Aku baik-baik saja." Hinata mengusap airmatanya pelan, ia hanya terharu saja.

"Kenapa menangis?" Naruto membalikan tubuh Hinata yang memunggunginya dan mengecek seluruh tubuh Hinata yang berada didalam selimut.

Tidak ada luka, bagian 'itu' memang memerah karena percintaan panas barusan. Apakah sesakit itu hingga Hinata menangis?

"Hinata, katakan apa terasa sakit?" Naruto bertanya dengan serius, ia sedikit bangkit dari posisi berbaringnya.

"Tidak sakit, hanya saja aku sangat terharu kau mengajaku menemui orangtuamu." Jawab Hinata, ia tidak ingin membuat suaminya khawatir. Walaupun dibawah sana memang terasa sedikit ngilu karena Naruto sangat bergairah malam ini, namun bukan itu alasannya menangis.

"Kau membuatku khawatir." Naruto mengusap pipi Hinata lembut.

Hinata merapatkan tubuhnya pada Naruto dan  menyamankan diri dipelukan hangat itu.
.
.
"Siapkan samuraimu besok, serang langsung ke mansionnya. Kerjamu lambat!" Bentak Hashirama pada shogunnya.

Hashirama sudah geram, sudah berbulan-bulan Naruto masih berkeliaran mengurus bisnisnya, bahkan yang ia dengar Naruto baru saja menikah dengan kekasihnya beberapa waktu lalu. Bocah itu menikmati hidup dengan baik, sedangkan dirinya frustasi di istana yang megah ini. Ketakutan akan terbuka kembali dosa masalalunya.

"Baik Tenno-sama." Danzo menundukan kepalanya, selama ini ia memang hanya mengirimkan beberapa samurai untuk mengintai Naruto.

"Buatlah penyerangan ini seperti perampokan." Perintah sang kaisar.

Naruto selalu berurusan dengan para saudagar ataupun para tetua, sangat sulit membunuhnya secara diam diam tanpa diketahui para saudagar dan tetua.

Kaisar ini mulai ketakutan lagi, ck sungguh jika bisa, lebih baik Danzo membunuh kaisar tak berguna ini saja. Ia sudah lelah mengurus semua masalah kenegaraan yang dipindah ketangannya, dan sekarang ia harus membunuh seseorang hanya untuk menutupi kebusukan sang kaksar dimasa lalu.

Namun ada satu hal yang membuat Danzo sedikit bersemangat untuk melakukan penyerangan ini. Baru baru ini, ia mendapat informasi bahwa Iruka ternyata tinggal dimansion itu bersama Naruto. Mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk mengalahkan mantan rivalnya dulu.

"Siapkan pasukan, besok kita menyerang mansion si ketua saudagar itu." Perintah Danzo pada samurai kepercayaanya.

"Baik, Shogun-sama." Samurai itu bergegeas pergi.
.
.
"Jii-san, aku akan kembali nanti malam." Ujar Naruto pada pamannya yang berdiri disana.

"Kami pergi dulu." Ucap Hinata sebelum Naruto memacu kudanya cepat.

Mereka berangkat pagi-pagi sekali kemakam keluarga Naruto, jaraknya bisa dikatakan cukup jauh dari mansion ini jadi mereka akan berangkat secepat mungkin agar bisa kembali hari ini juga.
.
.
Pasukan samurai istana bergerak menuju mansion megah yang berlokasi dipinggir kota itu. Letak mansion yang cukup jauh dari pemukiman lain cukup menguntungkan, berrati hanya sedikit kemungkinan akan ada orang lain yang melihat penyerangan ini.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang