Hinata mengerjapkan kelopak matanya pelan, tubuhnya terasa lemas, dan kakinya sedikit perih.
"Ngh" Hinata meringis pelan.
"Nona, kau sudah sadar?" Ujar seorang wanita yang duduk bersimpuh dipinggir futtonnya.
"S-siapa kau?" Hinata bertanya pelan pada wanita bermata merah itu.
"Aku Kurenai, tabib yang biasa datang kemari, apa kakimu masih terasa sakit?" Tanyanya pelan.
Hinata menggeleng pelan "kau yang merawatku?" Tanya Hinata lagi.
"Iya, kau tak sadarkan diri sejak kemarin." Kurenai membantu Hinata duduk.
"Terima kasih sudah merawatku, apa kau melihat Naruto-kun?" Hinata ingin bicara pada Naruto.
"Aku tidak melihatnya sejak datang kemari." Jawab Kurenai sambil menyelimuti kaki Hinata.
"Aku harus pergi mencarinya." Hinata akan bangkit berdiri, namun ditahan oleh tabib itu.
"Sebaiknya kau beristirahat, kasihan janin dikandunganmu sedikit terguncang." Kurenai menarik tangan Hinata untuk kembali duduk.
"A-apa janin?" Hinata tidak percaya dengan apa yang didengarnya, matanya membola.
"Kau sedang mengandung, apa kau tidak tahu?" Kurenai sedikit heran, padahal kandungannya sudah berusia sekitar empat minggu.
Hinata menangis sambil menggeleng, ia tidak tahu kalau dirinya sedang mengandung. Itu artinya kemarin dirinya berkuda dalam keadaan hamil, bahkan ia jatuh dari atas kuda itu.
"A-apa bayinya baik-baik saja?" Hinata memegang perutnya yang masih rata itu, dada Hinata terasa sesak, apa bayinya baik-baik saja? Airmata mulai menggenang dipelupuk matanya
"Dia baik-baik saja, hanya sedikit terguncang." Kurenai mengelus perut Hinata lembut.
"Yokatta." Hinata mengusap airmatanya, syukurlah bayinya baik-baik saja. Ia harus segera memberitahu Naruto.
.
.
"Kemana semua orang dirumah ini?" Tanya Hinata pada seorang samurai yang berdiri didepan gerbang."A-apa Hinata-sama tidak tahu? Semuanya mati saat pembantaian beberapa minggu lalu." Ujar samurai itu dengan tatapan sendu.
"A-apa?" Hinata sangat terkejut, kepalanya berdenyut saat mendengar itu.
"Jii-san dan semuanya? A-apa yang terjadi." Airmata mengalir dari mata amethystnya, sekarang ia mulai paham akan pembicaraan misterius Naruto tempo hari di hutan Arashiyama.
"Iya, hanya beberapa samurai tersisa. Shogun dan para samurai istana tiba-tiba saja datang menyerang mansion ini." Jawabnya sendu.
Jantung Hinata serasa diremat kuat, napasnya tersendat untuk beberapa saat "dimana Naruto-kun sekarang?" Tanyanya Hinata lirih.
"Naruto-sama tidak mengatakan akan pergi kemana." Samurai itu tidak tega melihat istri tuannya menangis seperti ini "sebaiknya Hinata-sama istirahat saja dikamar, mungkin sebentar lagi Naruto-sama akan pulang."
Hinata kembali kekamar dan memangis terisak disana seraya menekuk lutut, ia mengingat kembali hari dimana pertama kali menginjakan kaki dimansion ini beberapa bulan yang lalu.
Suasana mansion ini terasa hangat, ia merasa seperti memiliki keluarga lagi, namun sekarang mansion megah ini berubah menjadi sepi sekali, tidak ada siapapun disini. Tiga orang samurai yang tersisa berjaga digerbang. Suasana hening, kental terasa menyelimuti seisi mansion.
'Naruto-kun, kau dimana' bisik Hinata dalam batinnya. Naruto pasti sedang sangat kalut saat ini.
.
.•Flash Back•
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
FanfictionPREKUEL DESTINY Hinata Tidak ada hal lain yang diinginkannya, selain hidup tenang bersama dengan Naruto, namun keinginan itu sepertinya harus dibayar mahal olehnya. Naruto Sebesar apapun cintanya pada Hinata. Hinata tidak akan pernah bisa menghalan...