Kita tidak saling mengenal, tapi, mari berkenalan
--Unspeakable._
Kepulan asap dingin dari gelas bening berisi green tea kini tinggal setengah, sudah diseruput sang empu. Sementara gelas satunya berisi Milkshake, masih penuh. Bahkan sekarang banyak bulir-bulir air di bagian luar gelas karena sang pemesan sibuk dengan ponsel.
"Cacing aja teross! Sampe jatuh cinta sama cacing tau rasa!" semprot Sandi galak namun penuh canda.
Wahyu hanya melirik kesal tapi langsung menatap layar ponselnya lagi, menggerakan cacing yang kian lambat dan berat.
"Alah, nyebut kalo sirik," balas Wahyu jengkel.
Sekali lagi Sandi menyeruput ice green tea miliknya, menjentikkan jari dua kali.
"Gak ada kata sirik di kamus hidup gue," ucapnya santai. Dia menyandarkan punggungnya ke kursi kayu yang ia duduki, mengedarkan atensi ke setiap penjuru cafe.
Lian's Cafe, cafe yang nyaman dan adem untuk bersantai bagi kaum remaja SMA. Apalagi tempatnya tak jauh dari SMA Nirwana, membuat hampir setiap jam pulang sekolah cafe ini penuh dengan pengunjung memakai seragam. Selain terdapat spot foto yang bagus, menunya juga tak kalah enak, dan tentunya tidak menguras kantung anak sekolahan.
Atensi Sandi terhenti di satu meja, meja dekat jendela besar yang penuh stiker pohon bambu hijau. Bukan mejanya yang menjadi pusat perhatiannya, tapi pengunjung yang duduk di situ.
"Jihan Shafira. G," gumam Sandi pelan, tapi sanggup menarik perhatian untuk Wahyu.
"Apa, San? Jihan?" tanya Wahyu seraya meninggalkan ponselnya di meja. "Jihan yang anak IPA itu?"
Sontak Sandi menatap temannya itu, menaikkan satu alis.
"Gak tau juga."
"Elah, yang tadi lo sebut nama dia ngapain, bocah?" Wahyu melempar satu kentang goreng yang langsung ditangkap oleh mulut Sandi.
"Cuman nyebut," jawab Sandi ngasal. "Lo tau dia, emang?"
Wahyu yang baru menyedot milkshakenya mengangguk mantap. "Cewek imut kayak dia siapa yang gak kenal? Palingan di luar anak Nirwana yang gak tau."
"Gue anak Nirwana aja gak tau," sahut Sandi, "emang seterkenal itu dia?"
"Gak juga, tapi dia cukup buat hati gue meleber luber karena keimutannya itu."
"Najis," Sandi mengendikkan bahunya jijik mendengar ucapan ngaco Wahyu. Tatapannya kembali pada meja dekat jendela tadi, masih ada di sana.
"Seimut apa sih?" tanya Sandi tanpa melepas tatapannya.
Wahyu mengambil ponselnya, mengetikkan sesuatu di sana. "Nih, seimut ini." Wahyu menunjukkan layar ponsel di depan wajah Sandi.
Sandi merebutnya sedikit kasar, memperjelas penglihatannya. Di layar, terlihat satu postingan foto seorang siswi SMA Nirwana yang selfi di empat grid dengan berbagai ekspresi, dari yang senyum manis, memelet, mengedipkan mata, sampai memperlihatkan lubang hidung. Spontan Sandi terkekeh pelan.
"Dih, ketawa. Bener 'kan gue?" Wahyu menaik turunkan alis. "Awas aja, dia bucinnya gue."
"Oh, saingan aja kalo gitu." Sandi meletakkan kembali ponsel Wahyu di meja, mulai bangkit mengambil tasnya.
"Eh, mau kemana lo?" tanya Wahyu tanpa memperdulikan ucapan Sandi barusan.
"Balik," jawabnya seraya pergi. Dilirik meja dekat jendela sekali lagi sebelum bunyi lonceng terdengar karena Sandi menarik pintunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unspeakable [Terbit]
Teen FictionTerbit. Ini menceritakan tentang bagaimana awal mulanya dasi Jihan Safhira Gergansia terjepit di jok motor Sandi Fauz Sanjaya. Pertemuan yang tidak seperti pada umumnya ini membawa Jihan ke takdir-takdir pertemuan berikutnya bersama Sandi. Dari sif...