👔Unspeakable: Ten👔

6.7K 739 33
                                    

       “Thank u, next. Thank u next, thank u next~”

     Di dalam kamar bernuansa abu-abu itu menggema suara merdu seorang Sandi. Telinganya disumpal earphone sehingga dia tidak akan mendengar omelan Satria di depan pintu nantinya.

    Sejak satu jam yang lalu Sandi tengah mengerjakan pekerjaan rumah pelajaran Sejarah Peminatan. Meski sekarang malam minggu dia bukan manusia awam yang berkoar minta ditemani. Cukup mendengar suara Ariananya, dia merasa dibuai luar biasa.

    “Finally!” seru Sandi heboh sendiri. Pergelangan tangannya serasa akan terkilir jika menulis sebanyak ini setiap hari. Lebih baik ia menggambar selama 10 jam. Padahal sama saja.

   Sambil menguap lebar, Sandi mematikan play musiknya. Dia menyalakan jaringan data dan sedetik berikutnya dia sudah tenggelam di media sosial. Beberapa notifikasi mulai masuk dimulai dari WA, Instagram, Line, PicsArt, VSCO, Pinterest, yang terakhir Facebook. Begitu banyak sampai ia harus mensilent ponselnya.

    Dia membuka Instagram, ada banyak DM tapi yang paling ditunggu balasannya ternyata tidak muncul. Sandi geram sendiri, dia membuka profil orang yang ditunggu DMnya itu.

    “Ada postingan baru!” pekiknya kaget. Dia menekan postingan itu dan seketika tersenyum cerah.

    “Masya Allah, cantiknya.”

    “Siapa yang cantik?” tanya Satria tepat di dekat telinga Sandi.

   “Astagfirullah!” kaget Sandi sampai matanya melotot marah, “bang Sat!”

    Sontak Satria menoyor kepala Sandi kesal dan bersungut sebal, “Pake spasi! Lo kayak ngatain gue jadinya.”

    Tanpa merasa bersalah Sandi melengos, dia sebal sendiri entah karena apa. Satria tidak langsung pergi, dia menyipitkan matanya untuk memperjelas foto yang sedang Sandi lihat.

   “J. Safhira. G. Waduh, apaan nih? Lo lulus dari jomblo legal sejak lahir, Dek?”

    Sandi segera menelungkupkan layar ponselnya di atas meja, menghadap Satria semakin kesal.

     “Ish, apaan sih lo! Minggir sana, kenapa gak malam mingguan sama bucin lo aja? Gak usah recoki deh.”

    “Dih, gua cuman nanya,” elak Satria.

    “Jadi si pink berjalan itu cewek lo beneran?” tanya Satria kepo.

    Bukan menjawab dengan anggukkan atau geleng kepala, Sandi dengan tajam menatap Kakaknya itu. Satria sontak mengacungkan dua jari.

    “Damai, Dek. Iya gue keluar.”

   Satria buru-buru keluar sebelum cowok penyuka Ariana Grande ini melemparnya ke lantai. Meski tak punya ilmu bela diri tapi pukulan Sandi cukup bisa membuat lebam.

   Setelah mengunci pintu Sandi kembali ke meja belajar. Saat mengusap loockscreen postingan foto Jihan yang tengah memakai bando pink berabjad TAEHYUNG warna-warni di atas jilbab cream kembali terlihat.

   Captionnya berupa ucapan terima kasih pada orang yang memberikan bando itu. Tak sengaja komen teratas menarik emosi Sandi.

   @H.arun: Sama2

  “Sial, gue harus bersaing sama Harun lagi?”



👔👔



    “Kok di komen sih?”

    Harun yang duduk menyandar di samping Jihan hanya menaikkan sebelah alis. Cowok itu duduk menyila di sofa sembari memainkan game mobil legend. Membuat rumah ramai oleh umpatan dan berakhir Jihan menampol mulut Harun. Beruntung rumah tengah kosong, jika ada Ibu habis sudah Harun ini.

    “Biarin,” balas Harun acuh. Tangan dan matanya seolah sedang kerja sama demi game itu.

    Jihan mendengkus sebal, padahal dia tidak sebal sama sekali. Justru dia senang. Bando itu memang tidak semahal album terbaru idola Jihan, tapi Jihan tetap senang dan menerima bando itu. Apalagi alasan Harun membelikan karena ingat dengan Jihan yang suka K-Pop.

   “Harun?” panggil Jihan. Mungkin karena tadi terlalu senang Jihan merasakan energinya habis dan perutnya lapar. Yang dipanggil hanya bergumam sebagai sahutan.

   “Gue laper, anter ke toserba kompleks yuk!” ajak Jihan cempreng. Cewek itu bergeser, menarik-narik sweater hitam Harun.

  “Yaaa, ayo cepet. Nanti cacing-cacing di perut gue mati lagi.”

    Harun langsung mematikan ponselnya, menatap Jihan lekat. Wajah memohon Jihan langsung berubah dan ikut menatap Harun lekat. Selama lima detik mereka berdua bertatapan lalu Harun secara tiba-tiba menarik ujung hidung Jihan.

    “Ahk! Sakit, Harun!” jerit Jihan marah. Harun segera bangkit, memasukkan ponsel ke saku sweaternya.

    “Ayo. Dalam waktu lima detik gak berdiri, gak bakal jadi. Satu, du—”

   “Ayo!” serobot Jihan melenggang keluar ruang tamu meninggalkan Harun. Cowok itu tersenyum geli kemudian menyusul keluar.



👔👔



     Karena lokasi toserba dekat Harun memutuskan tidak membawa motor. Sekarang mereka sudah membawa kantung keresek masing-masing. Milik Harun hanya berisi dua buah minuman dan satu snack berbeda dengan milik Jihan. Keresek besar dan penuh dengan segala makanan, minuman, hingga permen.

    “Gendut baru tau,” ejek Harun melihat Jihan begitu semangat menjilat es krim rasa vanila di tangannya.

   Jihan menggeleng kuat, tidak setuju. “Gue sering makan es krim gak gendut-gendut tuh.”

   “Iyalah, rata semua.”

   Buk

   “Aduh!” Harun mengaduh lantas menatap Jihan. Cewek itu memalingkan wajah seolah tak melakukan apa pun. Teman mesum itu harus diberi pukulan agar segera tobat.

    “Harun, gue mau nanya.”

   Suara Harun tidak menyahut, hanya suara gesekan sandal mereka ke aspal yang terdengar. Tapi Jihan tetap mengoceh ria.

    “Kata temen-temen lo suka sama gue. Padahal kan lo temen gue dari SD,” ucapnya gamblang.

   “Ngarang mereka tuh, suka kali sama lo gara-gara lo ganteng. Makanya jadi orang tuh jangan sok ganteng, gue jadi banyak yang kerubungi tau!” gerutu Jihan.

    “Gak usah didengerin apalagi dimasuki ke hati,” ucap Harun santai. Dia mengambil ujung depan jilbab untuk menghapus kotoran di dagu Jihan. Jihan tersenyum kecil membuat mata almonnya menyipit imut.

    “Lo itu temen gue dari kecil, dan sampai kapan pun bakal gitu, Harun.”

   Harun mengangguk mengerti, tangannya mengusap kepala berjilbab Jihan pelan. “Iya, kita cuman temenan.”

    Jihan mengangguk ceria dan kembali melangkah. Berbeda dengan Harun, cowok itu terdiam di tempat sambil menatap sosok Jihan. Hanya teman sejak SD. Benar, perkataan Jihan tidak ada unsur kebohongan. Tapi lain lagi dengan suara hati bukan? Siapa yang tau hati Harun berkata lain?

    “Harun! Ngapain bengong di situ? Ayo cepet!”

   Harun mengedipkan matanya mencari kesadaran. Dia segera mendekati Jihan dan merangkul leher cewek itu penuh keakraban. Bukankah bersahabat lebih baik? Karena Harun bisa leluasa memberikan perhatian pada Jihan-nya tanpa memedulikan status dan rasa cemburu.

    “Minta,” pinta Harun mendekatkan mulutnya ke es krim di tangan Jihan. Jihan menyuapkan tanpa protes lalu tertawa bersama.

    “Makasih ya, udah mau nemenin di rumah. Jadi sayang sama Harun baik dan mancung ini.”

   “Sama-sama, sayang Jihan yang pesek juga!”

   Jika kemarin Jihan ditemani oleh Sandi Fauz Sanjaya dan semangkok mie ayam pangsit, sekarang dia menikmati malam mingguan memakan es krim bersama Gustiana Moh. Harun, cowok paling dingin dan doyan tidur dalam kelas. Yang pasti kesannya berbeda, Jihan tidak gugup ketika di depan Harun tapi di dekat Sandi baru bertatapan dan melihat gingsul cowok itu saja membuat Jihan ingin terbang ke angkasa luas.


👔👔

Unspeakable [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang