Aku membuka pintu flat milik Ernest dengan keadaan setengah sadar dan tergesa. Bibirku masih terpaut dengan bibir manis milik Ernest.
"Lock it," pinta Ernest saat kami masuk kedalam.
Setelah menguncinya aku menyusul Ernest ke kamarnya. Saat menemuinya, Ernest langsung mempertemukan kembali bibir kami berdua. Aku mendorong lidahku ke dalam mulutnya, membuatnya merasakan whiskey yang sebelumnya aku minum tadi.
Ernest menarik kepalanya ke belakang, "You taste like alcohol, Haz."
"Aku tidak peduli, Ernest. Kau lebih memabukkan dari alkohol," pikiranku mulai berkabut.
Aku mengaitkan lenganku pada pinggangnya kemudian menciumnya lagi, beruntung Ernest membalas perbuatanku.
Jemari Ernest terjebak di antara rambut keritingku yang sudah agak panjang. Aku berjalan dan merebahkan Ernest di tempat tidur. Aku menyerang lehernya sehingga desahan Ernest terdengar dengan indah di telingaku. Pengait pada gaun Ermest dapat ku buka dengan mudah, aku menarik gaunnya hingga lepas.
Aku kembali pada bibirnya yang kenyal, melumatnya dengan perlahan dan sensual. Tanganku menggerayangi tubuhnya yang hangat. Saat aku mencapai belakang pinggangnya, aku merasakan sesuatu yang aneh pada permukaan kulitnya, terasa seperti bekas luka. Kemudian Ernest tersentak dan menggigit bibirku dengan keras.
Aku langsung mundur karena kesakitan, "What the fuck?!"
Aku menyentuh bibir bawahku dengan ibu jari, terdapat cairan merah di sana.
Ernest menutup mulutnya, "Oh my God! Harry, I'm sorry. A-Aku tidak bermaksud untuk melakukannya. Maaf, Haz."
Ernest terlihat gemetaran karena panik sementara darahku sudah menetes pada sprei putih milik Ermest. Aku tidak tahu harus melakukan apa.
"Tunggu sebentar, akan ku ambilkan air dingin."
Ernest yang sekarang memakai jubah tidur kembali dengan sebuah mangkuk dengan air bercampur es dan segulung kassa. Dia memotong kassa itu dan mencelupkannya ke dalam mangkuk yang ia letakkan di dekat lampu tidurnya.
Selanjutnya, kassa itu ditempelkan pada lukaku, membuatku mendesis kesakitan.
"Maafkan aku, Harry. Aku kaget," ucap Ernest tertunduk, "Aku kaget kau menemukan bekas lukaku."
Aku mengangkat dagu Ernest untuk menatapku, "Memangnya ada apa dengan lukamu? Kau masih terlihat cantik di mataku."
"Luka itu kenanganku yang paling buruk," mata birunya mulai berkaca-kaca.
Aku merangkul lehernya dan membawanya dalam pelukanku, "Darimana kau mendapatkan luka itu?"
"I got it from my parents."
"How?" tanyaku.
Ernest melepaskan diri dari pelukanku, "Biar ku ganti lagi kassamu," katanya seraya mengambil kassa dari bibirku dan menggantinya dengan yang baru. Darahku sudah berhenti keluar dan bibirku sudah tidak terlalu sakit lagi, tapi terasa seperti mati rasa.
"Ernest, kau bisa cerita tentang apapun padaku," aku membujuknya untuk bercerita tentang kenangan yang mungkin pahit itu.
"Not now, Harry. Maybe someday."
_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_
A/N
Thank you for reading! Don't forget to leave vote + comment :)
Love, Karen xo
KAMU SEDANG MEMBACA
Mask // h. styles [A.U]
Fanfiction"Who are you?" I met her a week ago and she's already my girlfriend now. But, everything about her feels so strange. I'm so intrigued by her. Rated PG-13 Creative Commons (CC) November 2014 by plot-twister