Aku menyalakan ponselku seraya berjalan ke arah pintu flat Ernest. Aku mengetuk pintunya tetapi tidak ada jawaban, aku mencoba memutar gagang pintu dan terbuka.
Jarang sekali Ernest tidak mengunci pintu. Aku melangkah masuk kedalam flatnya, "Ernest? Babe?" panggilku.
"I'm sorry about yesterday, it was really rude," aku meminta maaf.
Sunyi.
Tiba-tiba saja ponselku bergetar. Dad menelponku dan aku langsung mengangkatnya sambil duduk pada sofa.
"Hello?"
"Dimana kau sekarang?" tanyanya dengan tergesa-gesa seperti ingin kehabisan napas.
Dahiku berkerut, "Dad, are you okay? Aku berada di flatnya Ernest."
"Tinggalkan tempat itu sekarang juga!" pinta Dad.
"What? Why? Aku bahkan belum bertemu dengan Ernest."
"Bagus! Jangan sampai kau bertemu dengannya, cepat pergi sekarang juga!"
"Dad, berikan aku penjelasan terlebih dahulu. Jangan bertingkah konyol seperti ini, kau membuatku bingung," protesku dengan kesal.
"Ernest Walberr itu tidak nyata Harry!" seru Dad frustasi.
Aku tertawa, "Lalu menurutmu kekasihku itu hantu?"
"Harry, aku tidak bercanda! Tidak ada orang yang bernama Ernest Walberr dengan umur 20 tahun seperti kekasihmu itu. Ernest hanyalah nama samaran, nama aslinya adalah Evelyn White, seorang psikopat!"
Aku mendengus bosan, "Dad, semalam aku browsing dan Evelyn White yang kau maksud itu sudah mendekam di rumah sakit jiwa."
"Evelyn kabur tiga tahun yang lalu dan kepolisian pusat memberikan tugas itu padaku saat mereka melacak kalau Evelyn masuk ke dalam wilayah tempatku berpatroli."
Entah kenapa aku mulai percaya pada omong kosong yang dilontarkan oleh Dad, "Apa bukti kalau Evelyn adalah Ernest?" tanyaku sambil menelan ludah sehingga jakunku bergerak.
"Evelyn memiliki luka tembak pada pinggang belakang sebelah kanan yang dia dapatkan saat kabur dari rumah sakit jiwa," jelas Dad.
Aku hanya bungkam.
Aku masih ingat betapa jelasnya saat aku merasakan bekas luka pada tempat yang sama di tubuh Ernest, bekas luka yang bulat seperti bekas peluru.
Tingkah Ernest yang cenderung dingin dan kaku. Pribadinya yang penuh misteri. Semua tentang Ernest begitu janggal, dan kejanggalan itu terpampang jelas di depan wajahku selama ini.
Kenapa aku baru sadar sekarang?
Sepertinya perasaanku padanya begitu kuat hingga membutakanku dari kenyataan yang begitu terang benderang.
"Now get the hell out from that damn place, son."
Aku mengganguk dan memutuskan telepon karena tak sanggup untuk berbicara. Dengan tangan yang bergetar aku memutar gagang pintu.
Terkunci.
What. The. Actual. Fuck.
Aku memutar gagang pintu lebih keras dan berusaha mendobraknya.
"Harry, cepat sekali kau pulangnya," suara Ernest mengalun seperti melodi seram dalam film horror, "Bukankah sekarang hari spesialmu? Tak inginkah kau menghabiskannya bersamaku?"
Oh! Aku hampir lupa sekarang adalah hari ulang tahunku. Well, yang terpenting adalah aku harus keluar dari tempat ini.
Aku masih berusaha membuka pintu walau tahu itu tak berguna, "A-aku... Aku membawakanmu hadiah. T-tapi tertinggal di dalam mobil. Tolong buka pintunya, Ernest. Aku ingin mengambilnya sekarang juga," kebohongan keluar begitu saja dari mulutku.
Ernest menampakkan seringai bengisnya, "Aku juga membawakanmu hadiah," katanya sambil mengeluarkan tongkat kayu dari belakang punggungnya, "Happy birthday, sweetheart."
Kemudian aku merasakan sakit pada kepalaku sehingga semuanya menjadi hitam.
_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_
A/N
Thank you for reading! Don't forget to vote and comment :)
Love, Karen xo
KAMU SEDANG MEMBACA
Mask // h. styles [A.U]
Fanfic"Who are you?" I met her a week ago and she's already my girlfriend now. But, everything about her feels so strange. I'm so intrigued by her. Rated PG-13 Creative Commons (CC) November 2014 by plot-twister