BAGIAN 8

509 25 0
                                    

Rangga cepat melompat turun dari punggung Rajawali Putih, begitu mendarat di depan sebuah bangunan besar bagai istana yang tampak sudah tahunan tidak dihuni. Inilah Istana Setan yang berdiri di Puncak Gunung Tangkup. Melihat bangunan istana ini, kesan pertama yang muncul adalah rasa mengerikan yang amat sangat.
Pendekar Rajawali Sakti melangkah perlahan-lahan mendekati pintu depan yang terbuka lebar. Penghuni istana ini sepertinya sudah menanti kedatangannya. Kelopak mata Rangga tidak berkedip merayapi pintu bangunan istana itu. Tak ada seorang pun terlihat di dalam sana. Bahkan sekelilingnya juga begitu sunyi. Sampai-sampai, angin pun seperti enggan berhembus. Begitu sunyi dan sangat mencekam.
"Awasi aku dari angkasa, Rajawali Putih," pinta Rangga.
"Khrrrk...!" Rajawali Putih langsung membumbung tinggi ke angkasa hanya sekali mengepakkan sayapnya saja.
Sementara, Rangga sudah semakin dekat dengan pintu bangunan istana itu. Sinar matanya masih tetap tajam tak berkedip memandangi pintu yang terbuka lebar, bagai sengaja menanti kedatangannya.
"Ha ha ha...!" tiba-tiba saja terdengar suara tawa yang begitu keras menggelegar.
"Hm...." Belum lagi suara tawa itu menghilang dari pendengaran, tiba-tiba saja dari dalam bangunan istana itu melesat sebuah bayangan merah. Dan tahu-tahu, di depan Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri seorang pemuda tampan berbaju merah muda yang begitu indah.
"Selamat datang di istanaku, Pendekar Rajawali Sakti," ucap pemuda itu, disertai senyum menyeringai mengulas bibirnya yang tipis memerah, bagai bibir seorang dara.
"Hm..., kau yang bernama Raden Gordapala?" Rangga langsung bertanya. Suaranya dingin dan dalam.
"Tidak salah lagi, Pendekar Rajawali Sakti. Kau berhadapan dengan Raden Gordapala, penguasa seluruh jagat raya ini. Ha ha ha...!" pongah sekali sikap dan jawaban pemuda tampan itu.
"Hm...," Rangga hanya menggumam kecil.
"Apa maksud kedatanganmu ke sini, Pendekar Rajawali Sakti?" tanya Raden Gordapala yang lebih dikenal berjuluk Jago dari Alam Kubur.
"Mengirimmu kembali ke alam kubur," sahut Rangga, tegas dan dalam suaranya.
"Phuah...! Lidahmu terlalu lancang bicara, Pendekar Rajawali Sakti!" sentak Raden Gordapala, langsung memerah wajahnya.
"Aku tahu, siapa dirimu, Raden Gordapala. Dan sebelum kau menyebar maut lebih banyak lagi, aku akan mengirimmu lebih dulu ke neraka!" semakin dingin nada suara Rangga.
"Ha ha ha...!"
"Bumi ini bukan tempatmu lagi, Raden Gordapala. Kau tidak berhak lagi hidup di dunia ini...," kata Rangga lagi.
"Tutup mulutmu, Setan...!" bentak Raden Gordapala keras menggelegar.
"Aku hanya akan memperpendek jalan menuju ke tempatmu, Raden Gordapala," kata Rangga lagi tidak terpengaruh sedikit pun oleh bentakan pemuda tampan yang sebenarnya sudah mati itu.
"Setan keparat...! Kau benar-benar cari mampus rupanya, heh...?!" geram Raden Gordapala langsung memuncak amarahnya. "Rasakan ini. Hiyaaa...!"
Cepat sekali Jago dari Alam Kubur itu mengebutkan tangan kanannya. Dan tiba-tiba saja, dari telapak tangan kanannya meluncur secercah sinar merah yang langsung meluruk cepat ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup!" Tapi mudah sekali Rangga mengelakkan terjangan sinar merah itu dengan melentingkan tubuh ke udara. Ledakan keras menggelegar terdengar dahsyat begitu sinar merah menghantam tanah tempat Rangga berdiri tadi.
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!" Raden Gordapala terus menghujani Rangga dengan sinar-sinar merah yang keluar dari telapak tangan kanan dan kiri yang dikebutkan secara cepat dan bergantian.
Sementara, Rangga terpaksa harus berpelantingan di udara menghindari serangan-serangan dahsyat itu. Suara-suara ledakan keras menggelegar terdengar saling susul. Sebentar saja, sudah begitu banyak pepohonan yang tumbang, tersambar sinar merah yang tidak mengenai sasaran. Bahkan tanah yang semula tertutup rumput tebal, kini sudah terbongkar teracak-acak tidak karuan. Sementara, Raden Gordapala terus menghujani Pendekar Rajawali Sakti dengan senjata sinar merahnya.

"Gila...! Kalau begini terus, bisa habis tenagaku," dengus Rangga dalam hati.
Memang serangan-serangan yang dilancarkan Raden Gordapala begitu dahsyat dan gencar. Bukan hanya sinar-sinar merah itu saja yang menghujani tubuh Rangga. Tapi juga pukulan-pukulan keras bertenaga dalam tinggi juga dilepaskan Jago dari Alam Kubur itu. Entah sudah berapa jurus pertarungan itu berlalu. Tapi, belum ada tanda-tanda sedikit pun bakal berhenti. Bahkan pertarungan itu semakin bertambah dahsyat saja, sehingga membuat sekitar pertarungan porak-poranda bagai terlanda badai topan.
"Huh! Akan ku coba dengan aji 'Cakra Buana Sukma'," gumam Rangga dalam hati lagi.
"Hup...!" Rangga cepat-cepat melentingkan tubuh, berputaran ke belakang beberapa kali begitu ada kesempatan. Dan begitu kakinya menjejak tanah, cepat kedua telapak tangannya dirapatkan di depan dada. Lalu tubuhnya ditarik hingga doyong ke kanan. Cepat sekali Rangga menarik tubuhnya kembali ke kiri. Dan begitu tubuhnya ditegakkan, tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya ke depan, tepat di saat Raden Gordapala melepaskan sinar merahnya.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'...! Yeaaah...!" teriak Rangga keras menggelegar.
Slap!
Seketika itu juga dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti meluncur secercah cahaya biru berkilauan menyilaukan mata. Dua cahaya merah dan biru itu langsung beradu tepat di tengah-tengah.
"Hep...!" Rangga segera merentangkan kedua kakinya melebar ke samping, begitu merasakan mendapat perlawanan dari Raden Gordapala. Dua sinar saling dorong dengan kekuatan semakin berlipat ganda. Tampak tubuh Rangga mulai menggeletar, diiringi keringat yang mengucur deras di seluruh tubuhnya.
Sedangkan wajah Raden Gordapala juga tampak memerah dengan tubuh menggeletar seperti terserang demam. Mereka sama-sama mengerahkan seluruh kekuatannya.
"Hsss...! Yeaaah...!" Tiba-tiba saja Rangga melentingkan tubuh ke udara sambil menarik kembali ajiannya. Sehingga, sinar merah yang memancar dari telapak tangan Raden Gordapala langsung meluncur deras tanpa dapat dicegah lagi. Beberapa pohon yang terhantam sinar merah itu seketika hancur berkeping-keping, menimbulkan ledakan keras menggelegar.
"Hiyaaa...!"
Sret! Wuk!
Cepat sekali Rangga mencabut pedangnya, lalu secepat kilat pula dikibaskan ke kepala Raden Gordapala. Begitu cepatnya serangan yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga Raden Gordapala tidak sempat lagi menghindar. Terlebih lagi, saat itu dia tengah terkejut oleh tindakan Rangga yang begitu tiba-tiba menarik ajiannya. Padahal saat itu dia tengah mengeluarkan seluruh kekuatan pada ajiannya yang sangat dahsyat. Dan...
Cras!
"Aaa...!" Raden Gordapala menjerit melengking tinggi. Tebasan pedang Rangga tepat membelah kepala Jago dari Alam Kubur itu, hingga hampir terbelah menjadi dua bagian. Darah seketika muncrat dari kepala manusia iblis itu.
Pada saat itu, Rangga manis sekali memutar tubuhnya. Dan begitu kakinya menjejak tanah di depan Raden Gordapala, cepat sekali pedangnya dikebutkan ke dada Jago dari Alam Kubur.
"Yeaaah...!"
Bet! Crab!
Kembali darah muncrat begitu Pedang Rajawali Sakti membelah dada pemuda tampan itu. Raden Gordapala meraung keras menggelegar, membuat bumi bergetar bagai diguncang gempa. Rangga cepat-cepat melompat sambil melepaskan satu tendangan keras menggeledek, begitu melihat Raden Gordapala masih mampu berdiri. Tubuh Jago dari Alam Kubur itu terpental deras ke belakang, dan baru berhenti setelah menghantam dinding bangunan istana tua itu.
"Hhh...!" Rangga menghembuskan napas panjang.
Sementara Raden Gordapala hanya mampu menggelepar sebentar, kemudian diam tak berkutik lagi. Perlahan Rangga menghampiri sambil menyimpan pedang ke dalam warangka di punggung. Sejenak Pendekar Rajawali Sakti memperhatikan dada Jago Alam Kubur yang terbelah cukup lebar itu. Tampak di dalam dada itu terhunjam tujuh bilah pisau kecil berwarna kuning keemasan.
Tanpa menunggu waktu lagi, Rangga segera mencabut pisau-pisau dari dalam dada Raden Gordapala. Lalu, pisau-pisau itu disimpannya di dalam saku sabuk pinggangnya. Setelah semua pisau dicabut, Rangga segera melangkah mundur menjauhi tubuh yang sudah tergeletak tak bernyawa lagi.
"Suit..!"
Rangga bersiul nyaring sambil mendongakkan kepala ke atas.
"Khraaagkh...!"
Dari angkasa, meluncur Rajawali Putih dengan cepat sekali. Burung rajawali raksasa itu langsung mendarat di depan Rangga. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti memperhatikan Raden Gordapala yang sudah tergeletak tak bernyawa lagi, kemudian mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lalu dengan gerakan ringan dan manis sekali, Pendekar Rajawali Sakti melompat naik ke punggung Rajawali Putih.
"Langsung ke istana, Rajawali," pinta Rangga.
"Khraaagkh...!" Wuk!
Sekali kepak saja, burung rajawali raksasa itu sudah melambung tinggi ke angkasa membawa Rangga di punggungnya. Belum juga Rajawali Putih melesat meninggalkan bangunan istana tua itu, tiba-tiba saja....
"Tunggu, Rajawali...!" seru Rangga.
"Khragkh!"
"Jaran Geni...," desis Rangga begitu melihat seekor kuda hitam tiba-tiba saja muncul menghampiri Raden Gordapala.
Rangga hampir tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Ternyata Raden Gordapala bisa bangkit lagi setelah kuda hitam itu menyemburkan api dari mulutnya, yang langsung menjilat dada Jago dari Alam Kubur itu. Tampak Raden Gordapala melompat naik ke punggung kuda hitam itu. Bahkan kini kepalanya sudah utuh kembali. Dadanya yang tadi terbelah, kini juga sudah rapat tak berbekas sama sekali.
"Ha ha ha...! Tunggu pembalasanku, Pendekar Rajawali Sakti! Aku belum kalah! Aku belum mati! Ha ha ha...!"
"Edan...!" desis Rangga tidak percaya dengan apa yang baru saja disaksikannya. Suara tawa Raden Gordapala masih terdengar menggema ke seluruh penjuru. Padahal, dia sendiri sudah lenyap bersama kuda hitam yang berlari begitu cepat bagaikan terbang saja. Sementara Rangga yang berada di angkasa bersama Rajawali Putih, jadi tertegun tidak percaya.
"Hm.... Mungkinkah dia memang tidak bisa mati...?" gumam Rangga bertanya sendiri dalam hati.
Setelah beberapa saat terdiam merenung, Pendekar Rajawali Sakti meminta Rajawali Putih mengantarkannya ke Istana Karang Setra. Maka, burung rajawali raksasa itu langsung melesat cepat bagai kilat membelah angkasa.
"Khraaagkh...!"

***

TAMAT

65. Pendekar Rajawali Sakti : Kuda Api GordapalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang