BAGIAN 3

554 21 0
                                    

Kelopak mata Rangga jadi menyipit begitu melihat seorang gadis berwajah cantik yang berdiri tegak didepannya. Baju warna merah yang dikenakannya begitu ketat sekali, sehingga membentuk tubuh yang ramping dan indah. Tampak dadanya membusung. Bahkan belahan baju bagian dada begitu rendah dan lebar, seakan-akan ingin memperlihatkan buah dadanya yang begitu indah dipandang mata.
"Siapa kau, Nisanak?" tanya Rangga, agak dalam nada suaranya.
"Biasanya orang-orang memanggilku Nini Belang;" sahut gadis cantik itu, lembut sekali nada suaranya.
"Nini Belang...?" Rangga mengerutkan keningnya.
"Benar. Dan kau tadi baru saja mengalahkan sahabatku si Belang," sahut gadis cantik berbaju merah yang tadi mengaku bernama Nini Belang.
Rangga berpaling, menatap harimau berukuran besar yang kini sudah mendekam diam dengan kepala berada di ujung kedua kaki depannya. Sungguh tidak disangka kalau harimau itu peliharaan gadis cantik yang mengaku bernama Nini Belang. Rangga kembali menatap Nini Belang yang berdiri anggun sekitar dua tombak di depannya.
"Aku tahu siapa kau, Pendekar Rajawali Sakti. Dan aku juga tahu, kenapa kau berada di sini sekarang. Mengapa kau tidak bisa melepaskan Pandan Wangi dalam waktu sebentar saja? Mengapa kau tidak mempercayainya...?" agak dalam nada suara Nini Belang.
"Maaf. Aku tidak mengerti pembicaraanmu, Nini Belang," ucap Rangga agak terkejut.
"Seharusnya kau sudah bisa mengetahuinya, Pendekar Rajawali Sakti," desis Nini Belang.
"Kau ingin menghalangiku, Nini Belang...?" tebak Rangga langsung.
"Benar," sahut Nini Belang tegas.
"Kenapa?" tanya Rangga ingin tahu.
Pendekar Rajawali Sakti benar-benar tidak mengerti semua kejadian ini. Sudah dua kali ini ditemuinya orang yang mencoba menghalanginya mengejar Pandan Wangi. Sungguh dia tidak tahu, ada apa dibalik semua ini sebenarnya. Dan mereka yang mencoba menghalangi, sepertinya memang sudah ditempatkan pada masing-masing tempatnya. Rangga merasa ada satu permainan di balik semua ini. Dan dia tidak yakin kalau Pandan Wangi terlibat didalamnya.
"Sebaiknya kau kembali saja, Pendekar Rajawali Sakti. Biarkan Pandan Wangi menyelesaikan urusannya sendiri, tanpa campur tanganmu," tegas Nini Belang.
"Persoalan apa yang dihadapi Pandan Wangi?" tanya Rangga menyelidik ingin tahu.
"Kau tidak perlu tahu, Pendekar Rajawali Sakti," sahut Nini Belang, agak ketus nada suaranya." Dan, aku tidak bisa mengatakannya padamu, Pendekar Rajawali Sakti. Tugasku hanya menghalangimu agar tidak terus membuntuti Pandan Wangi."
"Jawabanmu sungguh tidak mengenakkan, Nini Belang. Dan aku harus menemui Pandan Wangi," desis Rangga, agak dalam nada suaranya.
"Itu berarti kau harus melewati ku dulu, Rangga," sambut Nini Belang tegas.
"Hm...," Rangga hanya menggumam perlahan saja.
"Tidak banyak orang yang dapat mengalahkan harimau peliharaanku. Tapi, itu bukan berarti kau bisa mudah melewati ku begitu saja, Rangga. Dan sebelum segalanya terlanjur, sebaiknya turuti saja kata-kataku. Tidak akan terjadi apa-apa pada Pandan Wangi. Dan sebaiknya, kau segera tinggalkan tempat ini. Kembalilah ke istanamu di Karang Setra," ujar Nini Belang, agak mendesis nada suaranya.
"Aku hargai kesetiaanmu dalam bertugas, Nini Belang. Tapi perlu kau ketahui. Aku tetap akan melangkah maju, meskipun ada sepuluh orang sepertimu mencoba menghalangi," tegas Rangga.
"Sudah kuduga! Kau pasti tidak akan menyerah begitu saja, Pendekar Rajawali Sakti," desis Nini Belang, agak sinis nada suaranya.
Setelah berkata demikian, Nini Belang menggeser kakinya ke kanan beberapa langkah. Tatapan matanya menyorot begitu tajam, menusuk langsung ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti. Tak ada lagi yang bicara. Mereka saling menatap tajam, seakan-akan sedang mengukur tingkat kepandaian masing-masing.
"Bersiaplah, Pendekar Rajawali Sakti. Hiyaaat...!"
Cepat sekali Nini Belang melompat sambil melepaskan beberapa pukulan beruntun yang begitu keras menggeledek, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Hup! Yeaaah...!"
Rangga cepat menggeser kakinya ke kanan dua tindak, lalu meliukkan tubuhnya menghindari setiap pukulan yang dilepaskan gadis cantik itu. Beberapa kali pukulan yang dilepaskan Nini Belang tidak sempat mengenai tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Dan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' yang dikeluarkan Rangga, memang sukar bisa ditembus. Gerakan-gerakan tubuh Pendekar Rajawali Sakti demikian cepat, dan sukar diduga arahnya. Akibatnya serangan yang dilakukan Nini Belang jadi mentah, tanpa dapat mencapai sasaran sedikit pun juga.
"Awas kaki...! Yeaaah...!" seru Rangga tiba-tiba.
Dan begitu cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti merendahkan tubuhnya, lalu secepat itu pula tangan kanannya dikibaskan ke arah kaki Nini Belang, dalam jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Begitu cepat serangan baliknya, sehingga membuat Nini Belang jadi terperangah sesaat. Lalu....
"Hup! Yeaaah...!"
Bergegas wanita itu melenting ke udara, menghindari kibasan tangan Rangga yang mengarah ke kakinya. Tapi mendadak saja Pendekar Rajawali Sakti melenting ke udara, mengikuti gerakan tubuh yang dilakukan gadis cantik berbaju merah itu. Dan secepat itu pula...
"Hiyaaa...!"
Bet!
Sukar diikuti pandangan mata biasa! Begitu cepatnya Rangga melepaskan satu pukulan dari jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega', sehingga Nini Belang yang masih berada di udara tidak dapat lagi menghindarinya.
Begkh!
"Akh...!" Nini Belang terpekik keras agak tertahan. Begitu kerasnya pukulan yang diberikan Rangga, dan tepat menghantam dada Nini Belang. Akibatnya wanita itu langsung terpental ke belakang sejauh dua batang tombak.
"Ghraaauk...!"
Wusss!
"Heh...?!"
Rangga jadi terperanjat bukan main. Cepat-cepat tubuhnya berputar dan berjumpalitan ke belakang, begitu tiba-tiba harimau yang sejak tadi mendekam saja, melompat bagai kilat menerkamnya. Beberapa kali Pendekar Rajawali Sakti berputaran ke belakang sebelum kakinya kembali menjejak tanah dengan manis sekali.
"Ghrrr...!"
Si Belang menggereng dahsyat sambil menggaruk-garuk kaki depannya ke tanah. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri perlahan-lahan. Bola matanya yang tadi sudah kelihatan redup, kini kembali memerah membara bagai sepasang bola api. Sedangkan Rangga sudah bergerak menggeser kakinya beberapa tindak ke kanan. Sebentar matanya melirik Nini Belang yang kini sudah bisa bangkit lagi, kemudian kembali menatap tajam pada harimau belang sebesar anak lembu itu.
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"
"Heh...?!"
Tiba-tiba saja Nini Belang berlompatan cepat memutari tubuh Rangga sambil melontarkan puluhan senjata rahasia yang begitu kecil seperti jarum berwarna merah. Akibatnya Rangga jadi tersentak bukan main.
"Hup! Yeaaah...!"
Buru-buru Pendekar Rajawali Sakti melenting ke udara, menghindari setiap terjangan senjata-senjata rahasia yang berhamburan di sekitar tubuhnya. Tepat pada saat itu, si Belang melompat ke belakang. Seakan-akan dia tahu kalau senjata-senjata rahasia yang dilepaskan gadis cantik berbaju merah itu sangat berbahaya. Begitu cepatnya Nini Belang melontarkan senjata-senjata rahasianya, sehingga sedikit pun tak ada kesempatan bagi Rangga untuk bisa membalas! Bahkan tak ada sedikit pun celah baginya untuk bisa keluar dari serbuan jarum kecil berwarna merah itu.
"Edan! Hih...!" dengus Rangga jadi kesal. Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti merentangkan tangannya ke samping. Lalu sambil berjumpalitan, kedua tangannya dirapatkan di depan dada. Dan secepat itu pula....
"Aji 'Bayu Bajra'.... Hiyaaa...!"
Bersamaan dengan menjejaknya kaki Pendekar Rajawali Sakti ke tanah, seketika itu juga tangannya merentang lebar ke samping. Dan seketika itu juga, berhembus angin yang begitu kencang disertai suara menggemuruh. Rangga memang mengerahkan satu ajiannya yang begitu dahsyat. Aji 'Bayu Bajra' memang bisa membuat keadaan sekitarnya bagai terjadi badai topan yang begitu dahsyat.
Bumi jadi bergetar. Angin menderu-deru menerbangkan apa saja yang ada di sekitar tepian sungai ini. Bahkan air sungai yang mengalir deras jadi bergolak seperti mendidih. Pepohonan mulai bertumbangan, tercabut sampai ke akar-akarnya. Batu-batu terpecah berhamburan seperti segumpal kapas yang tertiup angin.
Sementara itu Nini Belang berusaha bertahan dengan mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya. Sedangkan si Belang sendiri meraung-raung, menancapkan kuku-kukunya begitu dalam ke tanah. Tapi, tetap saja dia terus bergeser terhempas badai topan yang diciptakan Pendekar Rajawali Sakti dari aji 'Bayu Bajra' yang begitu dahsyat luar biasa.
"Ghrauuugkh...!"
"Aaa...!"
Tiba-tiba saja terdengar raungan yang begitu keras menggelegar, disertai jeritan panjang melengking tinggi. Tampak Nini Belang dan harimau peliharaannya terpental melayang terhempas hembusan angin topan yang begitu dahsyat tercipta dari aji 'Bayu Bajra' yang dikeluarkan Pendekar Rajawali Sakti. Tubuh mereka melayang tinggi ke udara, dan terus meluncur deras melewati puncak-puncak pepohonan yang bergoyang-goyang menahan hempasan badai topan ini.
"Hap!"
Rangga segera merapatkan kedua telapak tangannya kembali di depan dada. Bersamaan dengan itu, badai topan yang diciptakannya berhenti seketika. Pemuda berbaju rompi putih itu jadi menghembuskan napas panjang, melihat keadaan sekitarnya porak-poranda. Aji 'Bayu Bajra' yang dikerahkan tadi memang begitu dahsyat. Akibatnya, hutan yang semula begitu indah kini jadi hancur berantakan, seperti terguncang gempa yang teramat dahsyat.
Memang aji 'Bayu Bajra' teramat dahsyat. Dan Rangga tidak akan mengeluarkannya jika tidak dalam keadaan terpaksa sekali. Tapi, tadi dia benar-benar kesal. Maka terpaksa ajian yang dahsyat ini digunakan.
"Heh...?!"
Tiba-tiba Rangga tersentak kaget begitu mendengar rintihan mengerang begitu lirih. Cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat ke arah rintihan lirih itu. Matanya jadi terbeliak melihat tubuh Nini Belang terhimpit sebatang pohon yang sangat besar sekali. Tidak jauh darinya, terlihat harimau peliharaan wanita ini menggerung-gerung lirih sambil mengais-ngais tanah di sekitar pohon itu.
"Ghrrr...!"
Harimau itu menggerung begitu melihat Rangga menghampiri. Dia seakan marah, karena majikannya sekarang seperti sekarat terhimpit pohon akibat dari aji kesaktian Pendekar Rajawali Sakti yang begitu dahsyat tadi.
"Tenanglah. Aku akan mengeluarkannya dari pohon ini," ujar Rangga menenangkan harimau itu.
Tanpa mempedulikan harimau itu, Rangga segera mendekati pohon yang sangat besar ini. Kemudian ditariknya napas dalam-dalam. Lalu dengan mengerahkan kekuatan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat sempurna, dicobanya untuk mengangkat pohon itu. Memang berat sekali, dan Rangga terpaksa harus mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya. Sedikit demi sedikit, pohon yang begitu besar itu mulai bergerak terangkat.
"Cepat keluar, Nini...!" desis Rangga sambil menahan beban pohon ini.
"Tidak bisa. Tubuhku tidak bisa bergerak," sahut Nini Belang lirih.
Rangga menatap harimau peliharaan gadis itu. "Tarik dia, cepat..!" perintah Rangga.
"Ghrrr...!"
Seperti mengerti apa yang diinginkan Pendekar Rajawali Sakti, harimau yang dipanggil si Belang ini segera menghampiri majikannya. Kemudian digigitnya baju di bahu kanan Nini Belang. Lalu, wanita itu ditariknya perlahan-lahan keluar dari himpitan pohon yang sudah diangkat Pendekar Rajawali Sakti. Sedikit demi sedikit, Nini Belang tertarik keluar. Dan begitu seluruh tubuhnya tidak lagi berada di bawah batang pohon itu, Rangga segera melepaskan pohon itu hingga jatuh kembali menghantam bumi.
Rangga langsung menjatuhkan diri bersandar pada batang pohon itu. Keringat bersimbah di seluruh tubuhnya. Seluruh kekuatan tenaga dalamnya benar-benar dikerahkan untuk mengangkat pohon yang begitu besar ini.
Setelah beristirahat sebentar, Rangga bangkit berdiri dan menghampiri Nini Belang yang masih terbaring tak berdaya, ditunggui harimau peliharaannya. Harimau sebesar anak lembu itu hanya diam saja, memandangi Rangga yang langsung memeriksa keadaan tubuh gadis cantik berbaju merah ini.
"Kenapa kau menyelamatkan aku, Rangga?" tanya Nini Belang, terdengar lirih suaranya.
"Tidak layak bagi seorang pendekar melihat kematian lawan seperti itu," sahut Rangga seenaknya.
"Tidak seharusnya kau berbuat begitu padaku, Rangga. Biarkan saja aku mati. Aku sudah kalah bertarung denganmu," ujar Nini Belang lagi.
Rangga tidak mempedulikan kata-kata Nini Belang. Terus diperiksanya keadaan tubuh gadis ini. Memang tidak begitu parah. Hanya beberapa tulangnya saja yang patah akibat terhimpit pohon tadi. Tapi, itu sudah membuat Nini Belang harus terbaring sedikitnya dua hari. Hanya dengan mengerahkan hawa murni dan sedikit perawatan saja, pasti luka-luka yang diderita gadis ini bisa cepat sembuh. Dan Rangga tidak perlu mengkhawatirkan lagi keadaannya.
"Maaf. Tidak seharusnya tadi aku mengerahkan ilmu kesaktian, selagi kau tidak siap," ujar Rangga menyesal.
"Di dalam pertarungan, segala cara apa pun harus dilakukan untuk menang, Pendekar Rajawali Sakti.
Dan kau telah memenangkan pertarungan tadi," kata Nini Belang jujur.
"Kau tahu, di mana tabib yang terdekat," Tanya Rangga.
"Tidak ada tabib yang dekat di sini," sahut Nini Belang.
"Lukamu harus segera disembuhkan. Tapi, kurasa kau bisa menyembuhkan sendiri. Hanya patah tulang saja. Aku yakin kau tahu cara penyembuhannya," kata Rangga sambil berdiri.
"Kau tetap ingin mencari Pandan Wangi, Rangga?" tanya Nini Belang melihat Rangga akan pergi meninggalkannya.
"Benar," sahut Rangga tidak jadi melangkah.
"Berjalanlah menyusuri arus sungai. Kau akan menemukannya nanti di sana," jelas Nini Belang memberi tahu.
"Kau tahu, apa yang dilakukan Pandan Wangi?" tanya Rangga ingin tahu.
"Sayang. Aku tidak bisa memberitahumu, Rangga. Sebaiknya, kau ikuti saja arus sungai. Tapi jika tidak mau, kau boleh kembali ke Karang Setra," sahut Nini Belang.
Rangga hanya tersenyum saja, kemudian mengayunkan kakinya meninggalkan gadis cantik yang masih ditunggui seekor harimau bertubuh besar peliharaannya. Rangga terus melangkah tanpa berpaling lagi. Sementara, Nini Belang mencoba menggerakkan tubuhnya. Tapi hatinya jadi mengeluh, karena seluruh tubuhnya benar-benar tidak bisa digerakkan lagi. Memang sulit bergerak jika tulang punggung dan beberapa tulang rusuknya patah.

***

Sementara itu Rangga sudah kembali di tepi sungai. Sebentar dia berhenti memandang arus sungai yang mengalir cukup deras, kemudian kakinya melangkah terayun perlahan-lahan mengikuti arus sungai, seperti yang dikatakan Nini Belang. Bahkan sebelumnya, Rangga juga diberi tahu penghadang pertamanya untuk mengikuti arus sungai ini. Dia tidak tahu, ada apa di balik semua peristiwa ini.
Pendekar Rajawali Sakti merasakan seperti tengah berada dalam suatu permainan yang sulit dimengerti. Dan rasanya, permainan ini merupakan suatu perangkap baginya. Sudah dua kali dia dihadang. Dan Rangga bisa menilai kalau penghadangnya itu seperti hanya ingin menjajal kepandaiannya saja. Tapi, hatinya tidak yakin kalau Pandan Wangi justru yang dijadikan umpan. Dan Pendekar Rajawali Sakti juga belum bisa mengetahui maksud sebenarnya dari semua permainan yang tidak mengenakkan ini.
Entah sudah berapa lama Rangga berjalan menyusuri sungai ini. Dan semakin jauh berjalan, sungai itu semakin melebar saja. Malah arusnya pun tidak lagi deras seperti tadi. Bahkan hampir tidak terlihat adanya arus di permukaan sungai yang semakin lebar ini. Tapi sampai matahari berada di ufuk barat, belum juga tanda-tanda jejak Pandan Wangi ditemukan.
Rangga baru berhenti melangkah saat menemukan sebuah perahu kecil yang ditunggui seorang laki-laki tua bertelanjang dada. Tubuhnya begitu kurus, sehingga tulang-tulangnya kelihatan jelas bersembulan terbungkus kulit yang hitam legam karena terbakar matahari.
"Ingin menyeberang, Den...?" laki-laki tua tukang perahu itu menegur lebih dahulu.
"Tidak, Ki," sahut Rangga seraya menghampiri lebih dekat lagi.
"Sebentar lagi malam. Hanya di seberang sana yang ada desanya, Den. Kebetulan aku juga akan keseberang," kata tukang perahu itu lagi.
Rangga memandang ke arah barat. Matahari memang sudah begitu condong, hampir tenggelam di balik peraduannya. Dan memang desa yang terdekat adanya di seberang sungai ini. Pendekar Rajawali Sakti kembali menatap laki-laki tua tukang perahu itu.
"Baiklah. Antarkan aku ke seberang, Ki," pinta Rangga seraya naik ke atas perahu berukuran kecil itu.
Si tukang perahu hanya tersenyum dan mengangguk saja. Kemudian diambilnya dayung, lalu duduk di bagian belakang perahu ini. Sedangkan Rangga duduk di depan menghadap si tukang perahu yang mulai mengayuh. Perlahan perahu berukuran kecil itu bergerak ke tengah sungai yang hampir tak terasa lagi alirannya. Perahu itu terus bergerak perlahan-lahan semakin ke tengah.
"Ki, apakah kau melihat seorang gadis lewat sini tadi?" tanya Rangga mengisi kebisuan yang terjadi sejak meninggalkan tepian sungai.
"Sejak tadi banyak orang yang menyeberang, Den. Bahkan ada beberapa gadis menyeberang," sahut si tukang perahu.
"Maksudku gadis yang mengenakan baju biru, dan membawa pedang di punggungnya," kata Rangga menjelaskan ciri-ciri Pandan Wangi.
"Ada, Den. Dia minta diantarkan ke seberang. Dan...," si tukang perahu tidak meneruskan kalimatnya.
"Dan apa, Ki...?" desak Rangga minta diteruskan.
"Kelihatannya dia sedang terburu-buru, Den. Seperti mengejar sesuatu," sambung si tukang perahu.
"Lalu, dia pergi ke mana lagi setelah sampai diseberang?" tanya Rangga semakin ingin tahu.
Rangga yakin kalau yang dilihat dan diantarkan ke seberang oleh tukang perahu itu adalah Pandan Wangi. Dan Pendekar Rajawali Sakti semakin ingin tahu saja, apa yang dikerjakan Pandan Wangi sehingga pergi begitu tergesa-gesa bagaikan sedang mengejar sesuatu seperti yang dikatakan si tukang perahu ini.
"Dia sudah ditunggu sebuah kereta kuda yang begitu indah. Seperti kereta para bangsawan, Den. Bahkan kereta itu juga dikawal enam orang pemuda gagah. Semuanya menunggang kuda dan berpakaian seragam seperti prajurit. Tapi, aku tidak tahu mereka prajurit dari mana. Masalahnya, aku sering mengantarkan para prajurit dari Kotaraja Karang Setra yang ingin ke seberang," jelas si tukang perahu lagi.
Rangga tersenyum dikulum, dan hampir tidak terlihat. Untung saja si tukang perahu ini tidak mengenalinya, kalau dia adalah Raja Karang Setra. Dalam pakaian seperti ini, memang tidak ada seorang pun yang akan mengenalinya. Dan biasanya orang akan mengenalnya sebagai pendekar, bukan sebagai seorang raja di Karang Setra. Dan memang, ini yang diinginkan Rangga. Sehingga, dia bisa bergerak leluasa sekali.
"Kalau boleh ku tahu, siapa gadis itu, Den?" tanya si tukang perahu.
"Adikku, Ki. Dia lari dari rumah," sahut Rangga seenaknya.
Si tukang perahu hanya mengangguk-anggukkan kepala saja. Dan mereka tidak ada yang bicara lagi. Sementara, perahu yang ditumpangi semakin mendekati tepian seberang sungai. Rangga cepat melompat ke darat begitu perahu sudah menepi. Setelah memberi bayaran yang cukup, Pendekar Rajawali Sakti bergegas berjalan cepat mengikuti arah yang ditunjuk si tukang perahu.

***

67. Pendekar Rajawali Sakti : Perangkap BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang