BAGIAN 7

498 25 0
                                    

"Kemana perginya?" tanya Rangga langsung.
"Ke arah selatan. Dia harus menemui seseorang," sahut Ki Badranaya memberi tahu. "Apa kau ada keperluan dengan gadis itu, Rangga?"
"Maaf, aku tidak bisa mengatakannya, Ki," sahut Rangga.
"Tidak mengapa," ujar Ki Badranaya seraya mengangkat pundaknya.
Kemudian, Ki Badranaya menatap Rinjani yang tampaknya masih belum puas, dan masih menyimpan dendam padanya. Perlahan-lahan si Setan Lembah Kumala ini menghampiri gadis itu.
Rinjani jadi agak bergidik melihat wajah yang begitu menyeramkan. Rasanya memang pantas kalau Ki Badranaya dijuluki Setan Lembah Kumala. Tapi, Rangga melihat adanya kebersihan di hati laki-laki cacat ini. Dan juga bisa dilihat kalau apa yang dilakukan Ki Badranaya hanya sekadar mempertahankan diri dari gangguan orang-orang yang datang ke lembah ini dan ingin membunuhnya.
Cerita-cerita buruk mengenai Setan Lembah Kumala membuat para pendekar yang sering mengaku berada di jalan lurus jadi merasa terganggu. Bahkan yang datang ke lembah ini bukan hanya para pendekar, tapi juga tokoh-tokoh golongan hitam. Kedatangan mereka juga hanya untuk menguji kepandaian Ki Badranaya saja.
Dan Rangga tahu, mereka yang datang ke Lembah Kumala ini dan ingin membunuh Ki Badranaya adalah tokoh-tokoh tanggung, yang hanya sedikit saja memiliki kepandaian. Sedangkan Ki Badranaya sendiri sebenarnya tidaklah setangguh dan sekejam dari apa yang selama ini diceritakan orang. Dari pertarungan tadi, Rangga sudah bisa menilai seperti apa si Setan Lembah Kumala itu sebenarnya.
"Kau masih belum percaya kalau aku tidak membunuh orang tuamu, Nisanak...?" pelan sekali suara Ki Badranaya.
Dengan mata yang hanya tinggal sebelah, ditatapnya Rinjani tajam-tajam. Hal ini membuat gadis itu melangkah mundur dengan tubuh sedikit bergidik ngeri. Dia memang dendam dan tidak percaya. Tapi melihat keadaan wajah dan tubuh laki-laki yang selalu dijuluki Setan Lembah Kumala ini, hatinya jadi bergetar juga. Bukan tingkat kepandaiannya yang membuat Rinjani bergetar, tapi sosok yang mengerikan itu yang membuatnya tidak sanggup menatap lama-lama.
"Kalau kau ingin bertemu orang tuamu, pergilah ke arah selatan. Aku yakin, orang tuamu juga pasti ada di sana seperti gadis yang dicari Pendekar Rajawali Sakti," jelas Ki Badranaya lagi. "Dan aku juga yakin, sebenarnya kau sudah tahu akan hal itu, Nisanak."
"Jangan menuduh sembarangan...!" sentak Rinjani, agak bergetar suaranya.
Sementara itu, Rangga hanya diam saja memperhatikan. Sebentar ditatapnya Ki Badranaya, lalu beralih menatap Rinjani dan Ki Arman. Otak Pendekar Rajawali Sakti itu langsung berputar keras, mencoba mengerti semua pembicaraan yang didengarnya.
"Rangga! Kalau kau ingin bertemu gadismu itu, dia tahu di mana kau bisa menemukannya," kata Ki Badranaya tegas, seraya berpaling menatap Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku memang tahu di mana Pandan Wangi berada!" sentak Rinjani menyelak.
Rangga dan Ki Badranaya menatap tajam gadis cantik ini. Dan Rangga juga sempat melihat Ki Arman menggeser goloknya yang terselip di pinggang. Sedangkan raut wajah Rinjani kelihatan begitu berang dan memerah. Ketegangan begitu terasa menyelimuti mereka semua. Dan untuk beberapa saat, mereka jadi terdiam dengan sinar mata yang sukar diartikan.
"Aku tahu semua rencana busuk ini, Rinjani. Dan kau memanfaatkan kehadiran Pendekar Rajawali Sakti untuk membunuhku. Tapi aku tahu, pendekar yang kau harapkan bisa membunuhku ternyata tidak seperti yang ada didalam pikiranmu. Rangga bukanlah pendekar yang ringan tangan dan gampang membunuh. Dan sekarang, kau bisa lihat sendiri kalau aku masih hidup. Padahal, tidak sukar bagi Pendekar Rajawali Sakti untuk membunuhku tadi," kata Ki Badranaya, agak dingin nada suaranya.
"Jangan coba-coba memojokkan aku, Setan!" desis Rinjani semakin bertambah berang.
"Aku tahu, semua alasanmu hanya pura-pura saja. Sebenarnya, kau tahu kalau orang tuamu masih hidup. Dan kau juga tahu kalau orang tuamu ingin sekali membunuhku. Benar-benar rencana yang begitu rapi. Sayang, orang-orang yang kalian rangkul tidak semuanya berhati busuk," kata Ki Badranaya lagi.
"Tutup mulutmu, Keparat!" bentak Rinjani garang.
Sret!
Rinjani langsung saja mencabut pedangnya yang tergantung di pinggang. Tepat ketika gadis itu mengebutkan pedangnya ke arah dada Ki Badranaya, Rangga langsung melompat. Segera ditangkapnya pergelangan tangan gadis itu. Dengan sedikit mengerahkan tenaga dalam, Pendekar Rajawali Sakti menyentakkan tangan Rinjani.
Akibatnya, gadis itu jadi terhuyung-huyung ke belakang beberapa tindak. Kalau saja Ki Arman tidak menahannya, barangkali Rinjani sudah jatuh terjerembab akibat sentakan Rangga yang cukup kuat, dan disertai sedikit pengerahan tenaga dalam.
"Kau menyakiti ku, Kakang...," desis Rinjani seraya meringis, mengurut-urut pergelangan tangannya yang tadi dicengkeram Rangga begitu kuat.
"Aku tidak akan menyakitimu bila kau tidak mempermainkan aku!" sentak Rangga dingin.
"Aku...? Mempermainkanmu...? Ada apa ini, Kakang? Kenapa tiba-tiba saja kau menuduhku mempermainkan mu...?" Rinjani seperti jadi kebingungan.
"Jangan mendustai ku lagi, Rinjani. Aku tahu semua yang kau rencanakan. Kau membuat perangkap padaku, untuk menyingkirkan semua musuh-musuhmu. Kenapa kau lakukan itu, Rinjani?" desis Rangga, begitu dingin nada suaranya.
"Rencana apa...? Aku..., aku tidak melakukan apa-apa," Rinjani jadi gelagapan.
"Di mana kau sembunyikan Pandan Wangi...?" tanya Rangga mendesis.
Rinjani jadi celingukan seperti kebingungan mendengar pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti barusan. Ditatapnya Ki Arman yang kini berada di sebelah kanannya. Sementara perlahan-lahan Rangga melangkah mendekati. Sedangkan Ki Badranaya tetap berdiri tegak memperhatikan dari jarak sekitar dua batang tombak jauhnya dari mereka.
"Katakan, di mana Pandan Wangi berada, Rinjani...? Untuk siapa kau lakukan semua ini?" tanya Rangga lagi, masih terdengar mendesis suaranya.
Rinjani tidak menjawab. Matanya hanya melirik Ki Arman yang berada di sebelahnya. Dan tanpa banyak bicara lagi, tiba-tiba saja...
"Hiyaaat...!"
Sret!
Bet!
"Uts...!"

67. Pendekar Rajawali Sakti : Perangkap BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang