3. Hadiah dari bunda

29 4 0
                                    

"Jangan pernah berhenti dalam berharap, karena Allah itu lebih tau kapan waktu yang tepat untuk mengabulkan permintaanmu"

_________

Aku sungguh tak percaya dengan ucapan ayah tadi. Apa benar ia mengizinkan ku untuk berpacaran?
Ah, tidak-tidak! Bagaimana mungkin aku membiarkan ayah dan abangku terseret ke neraka hanya karena ku.

Senja mulai menghilang,langit jingga itu kini berubah menjadi hitam. Malam ini bulan tak tampak jelas di langit hitam itu. Bintang pun tak bertabur di sana.
Ku pandangi langit yang sedikit mendung itu dari balik jendela.

Sebuah sentuhan tepat menempel di atas bahuku yang membuat ku menoleh ke pemilik sentuhan lembut itu.
Wanita surga ku berdiri tepat di samping ku. Senyuman yang membuat kerutan kecil di ujung bibirnya,kulit yang kini sudah mengendur. Mata yang kini sudah mulai meredup. Tapi tak hentinya dia memberikan kasih sayang kepada putra-putri nya. Aku selalu memohon kan ia hidup bersama ku dan membuat nya bahagia.

"Anak bunda udah sholat?" Wanita itu selalu mengingatkan ku akan kewajiban ku dengan sang pencipta,bahkan saat sedang sakit pun ia datang ke kamar ku dan menanyakan ku. Suatu kebahagiaan bagiku memiliki seorang malaikat tak bersayap sehebat dirinya.

Aku mengangguk pelan pertanda iya.
Bunda duduk di samping ku tepatnya di atas kasur empuk yang selalu ku rindukan tiap detiknya.

Ia menarik nafas panjang dan kemudian membuang kan nya pelan. Menatap ku dalam seolah ada suatu hal penting yang ingin di bicarakan nya saat ini.

"Hania ga mau cerita apapun sama bunda?" Dugaan ku ternyata salah. Bunda kali ini yang menyuruh ku untuk bercerita. Biasanya kami memang seperti kakak dan adik yang sedang curhat tentang apapun itu. Bunda seorang guru Matematika di salah satu SMA dekat komplek kami. Umurnya yang tak lagi muda tapi semangat mengajar nya selalu membara saat ingin membagikan ilmu dengan muridnya. Ayah berulang kali menyuruh bunda berhenti dari pekerjaannya. Tapi bunda menolak dengan alasan, tujuannya sejak gadis adalah mencerdaskan anak bangsa. Dan sekarang,ayah menyerah. Ayah membiarkan bunda selagi yang di lakukan nya benar.

"Emmm ada sih,tapi Hania malu mau ceritain ke bunda." Ujarku sambil menggaruk tengkuk ku yang tidak gatal saat ini. Aku menahan nya untuk tidak menceritakan nya kepada ibu.

Satu.......

Dua......

Tiga.....

"Jadi gini bun..." Susah rasanya menahan kata-kata ini kepada bunda. Sekalipun yang ku sampaikan tentang cerita cintaku yang tak berjalan mulus sejak lama.

"Adek suka sama cowok,eumm...udah lama sih." Sambungku yang menatap mata bunda yang berbinar.

"Dia lagi?" Tanya bunda seolah dia tau laki-laki yang ku maksud. Laki-laki yang juga pernah ku sebutkan namanya kepada bunda di dalam cerita ku waktu itu.

"Bunda masih ingat?"Aku tak percaya ingatan bundaku masih sangat baik.
"Ya gimana ga ingat,adek kan kalau cerita cowok pasti nama nya ga pernah ketinggalan sih." Bunda mencolek dagu ku yang sedikit tirus itu. Aku baru sadar,bukan ingatan bunda yang terlalu kuat tapi aku yang tak henti bercerita tentang dirinya.

Bunda bangkit dari duduknya membuat ku untuk mengikuti posisinya saat ini.
Dia menarik tangan ku dan membawaku ke kamar nya. Untung saja ayah belum pulang. Kalau tidak,dia pasti menanyakan apa yang terjadi dan memaksaku untuk menceritakan nya.

Cinta Di Atas SajadahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang