DANIAL WIRAWAN
●
●
●DANIAL WIRAWAN lagi sibuk-sibuknya menata agar tampilannya makin kece. Walau bagaimana pun dia merasa harus menonjol di antara teman sekolahnya yang lain. Setelah memasang seragam, pria itu lantas mengoleskan gel di telapak tangan lalu merapikan rambutnya dengan sisir.
"Lo anak siapa sih? kok gantengnya kelewatan!" pria itu memuji dirinya sendiri melalui pantulan kaca yang menempel di lemari pakaiannya. Seperti sudah jadi kebiasaannya pria itu akan berlama-lama di depan cermin, tak jarang ia bahkan membual mengagumi ketampanannya.
Seragam sekolahnya terlihat mem-press tubuh atletis miliknya sehingga tampak dengan jelas otot-ototnya yang tentu saja kekar. Umurnya mungkin masih dalam hitungan belasan, namun kalau ditanya perihal otot kemungkinan terbesar ia akan menjawab dari latihan bulu tangkis.
Bukan masalah baru, sudah cukup lama Danial ikut dalam club bulu tangkis. Pria itu bahkan sempat menjuarai beberapa turnamen yang dilakukan antar sekolah.
"Udah ganteng," gumam pria itu mendekatkan wajahnya ke cermin.
Sebelum meraih ransel, lebih dulu Danial meraih jaket denimnya yang tersampir di belakang pintu kamar. Baru setelahnya pria itu pun mengambil ransel dari bawah ranjang kemudian memasang benda itu di punggung.
"Nih anak kapan sih mau berubahnya," kalimat itu mengiringi langkah Danial saat menuruni anak tangga.
"Kenapa Mah?" tanya Danial.
"Pake tanya kenapa lagi, tuh liat kaki baju kamu kenapa di luar?" Linda berdecak menatap kaki baju anaknya tak berada di tempat semestinya.
"Ini namanya gaul Mah," dalih Danial. "Eh ampuuun Mah," lanjut Danial meringis ketika telinganya dijewer oleh sang mama.
"Masukin gak bajunya!" suruh Linda mengancam.
"Tapi Mah," sambung Danial.
"Gak ada tapi-tapian," pemilik suara berat itu jelas mengambil perhatian. Linda dan Danial yang tadinya berdebat di depan tangga mulai memfokuskan perhatian kepadanya. Danial menemukan sang ayah berdiri dengan setelan kantor lengkap.
"Apa yang ada di saku kamu?" Wira memperbaiki posisi kacamatanya yang sedikit melesat dari tempat semestinya. Dia tertarik mengetahui benda yang ada di saku putranya. Sempat menduga bahwa benda itu adalah sekotak rokok.
"Hape Pah," Danial menjawab dengan cepat, dan itu membuat Wira semakin menaruh curiga. Terlalu mudah baginya membaca bahasa tubuh putranya saat sedang menyembunyikan sesuatu.
"Kasih ke Papa sekarang? Papa juga tau mana ponsel, mana rokok," tangan milik Wira terulur menampilkan telapak tangannya. Ia meminta benda yang diyakininya sebagai sekotak rokok.
Danial memelas, seharusnya ia menyembunyikan benda itu ke tempat yang paling aman. Kalau udah ketahuan begini, pasti akibatnya akan jadi fatal. Danial sangat yakin jika ayahnya akan memotong uang jajannya sampai lima puluh persen.
"Ayo cepat!!!" tagihnya tentu dengan suara tegas.
"Iya Pah, sabar," sahut Danial. Raut tak suka diperlihatkan ketika tangannya memberikan sekotak rokok ke tangan ayahnya.
Merampas rokok itu secara paksa, Wira kemudian meremas-remasnya. "Papa kan udah ngelarang kamu ngerokok. Kenapa masih dilakuin?" Wira yang dirundung emosi tengah menuntut jawaban atas pertanyaannya.
"Tapi kan Danial beli rokok pake uang jajan sendiri, lagian rokok itu udah harga yang paling murah di pasaran," bukannya menjawab sesuai harapan, Danial malah menggubris dengan dua buah alasan.
Rasanya kadar emosi dalam diri Wira semakin bergejolak. Sangat tidak puas rasanya mendengar jawaban dari putranya. Membanting rokok di tangannya Wira lantas mengangkat sudut bibirnya, "Bukan perkara harga Danial! Masalah utamanya ada di kesehatan kamu."
"Tapi kan Danial masih sehat-sehat aja Pah," Danial berdalih.
"Sekarang iya, tapi beberapa tahun ke depan memangnya kamu bisa menjamin badan kamu tetap sehat? Pikirin masa depan kamu! Pikirin anak-anak kamu nanti punya bapak sakit-sakitan di usia muda."
Danial diam menyimak.
●●●●●
BAU petrikor menyeruak masuk ke indra penciuman ketika Danial membuka pintu rumahnya. Maju beberapa langkah sebelum mendongak ke langit, pria itu menemukan tanda bahwa suasana langit sudah agak mendingan dari sebelumnya. Hujan tak lagi deras dan awan hitam pun tak lagi nampak.
Ck! Danial berdecak lebih ke arah sebal.
Perasaan kesal Danial nampak semakin jelas ketika pria itu berjalan menuju garasi rumahnya. Karena keteledorannya menyimpan kotak rokok sembarangan sehingga ia harus menanggung konsekuensi pemotongan uang jajan sampai lima puluh persen.
Tidak mudah merelakan, mengingat uang jajan yang dipotong itu terlalu banyak. Kalau dibelanjakan cilok di kantin, teman sekelas auto kembung perutnya.
"Argggh," Danial mengerang lalu memasang helm bertipe full face-nya menutup kepalanya.
Biasanya Danial akan lama memanaskan mesin motornya tetapi hari ini ia hanya butuh semenit sesaat sebelum ia menunggangi lalu melajukan motornya membelah jalan raya.
Suasana yang lenggang membuat pria berhelm full face itu lebih leluasa dalam menancap gas motor yang digunakannya. Beberapa kendaraan dengan muda disalipnya.
Remasan tangannya cukup kuat di setir. Seakan tak puas dengan laju motornya yang sekarang, pria itu lantas menambah. Alhasil perbuatannya itu membuat laju motornya semakin cepat dari sebelumnya.
Sampai ketika seekor kucing dari arah kiri memotong jalannya. Sempat membuat Danial tertegun dan menampilkan raut kepanikan. Tentu saja demikian karena tindakan selanjutnya akan berkaitan dengan hidup dan matinya.
Mencoba untuk menghindar, pria itu langsung mengarahkan setirnya ke arah kiri. Naas, motornya menabrak pinggir trotoar dan berakibat pada hilangnya kendali si pengemudi.
"AAAAA!" pekikan yang dilayangkannya adalah bentuk refleks saat ia mulai merasa hilang kendali. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain membiarkan takdir itu terjadi.
Badan milik si pria terkapar lemah di jalanan. Rasanya organ dalam tubuhnya telah teracak-acak meninggalkan tempat sewajarnya. Ia sangat yakin jika kesadarannya belum hilang sepenuhnya, namun aneh karena bola mata yang biasanya berfungsi untuk melihat hanya menyisakan bayangan hitam dan juga rasa sakit.
Dalam sisa-sisa tenaganya Danial coba mengangkat tangannya, tetapi berat. Tidak ada yang mampu dilakukannya selain meringis menahan rasa sakit di bagian mata dan sekujur tubuh lainnya.
Tidak tahu kenapa namun kesadarannya tiba-tiba menurun, suara kerumunan orang-orang jadi samar sebelum akhirnya menghilang secara sempurna. Sekarang Danial sudah dalam kondisi tak sadarkan diri.
~To be Continued~
●●●●●
Hai! Terima kasih karena udah nyempatin baca awalnya. Oh ya, jangan lupa tinggalkan vote!
-2020.02.01-
Follow on instagram
@ikballautner
@ikbal1999
KAMU SEDANG MEMBACA
A GIFT FROM HELL [END] ✔
Terror《HORROR X TEENFICTION》 "TERSERAH!" gadis itu memutar bola matanya malas, mulai naik pitam. "Lagian gue gak pernah nuntut lo untuk percaya kalau gue bisa liat hantu." "Kasian ya jadi elo. Harus pura-pura jadi indigo dulu untuk nyari perhatian!" sindi...