Disclaimer: fanfiksi ini terinspirasi dari film Pretty Woman (1990)--dengan beberapa modifikasi menyesuaikan karakter. I do not own any of these characters or the story plot. Hanya menulis karena hobi. I do not gain anything from this fanfiction.
Warning: adult themes dan konten sugestif, tapi tidak ada penulisan eksplisit
--------
------
"Ada sesuatu yang ingin kau lakukan?" tanya Tony pagi itu. Steve baru saja membuka mata, melihat Tony yang juga berbaring di sampingnya.
"Yang ingin kulakukan?" ulang Steve.
Tony mengangguk. "Ya, sebagai permintaan maaf yang tadi malam."
"Tony," Steve membelai pipi Tony. "Kau tidak perlu minta maaf. Jadi kau tidak perlu melakukan apapun untukku."
Tony menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ayolah. Kalau begitu, bagaimana kalau anggap aku ingin mengajakmu kencan?"
"A date? Kenapa?" tanya Steve bingung, meskipun memang ada perasaan senang dalam dirinya. Kata kencan membuat Steve merasa seperti memiliki hubungan yang kasual dengan Tony. Seolah-olah mereka bertemu dengan normal di bawah sinar matahari dan membuat janji untuk saling bertemu kemudian hari. Yang akan mereka lakukan adalah mengobrol dan saling mengenal, sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya.
Tapi tentunya bukan itu yang terjadi. Tapi Steve tetap suka ide kencan itu.
"Oke, kalau begitu bagaimana kalau menonton?"
------
------
Steve akhirnya keluar perlahan-lahan dan menunjukkan dirinya di hadapan Tony. Tony memang sudah tahu Steve adalah pria yang sangat tampan, tapi siapa yang tahu suit merah gelap juga terlihat sangat bagus untuknya. Kontrasnya sangat bagus dengan shirt putih yang dikenakan pria itu. Tadinya Steve memang mengidekan untuk pergi menonton bersama, dan sepertinya Tony memang paham kalau Steve cukup bingung kenapa dia harus berpakaian resmi. Menurutnya, hanya ada satu tempat yang cocok untuk orang seperti Steve.
"Merah lebih cocok untukmu," kata Steve.
"Memang. Tapi aku memang sengaja ingin kau memakai warnaku hari ini," kata Tony. Dia meraih sebuah kotak berukuran sedang yang dibungkus kertas kado hitam di atas meja. Tony tersenyum kecil saat melihat Steve bingung kenapa malah dia sendiri yang membuka kotak itu. Dipikir Steve, kotak itu sesuatu untuknya.
Steve mengalihkan pandangannya, berharap Tony tidak mengira apa yang dia pikirkan.
"Sebenarnya aku membeli ini untuk diriku sendiri, jadi ini bukan hadiah untukmu Steve," kata Tony, membuat Steve langsung salah tingkah.
"A-aku tidak berpikir seperti itu‒" Steve buru-buru membela diri, tapi Tony hanya mengibas-ngibaskan tangan.
Dari kotak itu, Tony mengeluarkan sebuah dasi berwarna hitam yang berkilauan. Tony mengalungkan dasi itu di kerah baju Steve dan melipatnya dengan rapi. Steve hanya bisa menganga memperhatikan kain indah itu dipasangkan di pakaiannya.
"Kali ini kau harus pakai dasi," kata Tony, selesai memasangkan dasi itu.
"Indah sekali," kata Steve.
"Well, ini terbuat dari sutra asli dan batu berlian."
Steve mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa?"
"Why not? Kuanggap kau tidak mau tahu berapa harganya," Tony mengangkat bahu dengan senyum usil.
"Tidak..." Steve menggeleng-geleng. Tapi dia terus-terusan melihat dasi itu dan akhirnya terkalahkan juga oleh rasa penasaran. "Berapa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
What We Do
Fiksi PenggemarDi antara carut marut kota bisnis New York, Tony Stark bertemu seorang PSK, Steve Rogers. Tony mempekerjakan Steve, semata untuk memiliki hubungan profesional tanpa melibatkan perasaan. Mereka yang tersesat dalam jalan yang tidak diinginkan. Steve x...