Disclaimer: fanfiksi ini terinspirasi dari film Pretty Woman (1990)--dengan beberapa modifikasi menyesuaikan karakter. I do not own any of these characters or the story plot. Hanya menulis karena hobi. I do not gain anything from this fanfiction.
Warning: adult themes dan konten sugestif, tapi tidak ada penulisan eksplisit
--------
------
Steve tidak bisa diam dan terus memastikan lengan jaketnya tidak tergulung atau kusut. Hari ini dia berpakaian seperti orang-orang kelas atas dengan suit biru agak abu-abu, meskipun sesuai permintaan Tony dia tidak sampai harus pakai dasi. Menurut Tony, itu membuat Steve tampak ketinggalan jaman. Tony bilang wajah Steve agak 'vintage' karena dengan mudah mengingatkannya pada celebrity crush tahun 40-an. Apalagi kalau rambutnya tersisir rapi ke kiri. Tony juga memberinya kacamata hitam untuk dipakai nanti karena event hari ini adalah event outdoor dan pakaian mereka tidak cocok dengan topi.
Tony mengaitkan lengannya pada lengan Steve, menepuk-nepuknya pelan. "Ayolah, kau tidak perlu gugup. Kau tampan dan semua gadis pasti penasaran apakah kau masih available."
"Aku tidak bisa berhenti gugup begitu saja, Tony," kata Steve. "Lagipula, kita sedang apa disini?"
Tony membawanya ke sebuah restoran, yang membuat Steve bertanya-tanya apakah Bruce mengajak Tony makan bersama lagi (Steve lupa kalau makan malam yang dihadirinya dua hari lalu dianggap sebagai makan malam bisnis). Tetapi restoran ini lebih ramai, penuh oleh orang-orang baik yang duduk di meja-meja makan atau pun di bangku di depan bar. Beberapa orang menyapa Tony dengan hormat, beberapa dengan akrab dan beberapa wanita hampir menempelkan tubuh mereka pada Tony. Steve bisa melihat Tony adalah orang yang sangat populer.
Sebelum Steve sempat berpikir lebih jauh, Tony segera memberi jarak antara dia dan orang-orang itu. Mengalihkan kembali perhatiannya pada Steve.
"Oh, kau tahu, kan. Sosialisasi. Kalau orang jaman dahulu balapan kuda, sekarang balapan mobil. Kau pernah lihat?" tanya Tony.
"Kurasa. Tidak diadakan di restoran begini sih." Steve sempat melihat beberapa balapan liar, yang biasanya diadakan di jalanan sepi saat malam hari.
"Mana mungkin balapan mobil diadakan di restoran kan? Tentu saja ada lintasan di luar," Tony menertawakan Steve. "Disini tempatnya orang-orang berkenalan, berbagi kartu nama dan mencari headline."
Tony mengajak Steve keluar dari restoran itu, dan menunjukkannya lintasan balapan yang panjang. Tony juga menunjuk sebuah kumpulan orang-orang yang berkumpul dan melakukan banyak hal di sekitar sebuah mobil balap berwarna merah. Ada nama 'Stark' yang sangat besar disana.
"Perusahaanku juga memproduksi mobil balap. Aku mensponsori yang itu, jadi kau harus berharap dia yang menang, oke?" Tony menepuk punggung Steve. Steve menoleh sejenak, lalu kembali memperhatikan berbagai macam orang yang sedang mempersiapkan balapan di bawah sana. Yang Steve tahu, orang-orang tinggal membawa mobil mereka masing-masing (yang entah curian) lalu langsung adu cepat begitu saja. Di sini ada begitu banyak persiapan. Dan tentu saja kelihatan jauh lebih aman.
Tribun itu mulai dipenuhi oleh penonton saat acara sudah akan dimulai. seorang wasit menembakkan pistolnya ke udara, menandakan balapan sudah dimulai. Mobil Stark itu mulai dari baris ketiga. Steve mengikuti dengan antusias, tapi saat menoleh pada Tony, dia melihat laki-laki itu hanya menopang dagu dan tidak terlihat tertarik sama sekali.
"Apa kau sering menonton ini, sehingga kau jadi bosan?" tanya Steve.
Tony menoleh beberapa kali ke arah Steve dan lintasan, seperti memastikan apakah Steve memang bicara dengannya. Tangannya berpindah dari dagu ke atas lutut. "Memang aku sering melihat ini. Tapi bukannya aku bosan."
![](https://img.wattpad.com/cover/202649499-288-k454611.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
What We Do
FanfictionDi antara carut marut kota bisnis New York, Tony Stark bertemu seorang PSK, Steve Rogers. Tony mempekerjakan Steve, semata untuk memiliki hubungan profesional tanpa melibatkan perasaan. Mereka yang tersesat dalam jalan yang tidak diinginkan. Steve x...