O3。Riddle

140 18 7
                                    

·

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

· . ˚   + ⊹ * ˚ ✺    .   ⋆

· . ˚   + ⊹ *
˚ ✺    .   ⋆

ㅤㅤBeberapa sekon berselang semenjak tiga murid Ravenclaw terlihat meninggalkan Aula Besar, seorang dara berdasi hijau dan perak membulatkan tekad 'tuk melakukan hal serupa.

ㅤㅤIa menarik napas panjang, menutupi kegugupan yang senantiasa Ia tutupi dengan baik. Mau bagaimana lagi? She must be fierce and tough, so no one can step on her. Asiara Son, nama yang tersemat, menegakkan raga, bersiap-siap meminta izin menuju kamar mandi.

ㅤㅤ"Mau kemana, Asia?" tanya seorang teman seasrama yang duduk tepat di sebelah Asiara, menyadarinya bersiap-siap pergi padahal pudingnya belum habis.

       "Mau ke toilet," sahutnya ketus. Dalam hati Asiara menyesali nada bicaranyaㅡtapi, Ia terlalu fokus pada suara yang berdengung meminta tolong di kepalanya.

      Ia berdiri dengan hati-hati, berjingkat-jingkat di antara murid-murid hingga akhirnya mencapai pintu, sama sekali tak menyadari ada sepasang mata yang mengawasinya sedari tadi.

      Kini, pemudi Son itu tengah berjalan sendirian, mengikuti kemana suara itu menuntunnya.

      Di tengah lorong, Ia berpapasan dengan seorang gadis Hufflepuff yang memegang secarik perkamen. Ia mengernyit, apakah gadis itu seperti dirinya? Maksudnyaㅡmendengar suara-suara?

      Awalnya Asiara hendak bertanya. Namun, melihat ekspresi kelewat serius sang gadis, Ia urung.

      "Lumos Maksima."

      Tak disangka, suara tersebut membawa Asiara ke anak-anak tangga. Asiara menelan ludah sebelum mulai memanjat undakannya, tongkat teracung dengan pendar cahaya di ujungnya.

      Dan Ia menemukan secarik kertas yang serupa dengan yang gadis Hufflepuff tadi pegang, melayang-layang di tengah belokan tangga. Asiara ragu sesaat, namun jelas suara ini mengarah ke sana.

      Dengan sedikit gemetaran, kuasanya telurur meraih kertas tersebut. Ada tulisan di sana, rupanya.

      "When the hand of hour is stretched to its limit, it favors the South. Seven passed and ticked, it will grant your deepest desire forㅡ"

      "ㅡany melodious sound..."

      "UWAAAA!!"

      Asiara menoleh tendas dengan tatapan bengis kepada sebuah suara yang mengagetkannya dari belakang. Ekspresinya membaik sesaat kala mendapati siapa yang berada di belakangnya, meski sesaat kemudian kembali melempar tatapan jutek.

      "Kau ngapain di sini, bocah tengil!?" ketusnya.

      Ethan Lee, musuh Asiara.

      Yang disebut 'bocah tengil' hanya mengangkat bahu dengan seulas cengiran. Ia mundur beberapa langkahㅡsebelumnya, Ia hanya berjarak barang sejengkal di belakang Asiara.

      "Aku juga dapat! Perkamen yang kau pegang itu," tuturnya seraya membenahi dasi hijau perak-nya.

      Asiara mengangkat alis. Sejujurnya Ia lega karena tahu bahwa setidaknya Ia 'tak sendirianㅡdalam arti, seseorang yang Ia kenal juga mengalami hal serupa.

      "Oh ya?" sahutnya sangsi. "Apa kau dengar suara-suara seperti... meminta pertolongan?" tanyanya lirih, seolah takut ada yang mendengar.

      Ethan mengangguk dengan raut serius. Asiara menelan saliva kasar karena hal ini makin aneh dan aneh saja baginya.

      "Aku memutuskan untuk mengikuti suara itu setelah kau pergi dari Aula Besar. Kupikir suara itu akan mengarahkanku ke tempat yang sama denganmu, ternyata tidak. Kertas untukku ada di lorong sebelah barat,"

      Kernyitan sang dara makin dalam mendengar penjelasan Ethan. Apa ini maksudnya? Ia sama sekali tidak paham. Dan lagi...

      "Tulisan di sini. Kurasa nih, ya, ini adalah semacam riddle. Kita harus mecahin ini untuk tahu maksud dari semua ini."

      Untuk pertama kali sejak sekian lama, Asiara setuju pada ucapan Ethan. Ia mengangguk lalu kembali mengangkat perkamennya sejajar dengan wajah.

      "Kurasa ini menandakan waktu, karenaㅡ"

      "Eits tunggu, Non," potong Ethan. "Kurasa kita perlu kembali ke Aula Besar dulu, kalau 'nggak mau terlibat masalah. Kita pecahkan di dalam saja," ujarnya seraya dengan hati-hati mengamit pergelangan Asiara.

      Asiara yang biasanya akan segera menepis tangannya dan berjalan mendahuluinya dengan ketus. Namun kali ini, Ia nampak terlalu worked up dengan segala misteri yang terjadi untuk melakukan hal itu.


ㅡto be continued.

ㅡto be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

THE Ethan Lee.

Rasmodeus VivaldiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang