. ˚ + ⊹ * ˚ ✺ . ⋆
· . ˚ + ⊹ *
˚ ✺ . ⋆
ㅤㅤ6 tahun menghabiskan hari-hari di dalam kastil, Genevieve mengenal Hogwarts seperti Ia mengenali telapak tangannya sendiri. Karenanya, tak terbersit sedikitpun ketakutan akan tersesat kala Ia menyusuri lorong-lorong lengang dengan tongkat di tangan.
ㅤㅤ"When the hand of hour is stretched to its limit, it favors the South..." Ia menggumamkan tulisan yang tertera di perkamen yang Ia dapat, dengan kedua alis bertaut dalam. "Seven passed and ticked, it will grant your deepest desire for any melodious sound...?"
ㅤㅤ"What the actual..." gumamnya sembari benaknya perlahan-lahan menjalin komponen-komponen tercecer dari riddle yang ada di hadapannya.
ㅤㅤ"No, Genevieve. Calm down. You can solve this," ujarnya pada diri sendiri, sebelah kuasa terangkat ke dahi. Ia memutuskan untuk kembali ke Aula Besar, lalu memecahkannya disana atau nanti di kamar asramanya.
ㅤㅤSatu dua langkah dituai, kembar rungu seakan berdiri kala mendengar suara langkah kaki dan sayup-sayup cengkrama dari kejauhan. Ia menolehkan tendas dengan kecepatan tinggi, kedua netra membelalak ketika sekelebat Ia menangkap sosok prefek Slytherin yang terkenal, Nathanael Na.
ㅤㅤShit, shit, shit. Ia cepat-cepat melaju tungkai menuju tempat tersembunyi, di ujung paling gelap lorong kastil. Genevieve menahan napas, karena meskipun Ia setingkat lebih tua dari sang prefek, Nathanael Na tetap punya wewenang untuk memberinya hukuman. Dan lagi, jelas-jelas Ia mendengar suara orang lain bersamanya. Bagaimana kalau itu adalah profesor?
ㅤㅤIa berusaha keras untuk 'tak menimbulkan suara sekecil apapun ketika dua langkah kaki itu kian bergaung mendekat. Semakin jelas bahwa suara tersebut adalah milik Nathanael Na, bersama seorang... perempuan? Suaranya terdengar muda, Genevieve segera mencoret kemungkinan bahwa Nathanael tengah bersama profesor dari kepalanya.
ㅤㅤ"...Aku sudah tau," ujar suara sang perempuan, yang kemudian disusul oleh kekehan ringan dari sang wira.
ㅤㅤ"Memang riddle itu pasti terlalu mudah buatmu."
ㅤㅤKedua alis Genevieve sontak bertaut. Riddle? Apakah mereka membicarakan hal yang sama layaknya secarik perkamen yang ada di tangannya? Nathanael Na, ada hubungannya dengan semua ini?
ㅤㅤ"Oh tentu saja. Aku 'kan kebanggaanmu?" terdengar gurauan dari sang puan. Kekehan juga kembali terlontar dari Nathanael. Suara percakapan mereka masih sayup-sayup terdengar meski terus berarak menjauh. Kerutan kening Genevieve makin dalam mengernyit. Apa maksudnya ini?
ㅤㅤJadi, Nathanael Na si prefek Slytherin ada hubungannya dengan rangkaian kejadian aneh ini? Sebetulnya, ini apa? Kapitanya digelayuti awan mendung penuh bingung, seraya Ia memangkas jarak kembali ke Aula Besar.
. ˚ + ⊹ * ˚ ✺ . ⋆
· . ˚ + ⊹ *
˚ ✺ . ⋆
ㅤㅤLampu aula besar sudah meremang redup, berubah lengang. Orang-orang lalu lalang menuju kamar asrama masing-masing, namun sang dara masih sibuk menekuni secarik perkamen misterius yang disana tertera teka-teki. Progressnya sejauh ini sudah cukup jauh.
ㅤㅤWhen the hand of hour is stretched to its limit, it favors the South. Menurut hipotesanya, itu merujuk pada jam 6 sore. Seven passed and ticked, berarti Genevieve harus menunggu tujuh menit? Genevieve cukup yakin perihal itu. Tapi apa? Apa yang harus Ia lakukan jam itu? It will grant your deepest desire for any melodious sound... Ia meloloskan desahan frustasi seraya memicingkan mata memindai baris kata-kata abstrak tersebut.
ㅤㅤIa berusaha memutar otak. Apa yang bisa mengabulkan permintaan, di dunia ini? Apa?
ㅤㅤTiba-tiba saja, salah satu kawan akrabnya duduk di sebelahnya. Jacob Kim, dari Ravenclaw. "Kau sedang apa, sih, Gen? Kelihatannya ada asap mengepul dari kepalamu," komentar sang adam, mengibas-ibaskan tangan di atas kepala sang dara. Genevieve tertawa kecil, sebelum menatap sang wira penuh tanya.
ㅤㅤ"Jacob, kira-kira... Apa kau tahu sesuatu yang bisa mengabulkan permintaan?"
ㅤㅤGenevieve mengira Ia melihat ekspresi sang adam berubah untuk sepersekon. Namun karena hanya sekerjap, Genevieve memutuskan bahwa itu hanya perasaannya saja.
ㅤㅤ"Maksudmu? Kupikir sihir memang bisa mengabulkan permintaan. Atau maksudmu, batu bertuah?" sahut Jacob, dengan kekehan pelan.
ㅤㅤ"Bukan, bukan. Aku yakin bukan batu bertuah. Entahlah... Seperti, sesuatu yang bisa mengabulkan keinginan terdalam kita? Asal kita bilang? Ah entahlah!"
ㅤㅤ"Maksudmu... Kamar Kebutuhan?"
ㅤㅤTelinga Genevieve seakan berdiri dan ingatannya seolah disengat alat kejut listrik bertenaga tinggi. Benar juga, kenapa Ia bisa lupa soal Kamar Kebutuhan?! Pasti itu jawabannya. Ia harus menuju Kamar Kebutuhan, jam 6 lewat 7. Air mukanya berangsur-angsur mencerah.
ㅤㅤ"Exactly! Kau penyelamatku, Jacob!" Ia memekik riang, memeluk sang adam yang turut terkekeh.
ㅤㅤ"Iya, don't mention it," sahutnya, tersenyum penuh arti.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
. ˚ + ⊹ * ˚ ✺ . ⋆· . ˚ + ⊹ *
˚ ✺ . ⋆
Jacob Kim, everyone.
And, the mighty Nathanael Na.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasmodeus Vivaldi
FanfictionCuriousity killed the cat . . . but not the wolves. A harry potter themed NCT apply fic.