#4. Malaikat Tak Bersayap

21 1 0
                                    

🔱

Tidak selamanya, senyuman
adalah tanda sebuah
Kebahagiaan.

🔱

"Bang Pangelan! Bangun dong, nanti mama malah lho!" teriak Milka dari balik pintu bercat putih milik Pangeran. Tangan mungilnya mengetuk pintu dengan kuat, menurutnya. Pipinya memerah saat kakak laki-lakinya tak kunjung membukakan pintu.

"Abang—Ah!" Milka berteriak saat tubuhnya diangkat ketika tangannya hendak tergerak mengetuk pintu. Memeluk erat leher lelaki berseragam SMA, takut ia terjatuh dari gendongan Pangeran.

"Bang! Bikin Ilka kaget aja," Milka merengut lalu memukul pundak Pangeran. Namun sama sekali tidak berdampak apapun terhadap Pangeran. Tidak ingin adiknya kecewa, ia pun pura-pura mengerang sakit. Mengerucutkan bibirnya kepada Milka.

"Pundak abang sakit, Milka pukulnya kuat banget. Ntar, kalo tulang abang patah gimana?" tanya Pangeran. Milka segera terjingkat panik lalu mengelus pelan sekali pundak Pangeran, meniupnya.

"Ilka gak cengaja bang, tapi calah abang juga napa endong Ilka tiba-tiba. Kan kaget Ilka nya," ujar Milka lugu tetap mengelus pundak Pangeran.

Pangeran tersenyum gemas lalu mencium berkali-kali pipi berisi Milka. Merasa kegelian, Milka tertawa cekikikan.

"Ampun bang, Ilka gak pukul-pukul pintu abang lagi. Janji!" ucap Milka bersungguh-sungguh. Tapi tetap saja, dimata Pangeran adiknya itu begitu menggemaskan.

"Iya-iya, yuk turun. Nanti mau abang anterin Milka sekolah gak?"

Milka segera mengangguk cepat. Membuat poni tipisnya tergerak cepat.

"Mau-mau!" Pangeran mengelus kepala Milka lembut.

"Mama," Milka meminta Pangeran menurunkannya saat sudah sampai dimeja makan. Pangeran pun menurunkan Milka dipangkuan ibunya.

"Bang, mau sarapan atau bawa bekal?" Tanya ibunya—Amara sambil mulai menyendokkan sesuap nasi lembut kedalam mulut mungil Milka.

Pangeran memikirkan sejenak untuk memutuskan.

"Bekal aja deh ma," putusnya pada akhirnya.

"Okede, bi Edah," Amara memanggil bi Edah. Bi Edah yang merasa terpanggil pun tergopoh-goloh berjalan menghadap Amara.

"Iya nyonya? Bekalnya den Pangeran ya?" tebak bi Edah menunjuk Pangeran dengan senyuman ramahnya.

"Yoi dong bi, yang biasa ya,"

"Siap den," Bi Edah langsung pergi kedapur untuk mengambil kotak bekal yang biasa ia persiapkan.

Pangeran duduk disalah satu kursi sambil memasang bandana merah kebanggaannya didahi lelaki tersebut. Melihat hal itupun, Amara menggeleng maklum.

"Abang ya yang antar Milka? Mama lagi gak bisa antar Milka, butik mama lagi rame-ramenya. Abang bisa antar Milka kan?" tanya Amara. Pangeran mengangguk.

"Gapapa ma, yaudah Pangeran berangkat ya? Yuk Milka," Pangeran menggandeng tangan mungil Milka. Milka pun menggendong tas punggung bergambar little pony kerlap-kerlip kesukaannya. Seakan melupakan sesuatu, Milka membentuk mulutnya berbentuk o lalu melepas genggaman tangan Pangeran. Pangeran mengernyit bingung.

Milka berlari kedapur untuk mengambil bekal yang disiapkan bi Edah untuk sang kakak.

Saat melihat bi Edah menutup bekal milik Pangeran, Milka menarik ujung apron merah yang dikenakan bi Edah.

PangeranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang