Sara dapat merasakan bantalnya sedikit lembab dan matanya sembab—bahkan masih ada dua tetes air mata yang bersisa di pelupuknya. Ia duduk di atas kasur seraya memandang sekelilingnya; berusaha untuk mengumpulkan kesadaran kalau ia telah terbangun, kalau semalam adalah kali terakhirnya melihat Seokjin. Kemudian putaran film tentang beberapa hari terakhir berputar di kepalanya.
Panggil dirinya sebagai budak cinta—memang begitu, memang—terlebih setelah menerima kembali lelaki yang mau mencampakkannya dan bayi mereka. Namun di persimpangan jalan yang merenggut nyawa Seokjin, Sara sadar; bahwa pengejaraan lelaki tersebut adalah ucapan penyesalan tanpa kata-kata, sebuah permohonan maaf yang tak pernah sempat disampaikan. Seharusnya.
Lucunya, dunia yang merebut kekasihnya mengembalikannya dalam bentuk yang berbeda.
Waktu ibu Seokjin bilang kamar anaknya terkadang menimbulkan bunyi yang abnormal. Sara tidak ingin percaya, sedikit pun, berpikir kalau kamar tersebut dihantui adalah kalimat terakhir yang ingin ditemukannya—bagaimana dirinya bisa merelakan kalau terus-terusan memikirkan seorang Kim Seokjin? Namun mendengar penuturan si wanita yang serius, Sara memutuskan untuk melihat sendiri.
Dalam hitungan jam pintu kamar Seokjin terbuka; Sara mengharapkan rasa hampa serta bau apek tak diurus menyergapnya. Alih-alih si wanita perlu kehilangan seluruh kata-kata saat menemukan apa yang bisa dilihatnya. Seokjin, bersimpuh; dengan tangis, dengan ketidakpahamannya tentang apa yang terjadi, dan dengan maafnya.
"Seokjin?"
Sara tertawa—tapi ia tak bisa menghindari bulir air mata yang merembes di mata kirinya. Oke, seorang wanita karir yang telah mendapatkan gelar magister cuma bisa bilang seperti itu? Gila sekali.
Ia cukup senang menemukan Seokjin kembali setelah berpikir tak akan melihatnya tatkala tubuh lelaki tersebut dibakar jadi abu—kendati kelakuannya mempermainkan semesta sangat salah.
Well, semua harus berakhir pada akhirnya.
"Hi."
Buru-buru Sara menyeka air mata sebelum menoleh; menemukan ibunya dengan cardigan hitam membopong sebuah vas bunga ke dalam kamarnya. Ia spontan mengernyit, sejak kapan ibunya peduli untuk menghias kamar anaknya? Bunga palsu lagi.
"Ma, bunga itu bunga untukku?"
Ibunya meliriknya dan tertawa seolah Sara baru saja bilang kalau kasurnya yang ditidurinya masuk ke klasifikasi likuid. "Iya, kalau tidak buat apa Mama bawa ke sini?"
Sejenak hening, wanita tersebut menatap vas bunga di antara barang-barang Sara yang berserakan, sementara Sara mulai bangkit dari tidurnya.
"Tidak ada alamat serta nama pengirimnya." Ibunya berkacak pinggang untuk mengagumi hasil karyanya—alias menaruh vas bunga di kamar sang anak. "Omong-omong tadi satu bunga yang berwarna merah muda itu dipisah, itu bunga asli, cuma ibu susah membawanya jadi disatukan saja. Mungkin ayah atau kakakmu ..."
Vokal ibunya mengalir, berusaha menjelaskan, namun dalam otak Sara suara tersebut telah membias dan mengalir jauh dari dunianya; menjadi latar belakang dari kesadaran yang menyergap segenap isi otak serta hatinya.
Seokjin pernah bilang ia membenci quotes yang menceritakan tentang seorang lelaki yang memberikan bunga secara berkala dan yang terakhir adalah bunga palsu; melambangkan cinta yang tak akan pernah luntur sampai mentari tak lagi terbit. "Iya, selamanya. Namun cintanya palsu dan murah, bagaimana banyak gadis remaja ber-aw ria membacanya sih?"
Tangan Sara membelai salah satu kelopak lily berwarna merah muda yang mekar dengan cantik; satu-satunya kelopak bunga asli yang secara konyol ditaruh di antara benda mati.
Ada empat bunga lily lain di antara hydrangea, snapdragons berwarna ungu pucat, dan gyp; empat sebagai tanggal jadi mereka. Kemudian satu tangkai bunga lily lainnya ... well, Sara tidak akan lupa bagaimana di kencan pertama mereka Seokjin secara impulsif memberikannya bunga; cuma satu tangkai. Ya, lily berwarna merah muda.
Wanita tersebut ingin tertawa dan menangis di saat bersamaan, cuman yang bisa ia lakukan—di samping ibunya—hanya tersenyum kecil. Mungkin nanti. Mungkin nanti ia akan mengajak bicara bunga ini seolah Seokjin yang ada di sana, berterima kasih dan mengingat masa lalu, mengisahkan tentang kehidupannya, atau bercerita tentang anak mereka nanti.
Untuk sekarang Sara hanya tersenyum seraya mengelus perutnya lembut.
🌑🌓🌕
This is the missing piece! Permintaan tolong terakhir dari Seokjin ke Jinjoo ;)
Jujur setelah baca ulang cerita ini aku mempertanyakan ide apa yang merasuki pas nulis HAHAHA, ini terlalu menye dan panjang buat jadi tulisan Sher :( but I did enjoy writing this, so I hope you enjoy reading this too!
Love ❤️,
Sher.
![](https://img.wattpad.com/cover/189808987-288-k658216.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Blurred Line
Fanfiction[Completed] Ada dua hal menarik semenjak perpisahan mereka. Pertama, setelah tak sadarkan diri selama satu malam, Seokjin bangun dengan indra yang sangat baik dan bertambah; sedikit makhluk halus menemani rutinitasnya. Kedua, mereka benar-benar berp...