"Belanjaan siapa ini? Banyak sekali."
Seketika mataku terbelalak, teringat sesuatu.
"Punyaku!" seruku pada Namjoon yang sedang memegang paper bag milikku dan langsung kurebut dari tangannya saat itu juga.
Kulihat salah satu alis Namjoon terangkat. "Kau memeras pacarmu lagi, ya?"
Aku melotot tak suka. "Ini bukan hasil memeras, tapi tanda kasih sayang! Karena Taehyung sayang padaku, jadi ia memberikan ini. Lagipula aku juga tidak akan meminta kalau tidak ditawari."
Heol, Jung Naree. Gayamu congkak sekali. Namjoon sampai mengejekmu dengan lesung pipinya itu.
"Jangan-jangan kemarin kau tiba-tiba datang ke rumahku karena ada pacarmu. Dia mengantarmu pulang, ya?"
"Kalau iya, memang kenapa? Kau keberatan kalau aku memakai rumahmu?"
"Tidak juga, sih." Sembari Namjoon melepas celemek yang melingkari sebagian tubuhnya, ia menyandarkan bokong di meja dapur dekat westafel sambil melipat dada menghadapku. "Tapi Naree, kupikir kau itu gadis yang apa adanya. Kalau memang pacarmu itu benar sayang padamu, dia akan menerimamu bagaimanapun kondisimu."
Bisa pingsan aku lama-lama mendengar ceramah Namjoon.
Ia mengambil napas agak panjang, "Oke, kuakui kau memang bar-bar."
Sial-
"Tapi sejauh aku mengenalmu, kau bukan tipe gadis yang suka memanfaatkan orang seperti itu."
Aku membuang napas. "Anggap saja kau tidak mengenalku. Yang ada di depanmu ini Jung Naree yang lain. Jung Naree yang kau kenal sudah mati. Hanyut di Sungai Han."
Namjoon meluruskan punggung. Air mukanya menunjukkan keterkejutan.
"Realistis saja, deh. Siapa di dunia ini yang tidak membutuhkan uang?" Aku tersenyum kernyih, "Kau dan Kak Seokjin kuanggap pengecualian. Dari lahir kalian sudah kaya, banyak uang, jadi mungkin kalian sudah terbiasa. Berbeda denganku. Aku tak pernah merasakan yang seperti ini sebelumnya. Aku bahagia. Sekali aku merasakannya, tidak akan kulepas lagi."
Kuembuskan napas panjang. "Lagi pula, aku juga harus membayar utang keluargaku pada keluargamu."
Namjoon mendelik dan langsung berdiri dari duduknya. "Sumpah, Jung Naree, kalau niatmu bekerja di sini untuk membayar utang, akan kupecat kau sekarang juga."
Aku terkekeh. "Memangnya kau sanggup memecatku? Nanti tidak bisa bertemu denganku lagi, lho! Kau 'kan sibuk melanjutkan kuliah seni sekaligus jadi karyawan kesayangan perusahaan ayahmu. Mampir ke sini juga kalau kau sedang senggang."
Aku dan Namjoon tidak seumuran. Ibuku dulu pernah bekerja untuk keluarganya.
Namjoon itu jenius. Dia kaya raya tapi kuliah dapat beasiswa. Padahal kata ibunya, waktu hamil Namjoon beliau pernah tidak sengaja memakan kue kering yang hampir kadaluarsa. Jangan-jangan karena itu, ya?"Sudah kubilang lupakan masalah itu, Naree. Kau ini sudah kuanggap keluarga."
Oke, Namjoon kembali membahas topik yang sebenarnya Enggan. Sekali. Kubahas.
"Kalau mau menganggapku keluarga, setidaknya kau harus menikahiku dulu."
"Gila. Aku tidak mau punya anak bar-bar darimu!"
"Ayolah, menikah denganku saja. Nanti kuputuskan Taehyung langsung. Biar nanti anakku jenius sepertimu."
"Sinting."
Aku tertawa. Namjoon juga. Kebahagiaan kami tidak akan terhenti begitu saja kalau tidak ada Min Yoongi yang tiba-tiba muncul lengkap dengan wajah skeptisnya.
"Ada pelanggan," katanya, sambil melirikku sedetik.
Aish, nada bicanya itu tidak bisa sopan sedikit, apa? Tampangnya apalagi. Omong-omong, aku belum pernah melihatnya tersenyum. Atau jangan-jangan dia memang tidak bisa senyum? Bibirnya rematik?
"Ada pelanggan, kau tidak dengar aku bilang apa?"
Aish, lihat saja lagaknya seperti bos saja. Padahal bos sesungguhnya-Namjoon ada di sana. Dan cecunguk itu malah terlihat puas sekali melihatku digalaki Min Yoongi.
"Iya, aku ke sana, Kak Yoongi yang tampan dan manis sekali." []
KAMU SEDANG MEMBACA
Latent
Short StoryNaree tak mengenal Jungkook sebaik ia mengenal Taehyung walau mereka berada di bawah atap ruang kelas yang sama. Namun, ketika Jungkook tahu alasan Naree memacari Taehyung, Naree tahu ia tak bisa menghindari Jungkook. -Feb, 2020 by auliadv All Righ...