Ria. Begitu biasa orang-orang memanggilnya. Usianya sudah 21 tahun. Di desanya, rata-rata gadis seusia itu sudah menikah. Untuk melebur kesepiannya, dia memutuskan bekerja ke kota.
Namun, sempat tidak ada pekerjaan yang cocok, karena tidak memungkinkan untuk dia melaksanakan kewajiban salat.
Akhirnya, ada tawaran pekerjaan di suatu rumah makan, di sekitar
pasar jual beli hasil laut. Ria tinggal di rumah kakak sulungnya. Jarak lokasi warung kebetulan dekat dengan tempat kakaknya tinggal.Semula ia begitu canggung. Gadis berjilbab di tengah-tengah keramaian yang sebagian besar adalah kaum lelaki.
Banyak pemuda tampan di sana. Itu pun tidak kunjung ada yang meluluhkan hatinya. Mereka begitu mudah bicara seenaknya. Hanya sedikit yang pandai menghargai wanita, namun tidak ada satu diantaranya yang bisa meluluhkan hati Ria.
.
Suatu ketika, ada seorang lelaki paruh baya yang merupakan pelanggan di rumah makan itu. Hampir setiap hari selalu nongkrong di warung. Laki-laki itu selalu memperhatikan gerak-gerik Ria. Dia juga sering melihat Ria memasuki musala warung saat waktu salat telah tiba.
Saat warung sepi, dia mencoba memanggil Ria.
"Ria ... bisa kesini sebentar!" panggilnya ke arah Ria.
"Ada apa, Pak?"
Ria menghampiri lelaki itu.
"Duduk disitu!" ujarnya sambil menunjuk ke bangku di depannya.
"Ada apa, Pak?"
Ria penasaran dan segera duduk.
"Kamu mau aku kenalkan sama adik istriku? Adik iparku ada yang belum menikah. Dia sudah sering bertaaruf dengan gadis-gadis yang kami perkenalkan. Tapi, tidak ada yang berujung pernikahan, semua gagal. Bagaimana, kamu mau?"
"Aduh, Pak ... mungkin barangkali melihatku saja dia tidak sudi. Aku kan ... cuma pelayan. Mana mungkin dia mau menjadikan aku istrinya, Bapak ada-ada saja," ujar Ria dengan sedikit candaan.
"Ini serius, yang penting kalian taaruf dulu. Kalau tidak cocok, tidak usah dilanjutkan."
"Ya sudah! Terserah Bapak."
"Sebentar lagi aku suruh dia datang. Supaya kamu bisa lihat seperti apa orangnya, bagaimana?"
"Boleh, Pak. Suruh saja."
.
Saat pria yang dimaksud itu datang, Ria segera mengantar minuman dingin yang sudah dipesan bapak tadi. Dia masih biasa saja seperti melayani pelanggan lainnya. Ria tidak terlalu yakin, juga tidak terlalu penasaran. Kemudian Ria kembali duduk di kursi meja kasir sembari memerhatikan pria itu.
Selama duduk di situ, pria itu sekali pun tidak pernah menoleh ke arah Ria, tetapi Ria terus memerhatikannya. Sikapnya yang terkesan cuek itu, lantas membuat Ria merasa ada yang berbeda dengan pria itu.
Ria melihat pria itu membuka topinya kemudian ditaruh di meja. Matanya sipit, hidungnya mancung, kulitnya juga cerah. Saat itu pula pria itu tersenyum lalu tertawa kepada bapak itu. Entah apa yang dia tertawakan.
Ria mulai gugup sendiri dengan hatinya. Cara pria itu tertawa sungguh sederhana, apa adanya dan hanya sesaat saja. Manis sekali ternyata parasnya.
Setengah jam kemudian, pria itu berdiri sembari ingin pulang. Tubuhnya begitu tinggi kira-kira 180 cm. Hati Ria begitu hambar saat pria itu hanya berlalu pergi. lagi, tanpa sekali pun menoleh ke arahnya.
"Jangan bermimpi Ria. Mana mungkin dia menyukaimu," bisiknya di dalam hati.
Tiba-tiba si bapak datang, sambil tersenyum memberikan secarik kertas bertuliskan nomor ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
JODOH TERBAIK
Short StorySebuah cerpen yang diangkat dari kisah perjalanan cinta penulis. Ria (Suryani) gadis rumahan yang pernah menjalin hubungan LDR dengan seorang pemuda gayo. Namun karena hubungan yang terlalu rumit semua kandas. Ria patah hati bertahun-tahun.Kemudian...