Chapter 3

7 1 0
                                    

Edward Simon Adam, ia membenci nama itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Edward Simon Adam, ia membenci nama itu. Ia bahkan berusaha membuat semua orang membencinya, terutama cewek. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Mereka malah semakin tergila-gila kepadanya. Dasar cewek! Makhluk yang bodoh. Apakah sebegitu sukanya sama wajah gue. Bahkan setelah apa yang gue lakuin terhadap kalian, merenggut harga diri kalian, dan kalian tetap tak membenci gue?! Cih, Benar-benar tolol!

Edward kembali menoleh ke lapangan kampus yang terlihat jelas dari jendela kelasnya yang terletak di lantai 2. Dosen kelasnya tak datang. Semua murid sibuk mengerjakan tugas yang diberikan dosen sebagai ganti dia tak mengajar. Dan Edward tak peduli akan hal itu. Malah ada yang mengerjakannya untuk dia tanpa perlu ia bersusah payah.

"Ed, ini makalahnya sudah kuprint. Ku kumpulkan ya. Nama kamu sudah kuketik di halaman depan, kok." Tutur seorang cewek pendek dengan kacamata lebar. Ia tak cantik, hanya tergila-gila pada wajah Edward. Untungnya dia tak perlu jadi 'korban ranjang' Edward untuk bisa mendapatkan perhatian Edward. Setidaknya ia masih memiliki satu kelebihan yang disebut pintar.

Edward menoleh kepadanya. Lalu meletakkan tangan ke atas kepala cewek itu. "Makasih, manis.. lo emang de best deh." puji Edward lembut. 

"Hehe.. sama-sama, ed.. hehe.." setelah terkekeh begitu, cewek itu berbalik pergi.

"Ed, kemana aja, aku cariin daritadi." kali ini datang cewek lain dengan tergopoh-gopoh.

Edward tampak malas menanggapi. "Ada apa?"

"Ih, kok gitu ekpresinya. Apa kamu kesal gara-gara semalam tadi?"

Edward tampak acuh tak acuh. Ia kembali teringat momen semalam. Ia memang jelas jengkel. Ia paling benci diganggu saat berada di puncak kepuasan. Ia jengkel karena gagal merengut keperawanan cewek ini. Dan terlalu malas mengulangnya lagi.

Tiba-tiba terlintas bayangan cewek yang ia tolong semalam. "Marsah, asha atau deska.. ah.. lupa gue namanya."

"Kalo kamu mau, ntar malam kita lanjut di kostsan aku." ucap cewek itu seakan mengerti arti sikap Edward.

"Nggak usah. Aku lagi nggak mood."

"Ed, kok kamu jadi berubah gitu ke aku? aku minta maaf, bener deh. Aku nggak tahu bakal ada yang datang ke perpus malam itu."

"Nggak papa. Udah balik sana ke kelas kamu. Ntar ada yang denger." Usir Edward pelan.

Beberapa pasang mata tak sengaja menangkap percakapan itu. Tapi, tak ada yang merespon. Semua orang sudah tahu pasti bagaimana popularitas Edward di kampus itu. 

Bahkan beberapa cewek teman sejurusan Edward tampak tak suka dengan keberadaan cewek yang jelas bukan kelas mereka itu.

"Dia siapa sih? ganggu banget. Orang masih jam kuliah, nyelonong masuk aja tanpa permisi dulu kek." ceplos seorang cewek sambil mengetik di depan laptop.

"Tau tuh, kayaknya udah dibuang Edward lagi setelah dipake." balas cewek lain di sebelahnya.

"Gue dengar, cewek itu ternyata udah nggak perawan. Makanya Edward jadi kesal udah dibohongin." selak yang duduk di bangku depan dengan berbalik badan ikut nimbrung.

"Haha.. mampus dia dibuang." ujar yang dibelakang senang.

"Tapi, itu cewek nggak cantik-cantik amat. Mending gue. Kok Edward mau sama dia?"

"Meneketehe. Mungkin pake pelet kali."

"Aduh, gila kali kalo beneran."

"Haha.. kalian ngaco bener." 

"Biarin."

"Udah ah, lanjut kerjain makalahnya."

Setelah itu, kembali para cewek tadi pada kesibukan masing-masing. Edward jelas merasa sedang dibicarakan. Ia terlalu malas menanggapi. Detik itu juga ia segera keluar kelas.

"Ed, tunggu. Jangan putusin aku." kejar cewek yang ngobrol sama Edward tadi.

Edward tak menjawab. Ia buru-buru meninggalkan ruangan. Setelah berada di lorong kelas jurusan lain. Ia menyergap bahu cewek korban dia yang ke-23 itu.

"Hei, lo dengar ya. Gue paling nggak suka cewek manja. Apalagi yang suka gangguin gue pas lagi nggak mood. Jadi, kalo lo nggak mau gue putusin. Enyah sekarang!'

Wajah malaikat itu mendadak berubah. Tak ada yang tau kepribadian asli Edward. Ia seolah-olah memiliki Dissociative Identity disorder atau sebutan lainnya berkepribadian ganda.

Edward memiliki masa lalu kelam. Tak ada yang tahu hal itu. Masa lalu yang membuat Edward ingin memusnahkan seluruh cewek dari muka bumi ini.

Tak ada yang tahu alasannya. 

"Ed...?" cewek itu mulai dihinggapi rasa takut dengan perubahan sikap Edward itu.

Edward yang menyadari hal itu, cepat-cepat meralat ucapannya.

"Eh, sorry. Mirna.. Aku lagi banyak pikiran. Tolong lupain kataku tadi. Kamu mau maafin aku kan?" Wajah Edward berubah drastis.

"Aku Mira bukan Mirna."

"Eh, Sorry.. Mira maksud ku. Jadi??"

"Nggak tau!" Mira pura-pura ngambek. Secara hatinya udah terlanjur sakit dengan kata-kata kasar Edward tadi. Walau bagaimanapun gantengnya Edward, ia tetap masih memiliki yang namanya harga diri.

Tiba-tiba Edward mendekap tubuh Mira dari belakang. Sehingga membuat Mira mau tak mau teringat kembali pada momen indah malam itu.

"Aku sayang kamu. kamu maukan maafin aku.. Pliss.." bisik Edward pelan ke dekat kupingnya.

Mira malah terangsang. Namun, cepat-cepat menguasai diri. "Iya, udah aku maafin kok." ucapnya sama pelan.

Edward sumringah. Lekas ia kecup pipi mungil itu. "Makasih, manis."

Wajah Mira semakin belingsatan jadinya. Memerah pekat layaknya kepiting rebus. Bagaimana ia bisa membenci pesona itu. Ah, Tuhan tak adil. Tak bolehlah malaikat jadi manusia. Bisa punah semua cowok di dunia ini nantinya karena kesepian.

Lalu Edward melepas pelukannya. 

"Kalo gitu, aku pergi dulu ya. Masih ada urusan. Sampai jumpa nanti malam." imbuhnya mesra. Membuat Mira tanpa sadar mengangguk pasrah.

Setelah berkata begitu, Edward sudah lenyap darisana, meninggalkan makhluk lugu itu yang masih terbius dibawah pengaruh mantra bernama CINTA.

***

Pretty Vs Handsome BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang