Semarang, 22 Maret 2019
Merengkuh kata sederhana,
Yang konon mampu melambungkan rasa.
Merinai diksi dalam puisi, berharap hingar bingar pun mengikuti.
Menyemai prosa menjadi antologi rasa.
Pertanyaannya siapa sudi tuk ku labuhkan rasa?Sajakku ingin kamu,
Namun sepeninggal kita sepenggal kata "kamu" tak berarti apa-apa.
Kamu pernah ada tersirat di pikiranku,
Walau aku tak berwujud di sukmamu.Aku selalu berusaha mendikte kata demi kata agar kau paham makna.
Memang kamu berhasil mendapatkan posisi tinggi di relung atma.
Namun tak semua yang tinggi selalu berada di atas utama.
Di atas kertas rasaku menorehkan sejarah.
Merebah di tanah, merengkuh gundah.Jika aku berkata kamu tak berarti apa-apa,
Mungkin terdengar klise, sebab aku berdusta.
Nyatanya kamu masih menjadi alasan di balik setiap aksara.
Senja hari itu, tawamu dan tawaku saling bertaut,
Menemani jingga yang tak jua berjumpa larut.
Membiarkan sang waktu terhanyut.Hingga angin mencemburui udara yang kian sibuk bergelayut bersama debu.
Debur ombak pun turut riuh menyapu tepian yang acap kali berdesir dengan pasir.
Tautan jemari kedua pasang tangan manusia semakin erat merekat.
Telapak kaki berlarian mengiringi tawa,
Menghambur bersama suka cita.Ada harapan dibalik sana,
Untuk kamu,
Agar tak seperti kilatan semburat senja yang siap digantikan gulita malam.
Aku apa daya? hanya sekeping hati yang bergeming.
Kita sama-sama pergi berakhir.Sederhana,
Aku berhutang pada waktu, tak jua menyesali mengenalmu.
Terpaksa ku sayangkan perihal waktu kala itu,
Yang mampu membuat sajak hari ini.
Mempersulit kalimat aku ingin lupa,
Membelenggu jiwa yang tak kunjung terbebas.
Bagimu mungkin hanya satu dari beribu senja kita yang sama.
Bagiku itulah sebuah alasan mencintaimu tanpa karena.•••
Temukan saya di:
Instagram @julfabella
Twitter @kotabulanTandai saya apabila kalian menggunakan kutipan dari karya saya