"Perlahan habis dan hilang seperti jam pasir yang sengaja dibalik, aku tidak ingin waktu berlalu dengan cepat saat kau ada disisiku. Aku takut dengan waktu"
Hari ini aku menggerutu mengutuk semua orang yang membuatku kesal. Aku merasakan bahwa ini adalah hari yang menyebalkan. Bagaimana tidak, pekerjaan akhir bulan yang menumpuk akibat rekan kerja yang sulit diajak kerjasama. Semua pekerjaan rumit dilimpahkan dan sementara dia sedang senang-senangnya berseluncur di media sosial.
ahh sudahlah aku masih junior mana bisa aku menolak yang ada bunuh diri.
Sore tiba dan waktunya aku pulang, aku belum membersihkan diri benar-benar kepalang mager (malas gerak). Scroll instagram melihat konten musik atau sastra sambil tiduran diatas kasur dengan guling kesayangan memang paling nyaman setelah lelah bekerja. Tiba-tiba ada notifikasi direct message masuk kali ini dari Radit !
Tanpa pikir panjang aku iya kan permintaannya yang mengajakku ke tempat stand kemarin lagi, katanya dia mau beres-beres alat kopi nya. Sebelum berpisah kemarin sore, aku sempat bilang ke Radit mau kesana lagi karena ingin lihat konser band-band indie dan kalau bisa aku bareng sama Radit.
Ternyata dia dengar.
Kami berjanji bertemu di sekitar kampus trisakti setelah adzan magrib. Aku buru-buru memesan ojek online untuk sampai di kampus trisakti sebelum Radit sampai disana terlebih dahulu. Ojek online memang transportasi andalan ku disaat kemacetan ibu kota yang kian meningkat. Hanya butuh beberapa menit, aku tiba di Monumen Reformasi depan kampus trisakti. Ternyata Monumen 12 Mei Reformasi sudah diperbaiki dan diberi ruang untuk orang-orang yang lewat bisa sekedar duduk sambil menunggu angkutan umum atau titik penjemputan ojek online.
Aku orang yang paling tidak sabar dalam hal menunggu. Menunggu hanya membuatku menjadi mati kutu dan gelisah, karena jujur saja aku hampir tidak pernah membuat orang lain menungguku malah aku yang menunggu mereka berjam-jam. Kurang lebih 40 menit menunggu akhirnya Radit datang dengan sepeda motor dan setelan baju tenun khas nusa tenggara dan kami langsung menuju lokasi stand. Di perjalanan kami cerita banyak hal, mulai dari biodata, kebiasaan masing-masing, dan tentu nya aku masih saja membahas bahwa kita pernah bertemu sebelumnya.
Sampai di stand kami bergegas merapihkan peralatan kopi milik bayu karena stand lain sudah dahulu tutup. Melihat Radit repot, aku segera membantunya sebisaku memasukan alat kopi kedalam tas carier. Radit masih sempat membuatkan secangkir kopi dan menawarkannya kepadaku. Setelah beres semua aku duduk di samping panggung dekat dengan wall climbing yang kemarin sempat Radit mencobanya. Kali ini obrolan kami tentang petualangan mendaki gunung, kami ditemani dengan Fahri yang juga pencinta alam. Ini yang membuatku tersenyum-senyum semalaman, ternyata Radit jago juga wall climbing. duhh
"Tolong video-in ya, aku mau naik lagi hehehe." Ucap Radit sambil menuju alat climbing
"Serius? Oke aku video-in"
Malam semakin larut, aku semakin tidak terima bahwa malam kian bergegas menuju pagi. Perjalanan pulang tentu saja aku dan Radit bercerita banyak sekali kata pepatah jawa "ngalor-ngidul" namun rasanya masih saja aku tidak terima waktu begitu cepat berputar.
____________
Dua minggu menjelang Radit menjanjikan untuk pergi camping bersama. Jujur saja aku belum pernah merasakan camping selain dengan organisasi yang jumlahnya ratusan orang dan ini pertama kalinya aku menjajakan kaki di daerah yang sama sekali belum aku tau arah mata angin nya. Perjalanan ke Gunung Bunder di Bogor, Jawa Barat menghabiskan waktu sekitar 5 jam. Maklum saja aku dan Radit mengandalkan maps penunjuk arah untuk sampai disana. Mulai dari macet hingga jalan menanjak lengkap dengan tikungan super tajam dan licin di tebas dengan sepeda motor Radit yang dipacu sangat cepat. Radit sangat lihai soal jalan menanjak, menurun, tikungan tajam.
"Ini serius jalan nya begini? Kamu yakin bisa lewat sini?" Ucapku yang semakin takut bahwa aku dan Radit nyasar
"aku sih udah biasa jalan seperti ini anggap saja lagi di rumah"
"aahh sombong kamu, tapi aku percaya"
"dengerin lagunya deh, kita kayak lagi shooting Ftv yah."
"Hahaha iyaa ya kok bisa kebetulan pas gini."
Seolah hari itu kami adalah pasangan kekasih yang sedang dipeluk semesta, matahari menyinari tidak menyakitkan, angin berhembus tidak mengacaukan suhu tubuh, mata terbuai lukisan pemandangan-Nya.
Tuhan tolong hentikan waktu sejenak, aku ingin ini jangan cepat berakhir
Radit bukan tipe lelaki yang idealis. Semua yang dilakukan nya entah sangat menarik bagiku. Radit selalu tampil dengan apa adanya dan tidak banyak macam-macam. Proporsi tubuhnya hampir sama dengan tubuhku, Tinggi dan berat badannya tidak beda jauh denganku. Rambut gondrong sebahu yang semakin membuat aura nya terpancar jelas ditambah senyum nya yang khas membuat siapapun yang memandang akan ikut tersenyum. Alisnya yang terbentuk rapih seperti alis wanita yang diukir menukik. Namun diluar dari fisik nya, ada yang lain aku temukan dari dalam dirinya, dan bisa jadi hanya aku yang merasakan. Radit memiliki kemampuan spesial yang akupun tidak bisa mendeskripsikan lewat tulisan.
Melihat Radit begitu cekatan menyalakan kompor dan segera memasak air panas untuk membuat kopi kesukaannya dan teh kesukaanku. Walaupun awalnya aku harus membujuknya untuk bangun. Aku berfikir bahwa pribadinya begitu mudah menarik perhatian orang lain. Namun ada hal yang harus aku sadari dan ini menjadi pembatas ku untuk dapat memilikinya di alam semesta ini. Radit telah terikat oleh semesta yang lain, ia telah dimiliki orang lain. Sebelumnya Radit sudah mengatakannya saat kami bertemu dimalam menuju minggu waktu itu. Aku mengutuk diriku sendiri ini dan semua tidak benar, aku tidak percaya, haruskah secepat ini?
Tiba-tiba aku masuk kedalam alam semesta ciptaanku sendiri. Terlihat sedang tidak baik-baik saja, aku coba merasakannya sekali lagi. Aku memejamkan mata di dalam tenda.
Alam semesta ku sedang hancur dan teramat parah. Jiwaku goyah dan sulit kukendalikan ketika aku sendiri. Awan di langit semestaku mendung siap meneteskan airnya setiap saat. Cuaca dingin sepanjang hari dengan matahari yang terlihat dekat namun terasa jauh. Hangat sinar nya hanya terasa disaat Radit berada disampingku. Waktu dalam semestaku berjalan dengan cepat sehingga aku tidak bisa membedakan siang dan malam. Aku membuka mata dan perasaanku tetap sama.
Aku takut waktu kembali membuatku merasakan kehilangan yang sangat menyakitkan jiwaku. Aku takut waktu kembali merebut dia, matahari di alam semestaku, yang ku sebut Abadi ku, dia bagian jiwaku yang hilang. Tolonglah wahai waktu, tidak untuk saat ini. Setidaknya sampai doaku dikabulkan oleh pemilik-Nya dengan hasil terbaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kau yang Kusebut "Abadi"
PoetryLampu jalan ibu kota Jakarta menjadi saksi dimana pintu semestaku kembali terbuka. Seorang wanita dengan masa lalu yang kelam dan hidup dalam kekecewaan, kini kembali merasakan manisnya bulir asmara. Wanita yang mengharap hadirnya seseorang sebaga...