ARAH KITA

11 3 0
                                    


“Begitu aku merasa bingung kemana harus berjalan, Hanya satu yang aku pahami saat ini adalah arah kita

Kembali ke meja kantor dengan sembab mata masih terasa sisa aku menangis semalaman. Entah apa yang membuatku begitu menghayati tangisanku semalam, begitu sendu namun aku merasa lega setelah menangis. Aku punya kebiasaan agak melelahkan, langsung menangis jika teringat oleh hal menyakitkan dan rumit. 

Aahh dasar aku cengeng.

Hari ini aku punya janji untuk keliling malam bersama Radit. Aku tidak tau Radit ingin mengajakku kemana tapi aku tidak curiga sedikitpun. Setelah lama kita bernego akan kemana akhirnya kita putuskan untuk ke kedai kopi yang sering aku kunjungi. Secangkir es kopi ditemani alunan musik akustik yang dimainkan oleh musisi jalanan menghantarkan aku berbincang banyak dengan Radit.

“kamu tau gak, waktu aku tau kamu nangis gak tau kenapa tiba-tiba aku jadi sayang banget sama kamu dan gak mau kamu pergi." Ucap Radit dengan tatapan seriusnya

“masa sih? Beneran." Aku tersipu malu

“iya beneran, sayang.” sahut Radit sembari merebut jemari tanganku

“jangan menghilang tiba-tiba yah, aku takut” ucapku kali ini sedikit bernada merengek

“siap boskuh, aku gak akan menghilang."

Genggaman tangan Radit yang hangat menemaniku hingga tengah malam. Begitu terasa nyaman nya saat aku bisa berada didekat nya. Enggan aku melirik jam yang terus berputar cepat saat aku sedang bersamanya.

Masih aku ingat dengan jelas bagaimana Radit mengatakan bahwa dirinya tidak lagi sendiri. Berkali-kali aku menyadarkan diri bahwa ucapan Radit itu nyata. Tapi apakah aku harus menyerah secepat ini? aku tidak ingin kehilangan ia dalam waktu cepat. Kehilangan notifikasi Whatsapp nya dalam waktu seharianpun sukses membuatku kebingungan mencari-cari letak salahku.

Segelas black iced coffe pertama yang di pesan Radit perlahan habis begitupun dengan cappuchino milikku. Semilir angin malam dan musik syahdu mengiringi malam merdu kami berdua. Bertatapan mata dengan orang lain adalah hal menakutkan bagiku tapi tidak dengan Radit. Tatapan hangat penuh gelora seperti menusuk hati dengan lembut. 

Tuhan, tolong hentikan waktu sebentar saja.

Menahan diri untuk tidak menanyakan arah hubunganku dengan Radit sedikit menyiksa batin. Aku sadar siapa diriku jika posisi Radit saat ini masih memiliki. Cukup bagiku berada disampingnya membuatku lupa dengan permasalahan yang sedang mengejar untuk membunuhku. 

Waktu telah larut, Radit mengantarku pulang dengan sepeda motornya. Sembari menyodorkan headsheet nya dengan playlist lagu-lagu yang sudah familiar di telingaku kami menembus dinginnya angin malam. Pelukan ku mendarat di punggung hangatnya. Iya, Radit pernah bercerita kalau suhu tubuhnya terus hangat dalam keadaan apapun. 

Tuhan, terima kasih karena telah mempertemukanku dengan makhluk indah mu ini. Arahku memang tak berarah, pernah kemudiku hilang kendali dan aku tak tau sampai mana perahuku. Hanya kau yang tau kemana arahku berlayar. 

Kau yang Kusebut "Abadi" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang