🍹 1. Jatuh Cinta 🍹

8.9K 773 123
                                    

Malem, temans. Siapa menunggu Athena yaa 😁😁

Athena berdiri di depan sebuah rumah sakit besar. Setelah melirik jam di pergelangan tangannya, dia membenarkan masker yang menutup hidung dan mulut supaya tidak mengganggu pernapasan. Langkahnya mantap menuju meja penerimaan di mana seorang perawat langsung berdiri dan memberikan senyum ramah.

"Selamat malam, ada yang bisa kami bantu?" Standar SOP sekali ucapannya.

Athena memberikan anggukan. "Saya mau bertemu Dokter Raphael Yoseph." Singkat saja jawaban yang terlontar dari bibirnya.

"Sudah membuat janji sebelumnya?"

"Sudah."

"Baik, silakan ditunggu sebentar."

Setelah mempersilakan Athena menunggu, perawat itu mengangkat telepon dan menekan beberapa tombol. Selesai dengan pembicaraan singkat, dia pun kembali mengatakan kepada Athena untuk menunggu. Hanya dalam waktu kurang dari satu menit dan sudah mendengar kata menunggu lebih dari dua kali, begitu pikir Athena.

Athena duduk di salah satu kursi dan secara kebetulan menoleh ke lorong sebelah kiri. Di sana, dia melihat seorang pria dengan langkah lebar berjalan menuju IGD. Itu adalah pria paling menarik yang pernah Athena lihat. Tinggi, berkulit putih, dengan snelli yang tidak dikancingkan. Satu tangannya masuk ke saku sementara tangannya yang lain menggenggam bolpoin. Athena bisa melihat itu dengan jelas karena pria itu adalah Raphael dan sedang menuju ke arahnya.

"Malem, Mbak Athena. Periksa sekarang?" Raphael bertanya tanpa basa-basi.

"Malem, Dok. Iya langsung aja."

"Mari saya periksa." Raphael melangkah ke sebuah brankar dan menutup tirai pembatas.

Athena berbaring di brankar setelah Raphael menanyakan keluhan yang dia rasakan. Ada rasa tidak nyaman saat tangan Raphael menekan area perutnya. Hal terakhir adalah memeriksa tenggorokan dengan menggunakan senter yang awalnya dikira Athena sebuah bolpoin. Sepanjang pemeriksaan, Athena menatap lekat wajah Raphael yang bersih. Dalam jarak sedekat itu, kelihatan kumis yang tampaknya dicukur secara rutin. Hidung kokoh Raphael serta bibir yang terkesan seperti terus cemberut dan membuat Athena tidak bisa mengalihkan pandangan.

Selesai dengan prosedur pemeriksaan, Athena duduk di depan Raphael dan mendengarkan semua tentang langkah kesembuhannya. Mulai dari jangan lelah, makan tepat waktu, hindari makan makanan pedas dan istirahat yang cukup. Khas dokter sekali. Raphael mengatakan hanya akan memberikan obat dosis ringan serta vitamin dan berharap Athena bisa sembuh dengan itu.

Athena meninggalkan IGD setelah membayar biaya konsultasi dan mendapatkan selembar resep. Dia tersenyum sendiri mengingat percakapannya dengan Raphael. Ada-ada saja, begitu batinnya. Bagaimana tidak capek sementara pekerjaannya adalah kru EO. Itu adalah jenis pekerjaan yang menuntut keramahan sekaligus lincah di saat yang sama.

Sesampainya di parkiran, Athena melihat ke seberang rumah sakit dan merasa tertarik pada kedai yang sepertinya baru buka. Di sebelahnya ada apotek juga, dia pikir sekalian saja kalau dia menebus obatnya lalu makan di kedai itu. Tidak perlu waktu lama, Athena mendapatkan obatnya dalam beberapa menit lalu menuju kedai dan duduk di meja pojok.

Kedai yang lumayan rame dengan sepuluh meja di mana enam di antaranya diduduki oleh pengunjung. Athena memilih siomay sebagai santapannya serta teh hangat. Enak, begitu batinnya. Dia tidak tahu makanan itu benar-benar enak atau dia sedang lapar hingga apa pun makanan pasti terasa enak.

"Makan sedikit begitu nggak akan bikin kenyang, Mbak Athena."

Athena langsung melihat sosok yang menegurnya dan kini duduk di hadapannya dengan sepiring selat solo yang menggugah selera. Matanya langsung terpaku pada sosok itu. Raphael terlihat menawan tanpa snelli. Kemeja berwarna biru itu benar-benar cocok seolah dibuat khusus untuk tubuhnya.

"Dokter," sapa Athena. "Makan di sini juga ...."

Athena tahu kalau dia sudah mengatakan sesuatu yang tidak penting, tetapi rasanya itu memang dibutuhkan. Tidak mungkin baginya menyapa Raphael hanya dengan satu kata. Pria itu bahkan tampak santai menikmati makanannya sebelum melihat ke arahnya dengan senyum lebar yang baru kali itu diperlihatkan.

"Saya lapar. Mumpung ada waktu untuk makan."

Mumpung ada waktu untuk makan. Kalimat itu diulang Athena dalam pikirannya. Memangnya sesibuk apa dokter umum satu ini? Meskipun begitu, Athena tidak mengucapkan apa-apa. Cukup baginya bisa duduk di depan Raphael karena baginya, itu adalah sebuah keberuntungan yang tidak disangka-sangka.

"Sibuk banget, ya, Dok?"

"Begitulah. Zaman sekarang semua pekerjaan itu sibuk, Mbak Athena. Contohnya Mbak Athena sendiri. Sampai sakit begitu, 'kan?"

Athena tersenyum mendengar ucapan Raphael. Jantungnya kembali berulah. Debarannya mendadak jadi lebih cepat sampai Athena meletakkan sendoknya. Pasti malu jika Raphael melihat kalau dia mendadak gemetar.

"Jangan lihat saya sampai begitu, Mbak Athena. Bisa jatuh cinta nanti."

Aku memang sudah jatuh cinta, Dok! Athena membatin. Benar-benar sial baginya. Bertemu dengan puluhan artis saat bekerja saja dia tidak pernah terpesona. Bagaimana ceritanya dokter satu ini mendadak menawan hatinya dengan begitu mudah.

"Maaf, Dok!"

Raphael menampilkan senyumnya. Giginya benar-benar rapi dan pasti bisa membuat bangga seorang dokter gigi. Ada lesung pipit di sudut bibir kirinya. Melihat lesung pipit itu, mau tak mau Athena jadi kembali menyadari betapa seksinya Raphael dengan bayangan kumis yang mengintip mau keluar.

"Kenapa minta maaf, Mbak Athena? Saya cuma bercanda. Jangan terlalu serius begitu. Kalau nggak di rumah sakit, anggap saya sebagai teman."

"Teman?"

Raphael mengangguk. "Ya, teman. Tidak ada salahnya, bukan?"

Bagaimana Raphael bisa berkata begitu santai sementara jantung Athena jumpalitan tidak karuan. Jika bisa, dia ingin diberi sedikit saja ketenangan yang dimiliki oleh Raphael supaya tidak ada tingkah memalukan yang mungkin akan dia timbulkan.

"Iya, Dok."

"Kalau begitu simpan nomor saya, ya."

Tentu saja Athena sudah menyimpan nomor telepon Raphael. Pria itu kan dokternya, yang benar saja! Setiap mengeluh sakit atau tidak enak badan jelas Athena selalu menghubungi Raphael. Bagaimana mungkin hal itu terjadi jika tidak menyimpan nomor telepon Raphael.

"Sudah saya simpan, Dok."

Raphael bersandar seraya menepuk dahi dengan satu tangan. "Ya ampun," katanya, "tentu saja Mbak Athena menyimpan nomor saya. Sering banget periksa sama saya, 'kan."

Athena merasa sedikit santai saat Raphael berbicara lebih banyak. Dia meraih gelasnya dan meneguknya sedikit. Setelah itu Athena mengeluarkan obat yang tadi dibelinya di apotek sebelah. Selain vitamin, ada tiga butir obat yang diresepkan oleh Raphael. Athena gagal membuka satu kemasan obat terakhirnya sambil mendengarkan celoteh Raphael. Dokter cinta itu memberikan kuliah bagaimana dia harus menjaga asupan makanan meski sedang sibuk dengan pekerjaan.

"Sini saya bukakan!" Raphael meraih obat di tangan Athena.

Athena menerima kembali obatnya dari tangan Raphael. Hanya dibuka bungkusnya saja tanpa mengeluarkan butiran kecil itu dari kemasan. Sedikit sentuhan ujung jari Raphael membuat jantung Athena kembali berulah sampai-sampai dia berpikir mungkin jantungnya bermasalah. Setelah mengeluarkan obat itu, Athena diam sejenak.

"Diminum, Mbak, biar cepat sembuh. Satu lagi, minum vitaminnya pagi saja. Semoga lekas sembuh, ya. Saya pamit dulu."

Raphael pergi setelah memberikan senyumnya lagi. Athena benar-benar terpesona. Rasanya memang tidak ada pria yang memiliki senyum semenawan itu. Harus diingatnya dalam hati supaya mengingat nasihat Raphael. Bagaimanapun itu memang untuk kebaikannya meski dia sendiri tidak yakin dengan pola makannya jika mengingat pekerjaannya yang memang sering membuatnya lupa waktu.

Jantuuung ... ternyata bisa ya jumpalitan😁😁. Revisi bab 1 ku, semoga dibacanya lebih enak dan teman² suka.

Love, Rain❤

Love RhapsodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang