🍹 6. Melihat Dia 🍹

5.1K 595 124
                                    

Malem temans. Aku datang lagi dong, yaa. Bawa Mas Raphael😁😁
Hayuklah dibaca saja, kasih tau kalo ada typo ya, temans. Kuyy🤩🤩
.
.
Raphael turun dari mobil setelah memarkirnya di depan klinik. Hari ini dia luar biasa lelah setelah praktik panjang di poli jantung. Pasien yang datang luar biasa banyak dan dia tetap tersenyum melayani semuanya. Hingga kesibukan merenggut jam makan siang pun, Raphael tidak memprotes atau marah. Semuanya tetap ditangani sampai selesai dan tiga puluh menit sebelum poli tutup, pasien habis.

Sambil menarik napas panjang, Raphael melirik jam di pergelangan tangannya. Tidak sempat pulang untuk sekadar membersihkan diri, dia memutuskan untuk langsung ke klinik saja. Praktiknya dimulai dalam dua jam dan masih sempat istirahat untuk mencari makanan dan mengganjal perutnya yang meronta.

"Dokter Raphael, selamat sore."

Raphael menoleh dan mendapati Parman, karyawan bagian bersih-bersih menyapanya. "Mas Parman belum pulang?"

"Belum, Dokter."

"Lembur?"

"Tidak juga, Dok. Saya biasa pulang kalau Bu Bos sudah tidak butuh saya lagi."

Raphael mengangguk. Tidak ingin membuang waktunya yang hanya sedikit sebelum memulai praktik, dia segera berujar, "Kalau gitu saya masuk dulu, Mas Parman."

"Silakan, Dok. Mau saya buatkan kopi atau teh?"

"Tolong air mineral saja."

"Baik, Dok. Akan saya antar segera."

"Terima kasih."

Raphael melangkah menuju pintu masuk klinik. Saat itulah seorang perempuan berlari melewatinya. Mengenakan legging hitam dengan garis putih serta jaket olahraga. Sebuah tas ransel diletakkan di satu bahu dan dia berhenti di meja penerimaan pasien. Jangan lupakan wanginya ... sebuah aroma membius Raphael dan secara otomatis mengembalikan ingatannya pada tahun-tahun yang sudah berlalu.

Sebuah aroma yang tak mungkin dilupakan Raphael karena ada sesuatu yang khas menurutnya. Aroma teh bercampur keringat dan menempel di leher si pemilik wangi seksi itu. Rasanya Raphael ingin melabuhkan bibir di sana. Memberikan kecupan-kecupan kecil dan ... sedikit gigitan, mungkin.

"Dokter Raphael, selamat sore." Perawat dengan name tag Jenny menyapa hangat.

"Sore," balas Raphael cepat. "Ke mana perginya pasien yang baru saja masuk?"

"Bukan pasien, Dok. Itu Bu Athena. Psikolog yang praktik di sini."

"Athena?"

Sial. Belum hilang pengaruh dari wangi menggiurkan itu dari penciumannya, kini nama Athena disebut-sebut. Bisa-bisa dia menjadi gila dalam sekejap. Diam-diam Raphael berharap bahwa itu adalah Athena-nya. Namun, bagaimana mungkin? Athena yang dia kenal adalah gadis bertubuh segar sementara yang beberapa saat lalu dia lihat adalah gadis bertubuh seksi dengan lekukan di tempat-tempat yang tepat.

"Ya, Dok. Bu Athena. Dokter belum kenal?"

Raphael menggeleng.

"Kalau begitu Dokter Raphael harus datang ke pertemuan besok. Acara itu rutin setiap awal bulan. Nanti bisa menyampaikan keluhan tentang fasilitas atau memberi masukan untuk meningkatkan pelayanan klinik."

"Baik."

Raphael berlalu tanpa banyak bicara. Dia yang memiliki kepribadian yang lebih tenang dibandingkan Satrio dan Alfredo. Dalam keadaan darurat pun, Raphael masih bisa bersantai. Termasuk dalam pertemanan. Alih-alih pemarah ketika situasi berjalan menyebalkan, Raphael memilih untuk tidak peduli dan meraih buku lalu membaca.

***
Raphael tidak menyangka kalau tempat praktik barunya benar-benar kebanjiran pasien. Beruntung dia menyempatkan diri mengganjal perutnya yang lapar sebelum praktik. Kalau tidak, jelas bisa jadi masalah untuk kesehatannya. Tidak ingin berlama-lama di sana, Raphael segera membereskan semua peralatan begitu kegiatannya selesai. Dimatikannya lampu sebelum dia meninggalkan ruangan.

Sampai di area depan klinik, Jenny menghentikan langkahnya. Raphael jengkel, saat dia tergesa-gesa ingin segera beristirahat, ada saja sesuatu yang membuatnya menunda rencana. Menghentikan langkah, Raphael menoleh tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Ma ... maaf menghentikan Anda, Dok." Jenny berujar gugup.

"Ada apa?" Raphael tidak menanggapi kegugupan Jenny.

"Maaf belum sempat mengambil status pasien. Saya usahakan secepatnya mendapat perawat khusus untuk membantu Dokter."

"Sudah?"

"Sudah, Dok."

Raphael berbalik tanpa memperhatikan Jenny yang bengong. Raphael tidak peduli mau mendapat perawat khusus yang membantunya atau tidak. Selama dia bisa membereskan pekerjaannya sendirian, maka itu sudah cukup.

Sampai di parkiran, Raphael segera menuju mobilnya. Demi apa matanya menatap perempuan yang tadi sore dilihatnya. Athena berjalan di samping Alfredo. Raphael tidak salah lihat. Itu benar-benar Athenanya. Dengan penampilan yang sudah sangat berubah, Athena benar-benar menawan.

Masih mengenakan legging yang sama dengan tadi sore, Athena sudah tidak membawa tas. Dia berjalan begitu santai meski banyak orang di sekeliling mereka. Beberapa dokter yang baru menyelesaikan praktik juga ada. Ada hubungan apa antara Alfredo dan Athena?

Rambut Athena diikat tinggi, menyisakan helaian-helaian yang tampak seksi membingkai wajahnya saat tertiup angin. Ada juga yang menempel di leher putihnya. Demi Tuhan. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Raphael merasakan keinginan yang benar-benar menggebu. Bagaimana rasanya melabuhkan bibir di leher itu dan menghabiskan sore hari sambil menatap matahari tenggelam.

Tidak bisa berdiam diri lebih lama lagi, Raphael keluar dari mobil. Tujuannya jelas, apalagi kalau bukan menghampiri si pemilik leher indah itu. Dia tidak peduli seandainya Alfredo akan mengeluarkan kata-kata tajam. Hal yang lebih penting dari itu jelas sudah menunggunya.

"Al!" serunya.

Langkah Alfredo berhenti dan menoleh padanya. Tentu saja Athena juga menoleh. Alfredo tampak berbicara dengan Athena dan perempuan itu melanjutkan langkah menuju mobil Alfredo dan masuk. Rasanya ingin mengumpat, tujuannya memanggil Alfredo adalah mendekati Athena. Bagaimana mungkin Alfredo meminta gadis incarannya masuk mobil terlebih dulu.

"Sudah mulai praktik? Kupikir masih minggu depan." Alfredo mengkonfirmasi.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Ini klinik istriku, kalau kau lupa."

Karena Athena tidak ada di dekat Alfredo, Raphael jadi malas untuk berbicara. Dia berbalik dan berjalan menuju mobilnya. Tak dihiraukannya Alfredo yang sedang mengumpat dan mengucapkan sumpah serapah karena ketidak sopanannya. Siapa yang peduli?

Dari dalam mobil, Raphael memperhatikan mobil Alfredo yang sudah mulai bejalan menuju gerbang. Dia pun menyusul di belakangnya. Beberapa mobil juga mengantre masuk ke klinik. Sembari menunggu antrean untuk belok, pintu mobil Alfredo terbuka. Athena keluar dari sana dan berjalan menuju penjual pukis.

Raphael benar-benar merasa marah luar biasa. Jemarinya mencengkeram roda kemudi dengan erat. Dia yang ingin mendekati perempuan itu, kenapa justru Alfredo yang mendapatkannya? Demi apa pun juga dia tidak rela. Alfredo sudah memiliki Aegea sebagai istri, tak seharusnya temannya itu mendekati perempuan lain.

Saat mobil Alfredo sudah belok kiri, kebetulan Athena sudah selesai membeli camilannya. Dengan senyum lebar yang tidak mungkin Raphael lupakan, Athena masuk mobil. Itu memang Athena-nya. Pasien yang sudah mencuri hatinya dan pergi begitu saja bertahun-tahun yang lalu. Raphael mengerang sejenak. Bagaimana senyum semanis itu baru dia ketahui saat ini. Ke mana gadis itu menghilang selama ini? Kemudian ... lihatlah tubuh menggiurkan yang Athena miliki. Athena yang bertubuh segar saja mampu menarik perhatiannya, apalagi yang sekarang. Raphael tidak rela jika pujaan hatinya itu menjalin hubungan dengan orang lain. Kali ini Athena bisa pergi. Raphael memastikan hal itu tak akan terjadi lagi.

Ea eaa ... siapa yang suka gigit leher kea Raphael?😝😝

Love, Rain❤

Love RhapsodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang