Kisah Cinta Candien

2 0 0
                                    


Candien didiagnosa memiliki gangguan kesehatan mental yang bernama Obsessive Compulsive Disorder ketika dirinya masuk kelas 2 SMA. Hasil test sementara, keadaan Candien ini dipengaruhi oleh tekanan dan perilaku orangtua yang menuntutnya untuk hidup dengan penuh kesempurnaan. Sejak kecil Candien selalu dituntut untuk bisa menjadi juara kelas. Jika pun ia turun peringkat maka ayahnya tak segan untuk mengirimnya ke asrama. Ketakutan yang tidak diolah ini yang membuat Candien sulit untuk mengontrol perilakunya sendiri. Perfeksionis yang berlebihan yang akhirnya muncul sebagai pertahanan diri agar ia aman dari ancaman. Candien tidak tahan dengan segala hal yang berantakan, ataupun barang-barang yang letaknya tidak sejajar. Dia selalu mengecek berkali-kali semua yang ada dirumahnya. Ia tidak akan bisa pergi jika kerapian rumahnya tak tertata.

Candien mengalami masa-masa sulit sampai ia ingin bunuh diri ketika ia tinggal bersama sepupunya yang tidak rapi. Jadwal sehari-hari yang ia terapkan berantakan. Pikiran obsessive inilah yang menimbulkan tingkat kecemasan berlebih, sehingga ia mengurung diri dikamar, menolak makan dan bahkan ingin bunuh diri. Candien melawati masa sulit bersama seorang psikolog. Beruntung, kakek Candien orang yang melek akan kesehatan mental. Sehingga, hal semacam ini tertangani dengan cepat.

Karena alasan inilah, Candien mengambil jurusan psikologi. Agar ia bisa membantu sesama penderita gangguan mental lainnya. Saling mendukung dan saling berbagi. Ditengah pendidikan sekolah tingginya di Camberra, ia bertemu Greg, cinta pertamanya, bahagianya mereka menikah. Sedihnya setelah sepuluh tahun, indahnya pernikahan telah tenggelam bersama matahari di hari itu. Greg, adalah satu-satunya laki-laki yang selalu menenangkannya ketika kecemasannya kambuh. Greg, yang selalu bilang "Everything is fine, honey. Don't worry." Saat dia mulai cemas, ketika ia tidak membersihkan rumah ataupun rumah sedang berantakan. Dan anehnya, Candien selalu tenang, tak pernah setenang itu. Dan bahkan terapi kognitif, terapi pengobatan  yang ia jalani selama ini menunjukkan hasil yang baik. Namun, setelah ini, siapa yang akan menenangkannya? Mama nya telah berpulang, dan Greg? Pergi menghilang bersama teka-teki yang tak kunjung henti. Suntik KB, agar ia tak hamil, dan sekarang ia malah bertemu anak Greg. Gila saja, anak perempuan ini berusia 12tahun, dua tahun lebih tua dari usia pernikahannya. Yang berarti, Greg menikahinya saat memilik keluarga. Istri dan anak yang berusia dua tahun. Inikah alasanmu, Greg? Menyuntikkan cairan KB setiap bulan, agar kau hanya memiliki anak dari istri pertamamu? Sungguh alibi yang sempuran. Seorang dokter kandungan, yang akan pasti tahu, bagaimana cara agar Candien tak hamil.

*******
"Honey, tidakkah lebih baik kamu menemui Candien?" Diska memecah keheningan malam, saat kedua anak perempuan mereka terlelap.

"Untuk apa?" Greg menjawab, menyeruput teh hangat buatan istrinya, untuk menenangkan pikirannya yang kacau. Yang tadi bertemu mantan istrinya.

"Untuk menjelaskan semua. Candien sudah tau kalau kamu memiliki anak. Dia pasti bingung, dia pasti menerka apa yang telah terjadi. Bukankah lebih baik, kamu menjelaskannya?"

"Diska, aku menceraikan Candien untuk kamu, anak-anak kita. Lalu, kamu mau aku menjelaskan ini? Yang pasti akan menyakiti Candien."

"Sudahkah kamu mencintainya? Hingga tak mampu meyakitinya?"

"Diska! Aku menyakitinya selama sepuluh tahun untuk kamu. Masihkah kamu bertanya tentang hal itu? Sering, sangat sering. Aku sudah bilang, aku mencintaimu tidak ada wanita lain. Candien, aku anggap seperti adikku. Ketika memberikan nafkah batin padanya pun, aku tersiksa. Untuk siapa aku tersiksa? Untuk kamu."

"Greg, namun lebih baiknya, dia tahu keben arannya dari mulutmu. Sakit, memang. Namun itu yang terbaik. Aku akan ikut, saat kamu menjelaskannya."

"Baik, kalau itu mau kamu. Mana pernah aku tidak melakukan permintaanmu?"

***

Cekliing...
Nada notifikasi handphone Candien berbunyi. Ia tak segera membukanya. Namun itulah wanita, rasa ingin tahunya besar, yang berakhir tetap membuka pesan.

" Hallo Candien. Bisakah kita bertemu? Aku ingin menyampaikan sesuatu.
Greg."

Candien tak lantas menjawab, ia menangis, sesenggukan. Air mata yang ia tahan sedari tadi akhirnya luruh juga. Odiezt, untung di beda kamar, ia sedang tidak ingin diinterogasi. Dia hanga ingin menangis.

Di cafe itu sudah menunggunya Greg dan wanitanya. Ia membenci rasa penasaran ini yang membawanya hingga rasa sakit yang pasti akan mendorongnya jatuh kerelung kesedihan yang tak berkesudahan.

Dibawah Temaram Matahari Di Ufuk BaratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang