Bab 6

4.3K 122 2
                                    

Kesempatan untuk memiliki hanya sekali. Sudah pernah kuberikan hatiku kepadamu untuk kau miliki, namun kau memilih untuk memiliki hati yang lain.

Aku rasa segan pada ibu Deen. Wanita itu menarik tanganku dan membawaku masuk ke bilik tidurnya.

"Mama mahu mengatakan sesuatu pada Dya, sementara Deen tidak ada di rumah," kata ibu Deen.

"Deen ke mana, ma?" aku bertanya. Wanita itu senyum padaku.

"Mama meminta papa mengajaknya ke warung kopi di depan sana. Biar kita ada masa berbual berdua," katanya.

Sampai di bilik tidurnya, ibu Deen menarik keluar sebuah album. Dia menghulurkan albuk itu kepadaku.

"Semua gambar Deen ada dalam album itu," katanya.

Aku membelek helaian demi helaian album itu. Benar kata mama Deen. Album itu memuatkan foto-foto Deen dari bayi hingga dewasa. Aku senyum melihat aksi lucu Deen dalam foto-fotonya.

"Dia lucu dan tampan," komen ibunya. Aku mengangguk mengiakan. Deen memang tampan, malah sangat tampan.

Aku terus membelek hingga aku melihat foto-foto seseorang sedang terbaring di katil rumah sakit. Aku mendekatkan mata, cuba memastikan penglihatanku tidak salah.

" Deen?" aku bertanya dengan memandang pada ibu Deen.

"Ya, Dya. Itu memang Deen," jawabnya dengan mata berkaca.

Aku menyentuh lengannya. Dia menangis tertahan. Lama setelah itu barulah ibu Deen membuka ceritanya.

"Masa tu Deen genap dua puluh tahun. Dia merayu untuk meraikan hari jadinya di rumah temannya. Rupanya malam tu mereka merempit. Dia kemalangan,"ibu Deen mengelap air matanya. Aku hanya menunggu dia melanjutkan ceritanya.

" Dia cedera parah. Doktor mengatakan Deen akan hilang kejantanannya, " wajah ibu Deen nampak kesal dan sedih.

" Maksud mama Deen mati pucuk? " tanyaku spontan. Ibu Deen mengangguk.

"Semua orang kampung tahu. Anak-anak gadis di kampung juga tahu. Tidak ada yang mahu mengizinkan anak gadis mereka dekat dengan Deen," aku terpana mendengar penjelasan itu. Sampai begitu sekali mereka menghukum Deen.

"Mama fikir Deen akan sendiri sampai tua. Tapi nasib baik Dya sanggup menerimanya," ibu Deen memelukku sambil terus menangis.

"Jangan tinggalkan Deen, Dya. Apapun kekurangannya, Dya jangan tinggalkan dia," katanya.

Aku berfikir seketika. Mungkin inilah alasan Deen memintaku untuk menjadi kekasih sementaranya. Untuk menunjukkan pada orang-orang kampungnya bahawa masih ada gadis yang menginginkannya.

Cuma permintaan ibu Deen terlalu besar. Bagaimana aku akan bertahan di sisi Deen jika kami sebenarnya hanya sebatas sahabat. Namun demi ibu Deen, aku berjanji akan selalu bersama anaknya.

Sebelum aku keluar dari biliknya, ibu Deen menahan tanganku.

"Boleh mama bertanya sesuatu?" aku mengangguk. Ibu Deen kelihatan serba salah untuk menanyakan soalan itu.

"Kamu dan Deen sudah pernah melakukannya?" akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulut ibu Deen. Sebenarnya aku ragu untuk menjawabnya. Tapi, mungkin tidak mengapa jika aku berbohong sedikit untuk menyenangkan hati ibu Deen.

"Pernah," jawabku pendek dengan dada berdebar-debar.

"Bagaimana Deen?" aduh, aku malu untuk menjawab pertanyaannya. Tapi dia benar-benar mengharap aku menjawabnya.

"Dia normal, ma," jawabku dengan pipi terasa panas. Bagaimana aku sanggup mengatakan dia normal sedangkan hakikatnya aku tidak tahu dia normal atau tidak. Bagaimana jika Deen benar-benar tidak berfungsi sebagai lelaki?

My Love Story ✔️Where stories live. Discover now