Part 12

3.9K 99 10
                                    

I'm sorry. I know it's too late now. But please, give me one more chance to love you, to make you mine.

Upacara pengebumian ayahku sudah selesai. Ayah disemadikan bersebelahan dengan kubur ibu. Para tetamu beransur meninggalkan kawasan perkuburan setelah mengucapkan 'takziah' kepada kami bertiga.

"Mari kita pulang, Dya," Jacob merangkul bahuku yang masih terisak. Pemergian ayah bagaikan mimpi ngeri. Semuanya berlaku begitu cepat. Aku tidak pernah membayangkan akan kehilangan ayah secepat ini.

"Kamu pulang dulu, Jack. Aku perlu waktu untuk menenangkan diri," aku melepaskan tangannya dari bahuku.

"Kita akan pulang bersama, Dya," jawab Jacob. Tanpa menjawabnya aku terus melangkah meninggalkannya. Mengapa dia menjadi lelaki yang tidak pernah lagi mahu memahamiku.

"Dya, kamu bakal isteriku. Aku sudah berjanji pada papa," katanya ketika kami sudah berada di dalam keretanya. Aku mengerlingnya. Meski aku menarik wajah masam, Jacob menatapku lembut dengan hujung bibir terangkat.

"Kita akan segera menikah, Dya. Selesai sahaja empat puluh hari papa, kita harus menikah," ujar Jacob sambil melajukan kereta menuju ke rumah. Aku ingin mengatakan bahawa aku tidak ingin menikah dengannya. Namun akhirnya niat itu aku simpan sahaja dalam hati. Lelaki keras kepala seperti Jacob tidak mungkin menerima apa yang akan kukatakan kepadanya.

Suasana di rumah ayah masih ramai. Saudara-mara dari sebelah arwah ayah dan ibu juga dari sebelah ibu tiriku masih berkumpul di rumah ini.

Di satu sudut, aku melihat Natasha duduk bersimpuh bersama beberapa orang wanita. Mata kecewanya menatapku. Atau tatapan kecewa itu sebenarnya ditujukan buat Jacob yang tika ini berdiri di belakangku.

"Perempuan zaman sekarang, tunang kakak sendiri pun nak dikebas," tiba-tiba telingaku menangkan suara sindiran yang datang dari seorang wanita yang duduk di sebelah Natasha.

"Takut tak laku," timpal seorang wanita lagi. Natasha kulihat diam. Tapi matanya tidak dapat berbohong. Dia seronok mendengar para wanita itu menyindirku.

"Jangan dengarkan mereka," bisik Jacob di telingaku. Dia menarik tanganku menuju ke ruang dapur.

"Mama?" langkah Jacob terhenti, begitu juga aku.

"Jadi ini wanita yang kamu pilih untuk menjadi isteri kamu, Jacob?" tanyanya. Dia nemerhatiku dari atas ke bawah. Aku dapat melihat dia mencebikkan bibir.

"Dya, ma," sahut Jacob. Aku menghulurkan tangan untuk menyapanya, namun dia tidak menyambut huluran tanganku. Aku menarik kembali tanganku.

Bertahun aku bersahabat dengan Jacob. Hampir berpuluh kali aku terserempak dengan wanita ini. Namun belum pernah sekalipun dia menyapaku ramah. Malah menghadiahkan senyuman juga belum pernah.

"Kamu memang buta, Jacob. Kamu tidak tahu memilih siapa yang layak untuk kamu jadikan isteri," sambungnya.

"Saya tidak berniat menikah dengan Jacob, puan," akhirnya kuakhiri kesabaranku dengan jawapan itu.

"Lihat, mulutnya kurang ajar dengan bakal mertuanya," gerutunya. Aku berpaling pada Jacob.

"Fikirkan seribu kali ulang untuk menikahi gadis kurang ajar seperti aku," kataku.

"Please, Dya." Jacob membuntutiku meninggalkan ibunya.

♥️♥️♥️

Agak lama aku berada di dapur setelah menghirup segelas air sejuk dari peti sejuk. Aku malas kembali ke ruang tamu. Pasti lebih banyak sindiran yang akan aku terima. Dengan batalnya pernikahan Jacob dan Natasha, pasti aku yang terkena bahangnya. Pasti aku yang dituduh menjadi penyebab gagalnya pernikahan tersebut. Sedangkan saat itu aku sudah jauh membawa diri.

Aku menuju ke halaman belakang rumah. Kulabuhkan punggung pada bangku panjang yang ada di situ.

" Di sini rupanya kamu, sayang," ah, dia lagi! Jacob duduk di sebelahku. Tangannya memeluk bahuku dan memaut tubuhku agar bersandar padanya.

"Temani Natasha," kataku kepadanya.

"Mengapa aku harus menemani Natasha? Kamu bakal isteriku, bukan Natasha," Jacob mencium pipiku sebelum ciumannya beralih pada bibirku. Aku terkejut. Ku dorong tubuhnya.

"Seharusnya aku melakukan ini sejak dulu, Dya." Dia mengesat bibirku yang basah menggunakan ibu jarinya.

" Mengapa kamu tidak melakukannya?" aku benar-benar ingin tahu apa alasan Jacob tidak pernah memperlakukan aku selayaknya seorang kekasih.

"Demi kamu, Annedya. Keluargaku tidak mahu aku menjalin hubungan denganmu. Aku tidak mahu mengatakan cinta dan akhirnya harus meninggalkanmu," katanya. Jadi itu alasannya.

"Jadi, sekarang mengapa kamu mengatakannya?" tanyaku memandang padanya. Jacob menarik nafas panjang. Dia mencium bibirku lagi, hanya sekilas.

"Aku sedar, aku tidak dapat menikahi gadis lain selain kamu, Dya. Dan aku... aku tidak sanggup melepaskan kamu jadi milik lelaki lain," dia mengeratkan pelukannya.

"Aku tidak akan melepaskanmu, Annedya. Aku tidak akan ikhlas kamu bersama lelaki itu."

Tapi dia sudah memilikiku, Jacob. Dan aku juga sudah memilikinya. Kami sudah pernah menjadi satu. Bukan hanya sekali, Jacob. Bukan hanya sekali dia menyatukan tubuhnya dengan tubuhku. Dan bukan hanya sekali dia menanam benihnya di dalam rahimku.

Ku usap perutku. Sudah seminggu penyatuan kami. Mungkinkah benih Raydeen sudah tumbuh dalam rahimku? Air mata menitis tiba-tiba. Sebak. Aku merindukannya. Aku merindukan Raydeen.

"Kamu menangis, Dya? Aku minta maaf kerana telah menyakitimu selama ini. Tapi, mulai saat ini aku berjanji akan membahagiakanmu. Aku tidak akan meninggalkanmu apapun yang terjadi, Dya," dia berjanji. Baiklah, jika itu janjinya.

"Meski aku sudah tidak suci lagi untuk malam pertama kita?"

"Dya.."

"Kamu masih mahu menerima aku dengan ikhlas sebagai isteri kamu meski akhirnya kamu tahu bahawa kamu bukan lelaki yang mengambil perawanku?" Jacob memandangku dengan mata merah. Pipinya kelihatan tegang.

"Selama ini aku selalu menjagamu, Dya," katanya.

"Tapi selama enam bulan ini kamu tidak lagi menjagaku, Jacob. Aku hidup sendiri." Jacob meremas-remas rambutnya.

"Jangan katakan lelaki itu sudah menidurimu, Dya," Jacob mengetatkan rahangnya. Tangannya terkepal erat.

"Pernah mendengar lagu 'Twenty five minutes too late, Jacob? Jika terlewat dua puluh luma minit sahaja kita boleh kehilangan segalanya, inikan pula terlewat enam bulan," aku tertawa sinis.

"Banyak signal yang sudah kuberikan sebagai pernyataan perasaanku padamu, Dya. Kamu saja yang tidak pernah memahaminya."

"Tapi aku masih ingat dengan jelas apa yang kamu katakan sehari sebelum majlis pertunanganmu dengan Natasha. Kamu hanya menganggapku adik," pertemuan pahit enam bulan yang lalu terbayang kembali.

"I'm sorry, Annedya. Aku tahu kesalahanku. Tapi aku mohon, buka pintu hatimu untukku, Annedya. Beri peluang pada kita, kamu dan aku." Jacob berlutut di hadapanku.

"Ehemm..." Wanitu itu berdiri tidak jauh dari kami. Dia bercekak pinggang. Dari riak wajahnya aku tahu dia sedang marah.

"Perempuan seperti dia tidak layak dirayu, Jacob," kata-kata yang pedas itu terlontar dari mulutnya. Jacob menunduk hingga akhirnya dia menjatuhkan wajahnya ke atas pangkuanku. Dia menangis terisak. Pertama kali aku melihat dia seperti ini.

"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, Annedya. Tapi yang pasti, aku tidak mahu kehilanganmu sekali lagi."

Vote dan komen.
Happy reading.

Tbc.....

My Love Story ✔️Where stories live. Discover now